MAKALAH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
MAKALAH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dewasa
ini banyak orang yang belum mengetahui permasalahan tentang kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter di Indonesia.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling
berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan
tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak
(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel
utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga.
Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan
kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya
sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia
internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi
masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula
dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia
terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat
makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku
bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu
justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas,
sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad
Ikhsan, (http://majalah. tempointeraktif. com)
negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunikasi bersamanya baru
ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2
persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun
secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian,
dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan
terutama di negara berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
a)
Apakah
pengertian kebijakan fiskal dan kebijakan moneter?
b)
Apakah
hubungan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter?
c)
Perkembangan
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Indonesia
d)
Contoh
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Indonesia
1.3 Tujuan Pembahasan
a)
Agar
mengetahui arti dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
b)
Agar
mengetahui perkembangan dan contoh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter
2.1.1 Definisi Kebijakan Fiskal
(Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh
oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan
pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan
ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini
mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan
pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan
mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan.
kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang
sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas
jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor
barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan
dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan
keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga.
Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada
pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan
dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang
maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan
dengan Rumah Tangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk
kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan,
pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha
Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana
anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia Internasional / Luar Negeri,
dimana Hubungan dengan Rumah Tangga adalah dunia internasional menyediakan
barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk Hubungan dengan
Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis
perusahaan.
Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis
yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup
tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya
investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta
terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk
terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam
mengatasinya. Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh
pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah
dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran
pemerintah.
Kondisi
ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat
itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary
policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga
stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan
moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos
yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar,
yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
Pengaruh krisis ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana
Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan
oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah
terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk
subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan,
namun ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah
dibanding peningkatan pengeluaran. Dominasi kebijakan moneter dibanding
kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan
makro ekonomi yang tidak seimbang.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau
pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan
kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional
mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat
dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta
kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan
dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan
daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan
Anggaran / Politik Anggaran :
1.
Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada
perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang
resesif.
2.
Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran
surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai
memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3.
Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan
pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang
yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil
pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah
pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat
pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
2.1.2
Definisi Kebijakan Moneter (monetary policy)
Kebijakan
Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Dengan kata
lain,Kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral, atau
otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i) uang, (ii) ketersediaan uang,
dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan
berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan
Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian,
yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan
moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk
mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan
mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli
penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui
bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan
untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat
suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol).
Adalah penting bagi para pembuat
kebijakan untuk membuat pengumuman kredibel. Jika agen-agen swasta ( konsumen
dan perusahaan ) percaya bahwa para pembuat kebijakan berkomitmen untuk
menurunkan inflasi , mereka akan mengantisipasi harga di masa depan lebih
rendah daripada yang (bagaimana ekspektasi yang terbentuk adalah hal yang sama
sekali berbeda, misalnya membandingkan ekspektasi rasional dengan ekspektasi
adaptif ).
Jika seorang karyawan berharap harga
akan tinggi di masa depan, ia akan membuat kontrak upah dengan upah yang tinggi
untuk mencocokkan harga-harga. Oleh karena itu, harapan upah yang lebih rendah
tercermin dalam perilaku penetapan upah antara karyawan dan majikan (upah lebih
rendah karena harga diharapkan lebih rendah) dan karena upah tersebut
sebenarnya lebih rendah tidak ada demand pull inflasi karena karyawan menerima
upah lebih kecil dan tidak ada biaya tekanan inflasi karena majikan membayar
kurang dari upah.
Untuk mencapai tingkat inflasi
rendah, pembuat kebijakan harus memiliki pengumuman kredibel, yaitu agen-agen
swasta harus percaya bahwa pengumuman ini akan mencerminkan kebijakan masa
depan yang sebenarnya. Jika pengumuman tentang target inflasi yang rendah
tingkat dibuat tetapi tidak diyakini oleh agen-agen swasta, penetapan upah akan
mengantisipasi tingkat inflasi yang tinggi dan upah akan semakin tinggi dan
inflasi akan meningkat. Sebuah upah yang tinggi akan meningkatkan permintaan
konsumen ( demand pull inflation ) dan biaya sebuah perusahaan ( cost push
inflation ), sehingga inflasi meningkat. Oleh karena itu, jika pengumuman
seorang pembuat kebijakan tentang kebijakan moneter yang tidak dapat dipercaya,
kebijakan tidak akan memiliki efek yang diinginkan.
