LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN - DESA SAMBENG KULON, KEC. KEMBARAN, KAB. BANYUMAS
LAPORAN
PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN
DESA
SAMBENG KULON, KEC. KEMBARAN, KAB. BANYUMAS
Disusun
oleh :
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pedesaan fokus pembangunan.
Demikianlah makna yang dapat kita petik dari apa yang dilaksanakan oleh
pemerintah dewasa ini. Strategi pembangunan seperti itu memang tak dapat
diingkari oleh karena kondisi negara kita, sebagai negara agraris dan bagian
terbesar kehidupan penduduk bekerja di bidang pertanian. Sektor pertanian
selalu mendapat posisi sentral untuk menunjang pembangunan di sektor-sektor
lain.
Pembangunan pertanian pada
dasarnya adalah proses transformasi pertanian, yaitu suatu proses perubahan
pada berbagai aspek di bidang pertanian. Perubahan tersebut tidak hanya berupa
mekanisasi dan teknologi namun lebih jauh lagi pada kelembagaan ekonomi dan
sosial pertanian. Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk pedesaan di
Salah satu diantara sekian
cara yang telah dilakukan dan dapat kita saksikan bersama ialah dengan
dilancarkannya “Revolusi Transportasi dan Komunikasi”, dengan maksud meniadakan
isolasi masyarakat pedesaan dengan dunia luar. Efek dari hal tersebut adalah
bahwa ciri-ciri kehidupan masyarakat desa yang murni dapat tergganggu, bersamaan
dengan perkembangan masyarakat desa itu sendiri. Sementara terjadinya perubahan
ataupun memudarnya nilai-nilai tradisional yang tadinya begitu kuat
dipertahankan, lembaga sosial masyarakat desa yang lebih dimaksudkan sebagai
nilai sosial yang mengatur pola tindakan dari anggota masyarakat desapun
mengalami perubahan.
Semua
yang telah disuguhkan telah melahirkan stratifikasi sosial, bahkan polarisasi
yang tidak dikehendaki. Secara tidak disadari, keadaan ini telah banyak
diciptakan lewat “Inovasi Pedesaan” dan paling dominan diperankan oleh
“Outsider” yang dalam hal ini pemerintah sendiri dengan pelbagai programmnya.
Akan tetapi, tentunya ini bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat
pedesaan itu sendiri. Di sisi lain, strategi-strategi tersebut telah membawa
dampak sosial yang tak asing lagi dalam pandangan mata, seperti terjadinya
urbanisasi Desa-Kota. Mobilitas penduduk semacam ini terwujud dalam pelbagai
macam bentuk. Oleh karena itu,dengan memadukan beberapa paradigma dalam
pembahasan mengenai sosiologi pertanian telah melahirkan suatu strategi baru
yang walaupun secara teoritis paling tidak sangat bermanfaat bagi perencanaan
pembangunan pedesaan kita saat ini.
B. Maksud dan
Tujuan Praktikum
Maksud dan tujuan praktikum sosiologi pertanian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh nilai kelulusan mata kuliah Sosiologi Pertanian. Terlepas dari semua hal tersebut, sosiologi pertanian merupakan ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam masyarakat pertanian. Dari pengertian tersebut diharapkan agar mahasiswa dapat memahami gambaran masyarakat pertanian secara baik dan benar dan dapat membandingkan kajian teoritik dengan fakta di lapang kemudian dapat menarik benang merah dari keduanya.
II.
KEADAAN
UMUM DESA
A. Letak Desa
Desa
Sambeng Kulon merupakan salah satu dari sekian banyak desa yang berada kabupaten
Banyumas yang lebih tepatnya berada di kecamatan Kembaran. Desa Sambeng Kulon
batas bagian utara bersebelahan dengan desa Silado, sebelah selatan dengan desa
Karang Tengah dan desa Purwodadi, sebelah barat dengan desa Lingga Sari dan
desa Purbadana lalu batas sebelah timur dengan desa Sambeng Wetan. Batas desa
Sambeng Kulon dengan desa-desa yang bersebelahan itu ditandai dengan adanya
sungai besar yang mengelilingi desa Sambeng Kulon. Melihat data luas wilayah
yang terpampang di papan informasi desa yang berada di kantor desa, luas desa
Sambeng Kulon adalah 158.899 Ha dengan kondisi geografisnya 30-100 M diatas
permukaan laut dan 2000 Mm/thn curah hujan.
B. Keadaan Biogeofisik
Keadaan biogenetik di desa
Sambeng Kulon sebagai berikut :
C. Sejarah Desa
Menurut
cerita rakyat, dahulunya desa Sambeng ini adalah bagian dari wilayah kerajaan.
Awal mula tercetusnya nama desa Sambeng berasal dari nama seorang bangsawan
kerajaan yang bernama Raden Sambeng. Raden Sambeng ini adalah sosok yang
perangainya baik sehingga menjadi panutan seluruh rakyat. Raden Sambeng
kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan di desa itu, kemajuan desa pun
sangat terlihat dibawah pimpinannya. Lambat laun masyarakat desa semakin banyak
dan berkembang sehingga desa Sambeng dibagi menjadi 2 wilyah yaitu desa Sambeng
Kulon dan desa Sambeng Wetan.