Jika pembuat kebijakan percaya bahwa
agen-agen swasta mengantisipasi inflasi yang rendah, mereka memiliki insentif
untuk mengadopsi kebijakan moneter ekspansionis (dimana manfaat marjinal
meningkatkan output ekonomi melampaui biaya marjinal inflasi), namun, dengan
asumsi agen-agen swasta memiliki ekspektasi rasional , mereka tahu bahwa para
pembuat kebijakan memiliki insentif ini. Oleh karena itu, agen-agen swasta tahu
bahwa jika mereka mengantisipasi inflasi yang rendah, kebijakan ekspansionis
akan diadopsi yang menyebabkan peningkatan inflasi. Akibatnya, (kecuali para
pembuat kebijakan dapat membuat pengumuman inflasi yang rendah mereka
kredibel), agen-agen swasta mengharapkan inflasi yang tinggi. antisipasi ini
dipenuhi melalui harapan adaptif (perilaku upah-setting), maka, ada inflasi
yang lebih tinggi (tanpa manfaat produksi meningkat). Oleh karena itu, kecuali
pengumuman kredibel dapat dibuat, kebijakan moneter yang ekspansif akan gagal.
Pengumuman
dapat dilakukan kredibel dalam berbagai cara. Salah satunya adalah untuk
mendirikan bank sentral yang independen dengan target inflasi yang rendah (tapi
tidak ada target output). Oleh karena itu, agen-agen swasta tahu bahwa inflasi
akan rendah karena sudah diatur oleh badan independen. Bank-bank sentral dapat
diberikan insentif untuk memenuhi target (misalnya, anggaran yang lebih besar,
bonus upah untuk kepala bank) untuk meningkatkan reputasi dan sinyal komitmen
yang kuat untuk tujuan kebijakan. Reputasi merupakan elemen penting dalam
pelaksanaan kebijakan moneter. Tapi gagasan reputasi tidak harus bingung dengan
komitmen.
Sementara
bank sentral mungkin memiliki reputasi baik karena kinerja yang baik dalam
melakukan kebijakan moneter, bank sentral yang sama tidak mungkin telah memilih
bentuk komitmen tertentu (seperti penargetan rentang tertentu untuk inflasi).
Reputasi memainkan peran penting dalam menentukan berapa pasar percaya
pengumuman komitmen tertentu untuk tujuan kebijakan tetapi kedua konsep tidak
boleh berasimilasi. Juga, perhatikan bahwa di bawah ekspektasi rasional, tidak
perlu bagi pembuat kebijakan untuk telah menetapkan reputasi melalui tindakan
kebijakan masa lalu; sebagai contoh, reputasi kepala bank sentral mungkin
berasal sepenuhnya dari ideologi nya, latar belakang profesional , pernyataan
publik, dll
Bahkan telah
berpendapat bahwa untuk mencegah beberapa patologi terkait dengan
inkonsistensi waktu pelaksanaan kebijakan moneter (inflasi berlebihan
tertentu), kepala bank sentral harus memiliki kebencian yang lebih besar untuk
inflasi dari sisa ekonomi pada rata-rata. Oleh karena itu reputasi bank sentral
tertentu tidak perlu terikat pada kinerja masa lalu, melainkan untuk pengaturan
kelembagaan tertentu bahwa pasar dapat digunakan untuk membentuk ekspektasi inflasi.