D. Penduduk
Kependudukan yang ada di desa Sambeng Kulon
sebagai berikut :
Jumlah penduduk menurut :
1.
Jenis
Kelamin :
Laki-laki : 1006 orang
Wanita : 1017 orang
2.
Kepala
Keluarga : 848 KK
3.
Kewarganegaraan
WNI : 2021 orang
WNA : -
4.
Jumlah
penduduk menurut agama
Islam : 2021
Kristen : 2
Katolik : -
Hindu : -
Budha : -
5.
Jumlah
penduduk menurut mobilitas/mutasi penduduk
Lahir :
12 orang
Mati :
19 orang
Datang :
9 orang
Pindah :
11 orang
6.
Jumlah
penduduk menurut kelompok umur
Umur |
Laki-laki |
Perempuan |
Jumlah |
0 - 4 |
76 |
82 |
158 |
5 - 9 |
88 |
79 |
167 |
10 - 14 |
81 |
86 |
168 |
15 - 19 |
77 |
68 |
145 |
20 - 24 |
82 |
81 |
163 |
25 - 29 |
72 |
85 |
157 |
30 - 34 |
97 |
91 |
188 |
35 - 39 |
89 |
76 |
165 |
40 - 44 |
75 |
71 |
146 |
45 - 49 |
54 |
42 |
96 |
50 - 54 |
43 |
55 |
98 |
55 - 59 |
48 |
53 |
101 |
65 < |
124 |
148 |
272 |
7.
Jumlah
penduduk menurut umur tinggal
0 – 19 : 635 orang
20 – 39 : 673 orang
40 – 60 : 441 orang
8.
Jumlah penduduk
umur / usia sekolah dasar : 112 orang
E. Pendidikan
Pendidikan yang ada di desa Sambeng
Kulon sebagai berikut :
1.
Pendidikan
Umum :
Kelompok bermain : - Gedung – Guru – Murid
TK : 1 Gedung 2 Guru 21 Murid
Sekolah Dasar :2 Gedung 14 Guru (jumlah murid belum
diketahui)
SMP : - Gedung – Guru –
Murid
SMA : - Gedung – Guru –
Murid
2.
Pendidikan
Khusus :
Pondok Pesantren : - Gedung – Guru – Murid
Madrasah : - Gedung – Guru – Murid
Sekolah Luar Biasa : - Gedung – Guru – Murid
Sarana Pendidikan
Non Formal : -
Gedung – Guru – Murid
F. Struktur Pemerintahan
Desa
Struktur Pemerintahan di desa Sambeng
Kulon sebagai berikut :
1.
Jumlah
Perangkat Desa
Kepala Urusan : 3 orang
Kepala Dusun : 3 orang
Staf : 1 orang
2.
Pembinaan
RT / RW
Jumlah RT : 14 unit
Jumlah RW : 3 unit
3.
Jumlah
Pelayanan Masyarakat
Pelayanan Umum : 10 orang
Pelayanan Kependudukan : 2 orang
Pelayanan legalisasi : - orang
4.
Lembaga
Musyawarah Desa
Jumlah Anggota LMD : - orang
Tanggal, Bulan dan Tahun pembentukan : -
G. Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi
di desa Sambeng Kulon lebih banyak didapat dari hasil pertanian dan untuk yang
lain-lain tidak diketahui dengan pasti, karena dari hasil praktikum atau survey
kepada sumber tidak menyebutkan secara detail ekonomi desa Sambeng Kulon. Hasil-hasil
dari pertanian yang selanjutnya di perdagangkan ke pasar terdekat dan kepada
tengkulak sehingga jaringan perdagangan tidak jauh-jauh dari komunitas desa
Sambeng Kulon sendiri. Parahnya para petani menjual begitu saja kepada
tengkulak dikarenakan tidak adanya koperasi desa atau lumbung desa sendiri
sehingga hasil panen sendiri langsung petani kelola sendiri. Untuk masuknya
uang ke desa yaitu pernah ada bantuan dana dari kecamatan satu kali dari
kegaiatan PTT.
H. Keadaan
Kesehatan
Kesehatan merupakan sebuah
prioritas utama bagi kehidupan, seperti di desa Sambeng Kulon kesehatan
masyarakatnya sangat diperhatikan. Fasilitas kesehatan yang diperuntukan untuk
masyarakat seperti rumah sakit dan puskesmas tidak ada namun di desa Sambeng
Kulon tersedia posyandu dan pos/klinik KB dengan ketentuan sebagai berikut :
Pos/klinik KB
Jumlah Klinik KB :
1 buah
Jumlah Akseptor :
268 orang
Posyandu : 3 buah
Tenaga
medis yang tersedia di desa Sambeng Kulon ialah bidan desa. Selain pentingnya
fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang menunjang kesehatan masyarakat di
desa Sambeng Kulon, gizi dan lingkungan masyarakat juga sangat diperhatikan.
Sejauh kami melihat lingkungan desa tertata rapi dan bersih sehingga bisa
dikatakan masyarakat desa Sambeng Kulon sangat memperhatikan kesehatan.
I.
Struktur
Sosial
Layaknya sebuah desa pasti terdapat
kelompok-kelompok sosial yang menunjang pembangunan dan kemajuan desa. Seperti
halnya di desa Sambeng kulon terdapat beberapa kelompok sosial yang terbentuk
yang kekerabatan dan kerjasamanya sangat membantu dalam membangun desa,
kelompok-kelompok sosial tersebut yaitu pramuka gudep, karang taruna desa, LSM
desa, kelompok PKK dan Desa Wisma. Berbagai kelompok ini mempunyai perannya
masing-masing di ruan lingkup desa Sambeng Kulon yang tujuannya untuk menjalin
kekerabatan antar warga semakin erat dan mengembangkan desa agar menjadi desa
yang diinginkan seluruh warga.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN MATERI PRAKTIKUM
A.
Hubungan
Desa-Kota
Konsep
dan pengertian masyarakat dalam kajian sosiologi menurut Soekanto memiliki 4
syarat, yaitu:
1.) manusia yang
hidup bersama,
2.) bercampur dalam
kurun waktu yang cukup lama,
3.) menyadari
adanya satu kesatuan, dan
4.) membentuk
sistem hidup bersama serta menciptakan kebudayaan.
Masyarakat
mengandung aspek dinamis dari penduduk yang bertempat tinggal di suatu wilayah.
Aspek dinamis ini dicerminkan dalam pola hubungan, cara-cara bergaul, cara
hidup, serta cara bertindak orang-orang yang ada di wilayah tertentu. Misalnya pola hubungan yang terbentuk dalam masyarakat
desa dicirikan adanya rasa kebersamaan, saling mengenal antar orang, guyup-
rukun, serta membentuk pola solidaritas mekanik.
Pengertian
desa menurut ahli sempat beragam karena tergantung pada sudut pandang
masing-masing. Menurut ferdinand Tonnies (ahli sosiologi), desa adalah suatu tempat yang masyarakatnya bersifat gameinschaft yang
ditandai adanya
saling terikat oleh perasaan dan kesatuan yang erat.
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
manusia yang hidup
bersama dalam jangka waktu yang relatif lama, menciptakan pergaulan hidup, dan
norma kehidupan dalam membangun kebudayaan.;
2.
sifat pergaulannya
akbrab, ramah dan meluas;
3.
sebagian besar
aktivitasnya dalam bidang pertanian (peternakan, perkebunan, perikanan,
pengolahan sawah dll).
Pola Hubungan
Desa-Kota
Pengertian
dan pemahaman tentang masyarakat desa dapat dipahami bahwa secara sosologis ada
benang merah yang membedakan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan. Perbedaan-perbedaan tersebut menurut Soekanto dapat dilihat dari 12
aspek, yaitu:
- lingkungan
- matapencaharian
- jumlah dan kepadatan penduduk
- diferensiasi sosial
- stratifikasi sosial
- mobilitas sosial
- interaksi sosial
- solidaritas sosial
- homogenitas
- gaya hidup
- prasarana dan teknologi serta
- kelembagaan.
Dari
gambaran gambaran di atas, kami mengadakan pengamatan tentang pola hubungan
desa-kota yang kami lakukan di Desa Sambeng Kulon,Kecamatan Kembaran, Purwokerto. Untuk mengetahui gejala-gejala yang ada, kami melakukan
wawancara terhadap beberapa orang yang ada di desa tersebut. Di awali dengan
mewawancarai seorang instansi dari kantor kepala desa Sambeng Kulon. Menurut
bapak Eko ketua dari salah satu
kelompok tani, kehidupan di desa Sambeng Kulon sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani. Produk tani yang dihasilkan
para petani di desa tersebut yaitu padi,
jagung, dan kacang tanah. Cara para petani untuk
memasarkan hasil pertaniannya berbeda-beda, ada
yang menjual hasil pertaniannya secara langsung dan ada
juga yang menjualnya
ke tengkulak, hal ini dikarenakan tidak adanya KUD di desa Sambeng Kulon. Untuk pendapatannya
para petani mencapai 6-7 kwintal kering untuk satu ubin. Kebanyakan barang yang konsumsi oleh masyarakat sekitar desa Sambeng
Kulon berasal dari lahan pertanian desa itu sendiri. Jumlah penduduk yang
urbanisasi ke kota terbilang sedikit. Rata-rata mereka yang urbanisasi adalah remaja-remaja
yang putus sekolah ataupun yang ingin langsung bekerja,
kebanyakan menjadi buruh pabrik dan tersebar diseluruh
kota-kota besar, namun kebanyakan juga dari mereka
lebih memilih buka usaha sendiri. Anak-anak di desa Sambeng Kulon yang
sudah memasuki SMP dan SMA rata-rata bersekolah
di luar desa Sambeng Kulon, kebanyakan dari mereka
bersekolah di kota Purwokerto,
hal ini terjadi dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang
terdapat di desa Sambeng Kulon. Selain
itu, di desa Sambeng Kulon sudah ada organisasi-organisasi yang dapat memudahkan
penduduknya, termasuk petani di sana, yaitu dengan adanya karang
taruna, PNPM, dan 2
kelompok tani yaitu Ngudi
Karya dan Sida Urip. Jaringan komunikasi masa yang telah digunakan di desa
Sambeng Kulon dapat dikatakan sudah terpengaruhi dari kehidupan masyarakat
kota. Seperti dengan adanya telepon genggam (handphone) dan televisi. Dengan
adanya kepemilikan telepon genggam lebih dikatakan sudah menjadi hal yang mudah
untuk masyarakat berkomunikasi satu sama lain. Selanjutnya, tentang perkembangan teknologi pertanian di desa Sambeng
kulon. Ternyata di desa tersebut telah menggunakan mesin traktor dan
sudah tidak ada yang menggunakan alat tradisional bahkan untuk palawija
sekalipun. Alasan
pemakaian traktor ini yaitu agar disaat penanaman dilakukan secara serempak dan
agar hama tidak berpindah-pindah dari satu sawah ke sawah lainnya.