Meskipun sering diskusi kredibilitas yang berkaitan dengan kebijakan moneter, makna yang tepat dari kredibilitas jarang didefinisikan. kurangnya kejelasan tersebut dapat berfungsi untuk memimpin kebijakan jauh dari apa yang diyakini paling menguntungkan. Misalnya, kemampuan untuk melayani kepentingan umum adalah salah satu definisi dari kredibilitas sering dikaitkan dengan bank sentral. Keandalan dengan mana suatu bank sentral janjinya juga merupakan definisi umum. Sementara semua orang setuju kemungkinan besar bank sentral tidak boleh berbohong kepada publik, perselisihan luas ada di bagaimana bank sentral dapat melayani kepentingan publik. Oleh karena itu, kurangnya definisi dapat mendorong orang untuk percaya bahwa mereka mendukung satu kebijakan tertentu kredibilitas ketika mereka benar-benar mendukung lain.
2.2.1 Jenis-jenis kebijakan
moneter
Dalam
prakteknya, untuk menerapkan semua jenis kebijakan moneter alat utama yang
digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang beredar. Otoritas moneter
melakukan hal ini dengan membeli atau menjual aset keuangan (biasanya kewajiban
pemerintah). Ini operasi pasar terbuka berubah baik jumlah uang atau likuiditas
(jika bentuk cair kurang dari uang yang dibeli atau dijual). The multiplier
effect perbankan cadangan fraksional memperkuat dampak dari tindakan. transaksi
pasar Konstan oleh otoritas moneter memodifikasi pasokan mata uang dan ini
dampak variabel pasar lain seperti suku bunga jangka pendek dan nilai tukar.
Ø Inflasi penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan
target adalah untuk menjaga inflasi , di bawah sebuah definisi tertentu seperti
Indeks Harga Konsumen , dalam kisaran yang diinginkan. Target inflasi ini
dicapai melalui penyesuaian berkala kepada Bank Sentral suku bunga target.
Tingkat bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana bank
meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk keperluan arus kas. Tergantung
pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa disebut uang bunga atau
sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu
tertentu menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku
bunga dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku
bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau kuartalan oleh komite kebijakan.
Perubahan target suku bunga dibuat
sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya untuk
memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap pada jalur untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai contoh, satu metode sederhana
inflation targeting disebut aturan Taylor menyesuaikan tingkat suku bunga
sebagai respon terhadap perubahan dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output
. Aturan diusulkan oleh John B. Taylor dari Universitas Stanford .
Penargetan inflasi pendekatan untuk
pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di Selandia Baru. Hal ini saat ini
digunakan di Australia , Brazil , Kanada , Chile , Kolombia , yang Republik
Ceko , Selandia Baru , Norwegia , Islandia , Filipina , Polandia , Swedia ,
Afrika Selatan , Turki , dan Inggris.
- Harga
Penargetan Tingkat
Harga
penargetan tingkat mirip dengan inflation targeting kecuali bahwa pertumbuhan
CPI dalam satu tahun atas atau di bawah target tingkat harga jangka panjang
adalah offset pada tahun-tahun berikutnya sehingga tingkat harga yang
ditargetkan tercapai dari waktu ke waktu, misalnya lima tahun, memberikan
kepastian lebih lanjut tentang masa depan kenaikan harga kepada konsumen. Dalam
inflation targeting apa yang terjadi pada tahun-tahun terakhir segera tidak
diperhitungkan atau disesuaikan dalam tahun berjalan dan masa depan.
- Agregat
Moneter
Pada
1980-an, beberapa negara menggunakan pendekatan yang didasarkan pada
pertumbuhan konstan dalam jumlah uang beredar. Pendekatan ini disaring untuk
memasukkan kelas yang berbeda dari uang dan kredit (M0, M1 dll). Di Amerika
Serikat ini pendekatan kebijakan moneter dihentikan dengan pemilihan Alan
Greenspan sebagai Ketua Fed. Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut
monetarisme . Sementara kebijakan yang paling moneter berfokus pada sinyal
harga satu bentuk atau lain, pendekatan ini difokuskan pada jumlah moneter.
- Nilai
Tukar Tetap
Kebijakan
ini didasarkan pada mempertahankan nilai tukar tetap dengan mata uang asing.
Ada berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang dapat peringkat dalam kaitannya
dengan cara kaku kurs tetap adalah dengan bangsa jangkar.