Dapat
disimpukan bahwa desa Sambeng Kulon masyarakatnya bermata
pencaharian sebagai petani yang kehidupannya sudah
terpengaruhi dari masyarakat kota dengan mobilitas yang tinggi. Adanya jaringan
komunikasi telepon
selular sudah membuktikan kehidupan di desa tersebut sudah terpengaruhi
kehidupan kota. Dan juga adanya alat transportasi kendaraan roda dua maupun
roda empat, sudah cukup menerangkan bagaimana kehidupan masyarakat di sana.
Pembangunan pertanian-pedesaan
yang dipandu oleh ideologi sustainability memberikan
platform yang
jelas pada mekanisme-mekanisme penguatan kedaulatan civil society dan
lokalitas untuk mengelola sepenuhnya sumberdaya alam dengan kearifan lokal yang
dimiliki sesuai dengan etika ekosentrisme. Kesejahteraan sosial-ekonomi
yang diperjuangkan dalam konsep sustainable development ideology adalah
apa yang dikenal kemudian dengan sustainable livelihood system.
Sebuah derajat kesejahteraan sosial ekonomi, yang tidak hanya berorientasikan pada akumulasi
kapital sesaat (sebagaimana dikenal oleh ideologi developmentalisme-modernisme-kapitalisme),
namun lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang agar mereka
minimal dapat menikmati kehidupan yang sama kuantitas dan kualitasnya dengan
apa yang dinikmati oleh generasi masa kini (Farrington et. al. : 1999).
Konsep ini sesungguhnya dikembangkan pertama kali di Inggris pada akhir
dekade 1990an, namun didisain sedemikian rupa sehingga sangat relevan untuk
kawasan sedang berkembang. Pendekatan pembangunan ala sustainable livelihood
system adalah pendekatan pembangunan kontemporer (konsep pembangunan dekade
1990an) yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan ala modernisasi
yang dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan. Pendekatan sistem nafkah
berkelanjutan berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi,
dan ekologi secara adil dan seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial
didekati melalui kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam
tata sistem-nafkah (Purnomo, 2006).
B.
Bentuk-Bentuk
Kerjasama
Bentuk-bentuk
kerjasama dalam masyarakat pertanian merupakan salah satu manifestasi dari
proses sosial yang terjadi. Secara umum proses sosial dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu proses yang sifatnya assosiatif dan proses dissosiatif.
Proses assosiatif adalah proses sosial yang umumnya dikehendaki oleh
masyarakat, sebab proses sosial ini memberi implikasi yang sifatnya pofitif
bagi kemajuan masyarakat. Sedangkan proses sosial yang bersifat dissosiatif
biasanya dihindari oleh masyarakat karena mengarah
kepada perpecahan bahkan dapat membawa kehancuran/kemunduran masyarakat. Salah
satu bentuk proses sosial yang assosiatif adalah kerjasama. Kerjasama merupakan bentuk proses sosial yang umum
dijumpai pada semua kelompok manusia. Dalam perkembangannya, bentuk kerjasama
menjadi lebih jelas karena telah ditetapkan fungsi dan tujuannya. Kemajuan
masyarakat pertanian sangat didukung oleh bagaimana menggerakkan kerjasama
dalam warganya.
Hubungan
sosial atau interaksi sosial di desa Sambeng Kulon kecamatan kembaran sangat
menarik untuk dikaji. Menurut hasil pengamatan selama beberapa hari dan hasil
wawancara dengan beberapa penduduk desa, baik penduduk biasa ataupun
pamong-pamong desa dapat mewakili informasi yang dibutuhkan.
Kerjasama timbul karena orientasi
orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Kerjasama tersebut mungkin akan
bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam keberadaan kelompok
tersebut. Kerjasama sosial penduduk desa Sambeng Kulon sudah berjalan dengan
baik secara umum.
Proses sosial yang bersifat positif juga mendominasi
kehidupan penduduk desa Sambeng Kulon ini. Berdasarkan hasil wawancara,
didapatkan informasi bahwa sistem kepemimpinan di desa ini sudah mendekati ke arah
demokratis. Hal ini dapat dilihat dari kepemimpinan Ibu Lurah (sapaan akrab
kepala desa Sambeng Kulon), untuk membuat suatu keputusan mengenai kebijakan
desa yang dilakukan dengan cara melakukan musyawarah oleh seluruh pamong desa
yang dilakukan di kantor kelurahan. Demikian juga dengan keputusan-keputusan kecil
yang diambil sebagai kebijakan di masing-masing dusun juga dilakukan dengan
musyawarah bersama terlebih dahulu. Proses sosial ini pun didukung dengan
masyarakatnya yang secara umum mudah untuk diarahkan, diajak munuju kearah
perubahan, walaupun terkadang menurut narasumber masih ada satu atau dua orang
yang masih sulit untuk diarahkan. Petaninya pun mudah untuk diajak bekerjasama
dalam berorganisasi, contohnya saja di desa Sambeng
Kulon terdapat sekolah iklim yang tujuannya untuk membantu para petani untuk
menganalisa baik dan buruknya cuaca, menentukan bibit yang akan ditanam dll.