Di bawah
sistem nilai fiat tetap, pemerintah daerah atau otoritas moneter menyatakan
nilai tukar tetap tetapi tidak aktif membeli atau menjual mata uang untuk
mempertahankan tingkat. Sebaliknya, tingkat dipaksakan oleh-konvertibilitas
tindakan-tindakan non (misalnya kontrol modal , impor / lisensi ekspor, dll).
Dalam hal ini ada tingkat pasar gelap tukar dimana perdagangan mata uang pada
pasar / nilai tidak resmi.
Di bawah sistem
fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan dijual oleh bank sentral atau
otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai tukar target. Tingkat mungkin
target tingkat tetap atau sebuah band tetap di mana nilai tukar dapat
berfluktuasi sampai otoritas moneter campur tangan untuk membeli atau menjual
yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar dalam band. (Dalam kasus ini,
nilai tukar tetap dengan tingkat tetap dapat dilihat sebagai kasus khusus dari
kurs tetap dengan band-band di mana band-band yang diatur ke nol.)
Di bawah
sistem nilai tukar tetap dikelola oleh suatu dewan mata uang setiap unit mata
uang lokal harus didukung oleh unit mata uang asing (mengoreksi nilai tukar).
Hal ini memastikan bahwa basis moneter lokal tidak akan mengembang tanpa
didukung oleh mata uang keras dan menghilangkan segala kekhawatiran tentang
berjalan di mata uang lokal dengan mereka yang ingin mengkonversi mata uang
lokal ke mata uang (jangkar) keras.
Dalam dolarisasi , mata uang asing
(biasanya dolar AS, maka istilah “dolarisasi”) digunakan secara bebas sebagai
media pertukaran, baik secara eksklusif atau paralel dengan mata uang lokal.
Hal ini dapat terjadi karena penduduk setempat telah kehilangan iman semua
dalam mata uang lokal, atau mungkin juga kebijakan dari pemerintah (biasanya
untuk mengendalikan inflasi dan impor kebijakan moneter kredibel).
Kebijakan
ini sering turun tahta kebijakan moneter dengan otoritas moneter asing atau
pemerintah sebagai kebijakan moneter di negara mengelompokkan harus
menyelaraskan dengan kebijakan moneter dalam jangkar bangsa untuk
mempertahankan nilai tukar. Tingkat dimana kebijakan moneter lokal menjadi
tergantung pada jangkar bangsa tergantung pada faktor-faktor seperti mobilitas
modal, keterbukaan, saluran kredit dan faktor ekonomi lainnya.
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu :
- Kebijakan
Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang beedar.
- Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan
dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open
Market Operation)
Operasi
pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara
lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan
SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount
Rate)
Fasilitas
diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan
uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio)
Rasio
cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan
jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan
moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Kebijakan fiskal dan moneter adalah
kebijakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang
dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk
mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak
terjadi.
Bagi negara
sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara pendapatan negara
yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan
jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan
campuran adalah merupakan campuran daari dua kebijakan bdiatas yang di lakukan
dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang
beredar secara bersama-sama.
2.1.3
Hubungan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
Perlunya koordinasi antara
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah untuk menetapkan dan mencapai
target-target moneter dan defisit APBN secara konsisten dalam rangka mencapai
pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Disamping itu koordinasi yang
baik juga diperlukan untuk mendorong perkembangan pasar finansial, serta
mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal melalui pertukaran
informasi. Bentuk koordinasi antara kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan
kebijakan moneter (Bank Indonesia) sangat tergantung kepada :
(1) Apakah
bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives dan instruments
yang terpisah, dan
(2) Apakah
pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang cukup maju.
Pada
saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap peralihan ke arah
ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh :
(1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu
dengan adanya program rekapitalisasi sektor perbankan sehubungan dengan
terjadinya krisis ekonomi;
(2) Pasar
sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam tahap awal;
(3) Interbank loan masih lemah, akibat dari
krisis ekonomi; dan
(4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank
Indonesia.