Bentuk kerjasama dan proses sosial lain yang terjadi adalah adanya kelompok-kelompok tani
di desa ini yang cukup aktif dalam memberi kontribusi nyata pada para petani.
Salah satunya kelompok tani Sida Urip dan Ngudi Karya. Tetapi untuk penjualan hasil
panen, kelompok tani ini hanya bisa sebagai tempat konsultasi tidak sebagai
tempat penjualan kolektif seperti di desa-desa lain karena hasil tiap petani
berbeda, barang yang dijual juga sangat heterogen. Selain itu, harga jualnya
juga sangat beragam sehingga petani menjual sendiri hasil panennya. Menurut
penuturan bapak Eko selaku salah satu ketua kelompok tani, pertanian di desa
Sambeng Kulon tidak mengenal sistem tebasan atau borongan, jadi para petani
menggarap dan memanen hasil sawahnya sendiri.
Untuk bentuk kerjasama yang
dilakukan penduduk pada umumnya, seperti ketika ada salah satu penduduk yang
meninggal. Tanpa dikomando dan diperintah, semua warga yang rumahnya dekat langsung
membantu memakamkan, memendikan dan lain-lain sebagai proses acara pemakaman
jenazah. Namun, jika hajatan itu berupa pernikahan atau sunat selain sunat
masal, penduduk akan bergerak jika ada permohonan bantuan dari yang punya hajat
tersebut. Hal ini sudah menjadi adat dari desa
tersebut, karena masih terbenam rasa peduli dan tidak enak kepada tetangga.
Hubungan kerjasama pun terjadi diantara para pemuda desa
ini. Menurut narasumber, ini dibuktikan dengan adanya kekompakan dan kerjasama
antar pemuda di desa sambeng kulon ini, baik di satu dusun ataupun antar dusun
yang lain. Bahkan antar beberapa desa tetangga. Hal ini terjadi karena menurut
narasumber, pemuda desa sambeng kulon dengan pemuda desa lain hubunganya sangat
baik dan sering melakukan kerjasama. Misalnya pada saat hari ulang tahun RI
atau HUT RI. Pemuda desa mudah sekali untuk digerakkan dan mudah untuk diajak
kerjasama guna melancarkan acara-acara di desa tersebut. Kebiasaan-kebiasan dan
sikap-sikap kerjasama tersebut dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam
kehidupan keluarga atau keolompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak
tersebut akan menggambarkan pola kerjasama setelah ia menjadi dewasa. Bentuk
kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai
suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian
hari mempunyai manfaat bagi semuanya.
C.
Mobilitas
Sosial
Menurut Paul B Horton, mobilitas sosial adalah suatu
perpindahan gerak dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah
dari strata ke strata yang lainnya. Sedangkan menurut Kimball Young dan Raymond
W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu
pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.
Kebanyakan orang melakukan mobilitas sosial karena
beranggapan bahwa setelah melakukan perpindahan strata sosial, mereka akan
lebih bahagia dari keadaan mereka sebelumnya.
Bila masyarakatnya termasuk masyarakat terbuka, maka masyarakatnya kan lebih
mudah mengalami atau melakukan mobilitas sosial. Jika masyarakatnya tertutup,
maka masyarakatnya akan lebih sulit untuk melakukan mobilitas sosial.
Mobilitas sosial terbagi menjadi beberapa jenis,
yang dapat dibagi berdasarkan tipe ataupun berdasarkan ruang lingkupnya.
Mobilitas sosial berdasarkan tipenya terbagi menjadi mobilitas sosial vertikal
yaitu mobilitas sosialatau perpindahan kelas sosial seseorang dari suatu strata
sosial ke strata sosial yang lebih tinggi ataupun lebih rendah, mobilitas sosial horisontal yaitu mobilitas
sosial yang berpindah dari satu strata sosial ke strata sosial lain yang
sederajat, mobilitas sosial lateral yaitu perpindahan masyarakat dari suatu
lingkup geografis ke tempat lainnya, dan mobilitas struktural yaitu mobilitas
sosial yang disebabkan oleh; inovasi teknologi, urbanisasi, pertumbuhan
ekonomi, perang, dan kejadian yang lain yang mengubah struktur dan jenis
kelompok dalam masyarakat.
Mobilitas sosial berdasarkan ruang lingkupnya tebagi
menjadi mobilitas sosial antar generasi dan mobilitas sosial intragenerasi.
Mobilitas sosial antar generasi menunjukan mobilitas sosial yang mencakup dua
generasi atau lebih. Mobilitas sosial intra generasi menunjukan mobilitas yang
dialami seseorang semasa hidupnya. Mobilitas sosial antar generasi dapat
menunjukan bagaimana suatu individu atau kelompok masyarakat tidak dapat
mengubah nasibnya sendiri, namun dapat mendidik generasi selanjutnya untuk
dapat mengubah nasib mereka menjadi lebih baik -atau lebih buruk- dari generasi
sebelumnya. Mobilitas intra generasi menunjukan suatu generasi dalam masyarakat
dapat mengubah nasibnya sendiri melalui kerja keras.
Jika kita memperhatikan masyarakat desa Sambeng
Kulon, kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat desa tersebut merupakan
masyarakat yang cukup terbuka. Hal ini dibuktikan dari penerimaan mereka
terhadap teknologi-teknologi baru dan sosialisasi atau pendidikan dari
pihak-pihak lain. Berdasarkan keterangan dari bapak Eko, salah satu ketua
kelompok tani yang ada di desa Sambeng Kulon, semua petani yang tinggal di desa
tersebut telah menggunakan traktor atau alat pertanian yang lebih modern dari
generasi sebelumnya. Desa tersebut juga telah menggelar Sekolah Iklim, yaitu
sebuah sekolah atau wahana sosialisasi, komunikasi, serta pendidikan bagi para
petani baik dari desa tersebut maupun desa lainnya. Berdasarkan keterangan
pihak desa Sambeng Kulon, sekolah iklim ini merupakan satu-satunya sekolah
iklim di Keresidenan Banyumas, dan telah berdiri selama kurang lebih satu tahun
ini. Hal-hal lain mengenai penggunaan teknologi yang lebih maju dibahas pada
bab selanjutnya.
Sekalipun demikian, kami dapat mengambil kesimpulan
bahwa sekalipun Desa Sambeng Kulon dapat secara terbuka menerima
pengaruh-pengaruh dari pihak luar desa (Eksternal), warga Desa Sambeng Kulon
cenderung merupakan tipe masyarakat yang stagnan dan cinta terhadap kemapanan.
Mapan adalah kondisi yang cenderung tetap dari satu
masa ke masa lainnya. Stagnan atau cinta terhadap kemapanan menunjukan bahwa
masyarakat tersebut cenderung tidak memiliki keinginan untuk berubah. Selama
ini, berdasarkan pengamatan kami, perubahan-perubahan sosial yang terjadi di
desa tersebut dipicu atau dirangsang oleh pihak-pihak luar desa seperti
Pemerintah, dan pihak lain yang cukup peduli dengan desa tersebut. Jika tidak,
maka perubahan-perubahan tersebut dipicu oleh keinginan untuk menyesuaikan diri
(ikut-ikutan) dengan lingkungannya.
Hal yang mendasari kesimpulan ini adalah minimnya
jumlah sekolah yang tersedia di desa tersebut, pernyataan-pernyataan yang
keluar dari Ketua Kelompok Tani yang menajadi narasumber kami, komposisi
teknologi yang masuk ke desa tersebut, jumlah lembaga swadaya masyarakat di
desa tersebut, kondisi rumah-rumah yang tersebar di desa tersebut, dan hal-hal
lain yang menunjukan ada tidaknya inisiatif desa tersebut untuk mengembangkan
diri.
Jumlah taman anak-anak di desa tersebut ada 1 buah,
jumlah SD ada 2 buah, dan tak ada
sekolah menengah pertama (SMP) maupun Sekolah Menegah Atas (SMA) dan yang
sederajat. Penduduk desa menyekolahkan anak-anak mereka yang telah menyelesaikan
pendidikan dasar ke SMP dan SMA yang ada diluar desa atau yang ada di kota. Ini
artinya, sebanyak 523 anak pasca sekolah dasar yang berumur sampai 19 tahun,
harus keluar-masuk desa setiap harinya untuk bersekolah, jika semua anak yang berada di desa tersebut
bersekolah. Padahal, akan lebih praktis dan lebih baik jika desa tersebut
membangun sekolah setingkat SMP atau SMA di dalam desa, sehingga dapat
memudahkan anak-anak di desa tersebut memperoleh pendidikan yang lebih tinggi
dari sekolah dasar. Meskipun, mungkin ada alasan-alasan lain yang mungkin
mendasari desa tersebut untuk tidak membangun sekolah setingkat SMP maupun SMA,
kami tetap berkesimpulan bahwa masyarakat desa tersebut tidak berinisiatif
membangun infrastruktur pendidikan yang mandiri dalam desa.
Peryataan dari bapak Eko, selaku salah satu ketua
kelompok tani, yang kami anggap cukup memiliki authoritas untuk memberikan
pendapat mewakili para petani disana, adalah pernyataan Beliau yang menyatakan
bahwa petani desa tersebut tidak keberatan dan justru senang dengan adanya
impor beras. Ketika kami bertanya mengenai alasannya, beliau mengatakan bahwa
impor beras justru membantu warga mendapatkan beras yang lebih murah dengan
jumlah yang mencukupi. Ketika kami menanyakan mengenai pengaruh impor terhadap
pendapatan mereka dan harga beras atau gabah yang mereka jual, Beliau kembali
menjawab bahwa impor beras tersebut tidak berpengaruh terhadap pendapatan dan
harga beras atau gabah yang mereka jual. Mereka tampaknya tidak keberatan
mengenai harga beras yang tidak mengalami kenaikan. Mereka menambahkan, kecuali
petani yang punya mental DAGANG, para petani tidak keberatan dengan hal-hal
tersebut. Pernyataan ini membuat kami berkesimpulan bahwa mereka memang tidak
memiliki niat atau maksud tertentu untuk mengembangkan pertanian mereka, baik
dengan memperluas lahan, atau membeli produk-produk yang membantu peningkatan
hasil pertanian, yang tentunya membutuhkan modal besar hasil penjualan
produk-produk mereka. Kami mengambil kesimpulan bahwa kegiatan pertanian yang
mereka lakukan tidak lebih dari kegiatan rutinias yang merupakan budaya
turun-temurun dari orang tua mereka. Singkatnya, mereka bertani hanya karena
budaya mereka yang membentuk mereka sebagi petani, bertani karena sudah
merupakan budaya mereka seperti itu, menjual hasil pertanian hanya untuk bisa
hidup dan bertani dimusim selanjutnya, dan tidak memiliki keinginan untuk
mendapatkan nasib yang lebih baik.
Komposisi teknologi yang masuk ke desa tersebut,
adalah handphone sementara telepon rumah masih sangat sedikit di desa tersebut,
meskipun internet sudah masuk ke desa tersebut. Telepon rumah, sebagaimana yang
akan dijelaskan di bab selanjutnya, salah satunya berada di kantor kepala desa.
Telepon itu bisa dipergunakan oleh warga yang membutuhkan. Menjamurnya
handphone atau telepon genggam di desa tersebut, mungkin karena harga telepon
genggam yang lebih murah daripada harga telepon rumah. Namun, selain alasan
harga, alasan lain yang mungkin adalah karena infiltrasi dari teknologi
tersebut yang cukup gencar dan keinginan masyarakat untuk menyesuaikan diri atau
mengikuti trend yang berlaku.
Dengan paparan-paparan tersebut, kami dapat
mengambil kesimpulan bahwa mobilitas sosial horisontal, karena mobilitas sosial
yang terjadi tidak berasal dari suatu strata sosial ke strata sosial yang lebih
tinggi ataupun lebih rendah, melainkan cenderung ke strata yang sederajat.
Selain itu, mobilitas sosial yang terjadi juga termasuk mobilitas sosial
struktral, karena perubahan yang terjadi juga disebabkan oleh infiltrasi
teknologi yang merubah struktur sosial yang sudah ada, meskipun sangat lambat.
Kelambatan mobilitas sosial terjadi, selain karena minimnya inisiatif warga
untuk benar-benar mengembangkan desanya, namun juga karena kecintaan masyarakat
pada kondisi desa yang mapan.
D. Masuknya
Teknologi Baru ke Desa
Teknologi adalah
benda atau alat yang berdasarkan dari pemikiran dan oerbuatan untuk tercipta
suatu nilai. Hidup kita sehari-sehari pun selalu tidak bisa lepas dari peran
teknologi. Apalagi teknologi untuk pertanian yang semakin beragam dan semakin
canggih. Teknologi baru pertama-tama masuk pada masyarakat kota, kemudian
secara perlahan-lahan masuk ke masyarakat desa.
Masyarakat
merupakan sekelompok orang yang hidup bersama,bercampur dalam karena waktu yang
lama dan sifatnya dinamis. Kedinamisan suatu masyarakat dapat dilihat dari
tingkat fleksibilitas dalam penyerapan unsur-unsur yang positif dari luar.
Unsur-unsur positif ini dapat berasal dari kota maupun dari masyarakat lain
yang lebih maju. Namun, pada umumnya unsur-unsur yang mendominasi adalah
unsur-unsur dari masyarakat kota. Ada proses masuk dan keluarnya suatu unsur
budaya antara masyarakat desa dengan kota, akan memunculkan suatu pola hubungan
desa-kota.
Cara-cara
melaksanakan
sesuatu hal untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan disebut teknologi.
Untuk mengubah arah pandang dari tradisional ke modern, telah terikat dalam
kegiatan pertanian ke cara baru dengan tujuan yang lebih baik, memerlukan
proses waktu yang relatif lama.
Masyarakat
Sambeng Kulon adalah masyarakat yang kehidupan pertanian dan kesehariannya
sudah mengikuti pola kehidupan masyarakat kota. Pola hubungan desa-kota ini ditunjukkan dengan masuknya teknologi baru
dalam bidang kehidupan masyarakat ini. Teknologi baru yang masuk meliputi teknologi
komunikasi masa, transportasi, jaringan internet
(informasi) dan teknologi pertanian.
a.
Teknologi
komunikasi masyarakat yang berkembang secara pesat adalah telepon genggam atau
sering disebut dengan handphone.
Selain adanya handphone di Kantor Desa juga terdapat telepon umum yang dapat
digunakan oleh warga yang membutuhkan atau lebih tepatnya kurang mampu.
b.
Teknologi
transportasi yang juga ikut berpartisipasi pada kemajuan desa Sambeng Kulon adalah seperti motor
dan mobil angkutan umum. Hampir keseluruhan tiap
rumah yang ada di desa Sambeng Kulon sudah memiliki motor sendiri, karena bagi
mereka dengan adanya motor mereka mudah untuk bepergian baik dalam jarak yang
dekat maupun jauh. Sedangkan untuk mobil angkutan sendiri itu masih sangat
jarang ditemui.
c.
Teknologi jaringan
internet (Informasi) ini adalah teknologi yang belum lama ada di desa Sambeng
Kulon, kurang lebihnya baru berjalan satu tahun. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya warung internet di salah satu ruko milik warga. Dengan adanya
internet ini masyarakat akan lebi terbantu dalam mendapatkan
informasi-informasi baru baik dalam dunia pertanian maupun hal-hal yang lain.
d.
Sedangkan teknologi
baru yang terpenting adalah teknologi pertanian seperti faktor (fisik) dan
penggunaan pupuk kimia dan teknis.
Proses
transformasi teknologi pertanian yang terjadi di dalam masyarakat desa di
Indonesia secara umum dimulai sejak adanya “revolusi hijau” yang diprogramkan
pemerintah. Revolusi hijau adalah istilah yang biasa dipakai oleh para ahli
pertanian yang mengungkapkan adanya proses budidaya pertanian secara intensif
dengan tujuan untuk meningkatkan produk persatuan luas dan waktu tertentu.
Untuk mencapai tujuan tesebut maka para pelaku proses produksi pertanian
(petani) harus melakukan serangkaian tindakan-tindakan secara sistematis dan
terencana. Ada beberapa tahap proses transformasi teknologi pertanian yang
harus dilakukan petani menurut Prabowo (1988):
1.
Tahap pengenalan,
pada tahap ini petani baru mengetahui teknologi pertanian yang belum pernah
dicoba.
2.
Tahap coba-coba,
dengan melihat hasil yang diperoleh petani lainnya atau hasil demonstrasipot
(demplot) akan tergerak niat untuk mencoba melakukannya.
3.
Tahap pelaksanaan,
proses diterimanya teknologi pertanian tersebut ke dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Teknologi
pertanian seperti traktor merupakan adopsi dari masyarakat kota (industri).
Awalnya mesin traktor hanya dipakai oleh orang-orang yang mempunyai sawah luas dan orang-orang yang
memang mampu membelinya. Namun, sekarang mesin traktor itu lebih efisien
dibandingkan jika menggunakan tenaga sapi atau manusia. Selain efisiensi waktu,
penggarapan sawah dengan mesin traktor juga lebih irit biaya
dan serempak dalam penanamannya. Hal ini
menyebabkan mengapa para petani disana beralih ke penggunaan mesin traktor.
Pengenalan
alat ini pada petani tidak mengalami hambatan. Seluruh petani di desa Sambeng Kulon memberikan respon positif
terhadap masuknya teknologi tersebut. Tidak ada golongan yang menentang
masuknya mesin traktor sebagai alat baru pada pertanian mereka teknologi baru
yang memang begitu bermanfaat pada kehidupan mereka. Mereka berharap adanya
bantuan pemerintah untuk membantu pengadaan alat-alat pertanian di desa mereka.
Mereka juga menunggu adanya mesin-mesin atau alat-alat pertanian baru yang dapat
meningkatkan secara dinamis dan terus menerus tanpa mengurangi efisiensi
lingkungan alam.
A.
Simpulan
Sosiologi
pertanian adalah ilmu yang mendalami hubungan manusia dengan manusia lain,
manusia dengan kelompoknya, kelompok dengan kelompok lainnya, dalam kehidupan
masyarakat pedesaan. Berdasarkan praktikum yang kami lakukan di desa Sambeng
Kulon, kami menyimpulkan bahwa masyarakat pertanian disana merupakan masyarakat
yang sudah terpengaruh oleh kehidupan masyarakat kota. Hal itu dapat dibuktikan
dengan pola hidup dan alat-alat teknologi yang digunakan oleh masyarakat desa
Sambeng Kulon.
B. Saran
Disaat
melakukan survey sebaiknya praktikan sudah menyiapkan segala hal yang
dibutuhkan untuk survey seperti pertanyaan untuk narasumber, alat rekam, dan
kamera untuk mengabadikan hal-hal yang dianggap penting.
DAFTAR PUSTAKA
Farrington, J. et. al. 1999. Sustainable
Livelihoods in Practice : Early Applications of Concepts in Rural Areas’.
ODI Natural Resources Perspectives. Number 42. June 1999. Overseas
Development Institute. London.
Leibo,
Jefta. 1995. Sosiologi Pedesaan.
Planck, Ulrich. 1993. Sosiologi Pertanian. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.
Prabowo,
D. 1988. Revolusi Hijau Bukan Untuk
Menciptakan Lapangan Pekerjaan, dalam Prisma. No 1 zth XVII, Jakarta 1988.
Purnomo,
A. P. 2006. Strategi Nafkah Rumahtangga
Desa Sekitar Hutan: Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Thesis Magister.
Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Sajogyo,
dan Pudjiwati Sajogyo. 2005. Sosiologi
Pedesaan. Yogyakarta : UGM Press.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : CV. Rajawali.
Sri, Widarni. 2007. Diktat Sosiologi Pertanian. Purwokerto :
Fakulatas Pertanian Unsoed.