Sejak
diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari Bank Indonesia
untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk meminjam uang untuk
jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank Indonesia mempunyai kekuasaan penuh
di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian,
karena mempunyai objective yang terpisah
(inflation targeting). Akan tetapi
asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang adalah tetap (fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system,
pelaksanaannya akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi
kurs rupiah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
Oleh karena itu, walaupun Bank Indonesia mempunyai “kebebasan penuh” dalam
mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tetap diperlukan walaupun detail
koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke masa,tergantung kepada
perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal.
A. Kelembagaan dan Pengaturan Operasional
Koordinasi antara kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter harus didukung oleh pembentukan lembaganya dan pengaturan
operasionalnya.
Pertama, mengenai ketentuan otonomi bank sentral, yaitu seberapa
jauh Bank Indonesia dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah. Dalam hal ini
berdasarkan undang-undang yang berlaku (UU No.23 Tahun 1999) Bank Indonesia
tidak diijinkan untuk memberi pinjaman kepada pemerintah, dengan alasan dan
jangka waktu apapun.
Kedua, pembentukan suatu komite yang beranggotakan
pejabat-pejabat Bank Indonesia dan pejabat-pejabat Departemen Keuangan akan
sangat membantu menghilangkan perbedaan pendapat mengenai peranan dari tingkat
suku bunga. Apalagi karena instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia dalam OMO
adalah SBI, dan bukan obligasi.
Ketiga, pengaturan operasional, di mana perlu dilakukan tukar
menukar informasi antara Bank Indonesia dan Departemen Keuangan akan sangat
membantu operasi sehari-hari Departemen Keuangan dan Bank Indonesia di dalam
mencapai target-target yang telah ditetapkan.
Keempat, baik Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia
mempunyai kepentingan yang sama untuk mempunyai pasar sekunder bagi obligasi
negara yang berfungsi baik.
Akan tetapi koordinasi ini tidak
terlalu penting artinya bila instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia (bank
sentral) berbeda dengan instrumen yang dipakai oleh Departemen Keuangan.
Walaupun demikian, Bank Indonesia terlibat dalam penerbitan obligasi negara,
paling tidak dalam dua hal. Pertama,
Bank Indonesia bertindak sebagai penasihat pemerintah yang akan memberitahu pemerintah
mengenai situasi likuiditas dalam perekonomian, perkembangan tingkat bunga,
kredit perbankan, dan sebagainya. Kedua,
sebagai fiscal agent, Bank Indonesia
melakukan pembayaran kepada dan menerima pembayaran dari investor. Di samping
itu Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir pemerintah atas simpanan
pemerintah di Bank Indonesia.
2.1.4
Contoh Kebijakan Fiskal dan Kebijakan
Moneter di Indonesia
a. Kebijakan
Moneter
BI Rate sebagai Suku Bunga Acuan
Ø Definisi
BI Rate adalah suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh
bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Ø Fungsi
BI Rate diumumkan oleh Dewan
Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat
Dewan Gubernur bulanan dan
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan likuiditas (liquidity
management) dipasar
uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan
moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight(PUAB O/N).
Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di
suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula
faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan
menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang
telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Maret 2013 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi
tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Kinerja perekonomian Indonesia masih
baik meski terdapat indikasi moderasi pada kegiatan investasi yang berlangsung
sejak triwulan IV-2012. Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan
inflasi terutama yang bersumber dari harga pangan (volatile foods).
Bank Indonesia meyakini bahwa dengan penguatan bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial, serta langkah-langkah koordinasi yang solid dengan Pemerintah,
akan mampu mencapai sasaran inflasi dan mendorong tercapainya keseimbangan
eksternal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2013 akan tumbuh sesuai prakiraan
6,2%, didukung terutama oleh kuatnya permintaan domestik. Konsumsi tumbuh cukup kuat sejalan dengan keyakinan konsumen dan daya
beli masyarakat yang membaik. Sementara itu, berbagai indikator menunjukkan
moderasi pertumbuhan investasi khususnya pada investasi nonbangunan di tengah
investasi sektor bangunan yang masih cukup kuat. Indikasi moderasi tersebut
juga terlihat pada melandainya pertumbuhan impor, khususnya impor barang modal.
Di sisi lain, kinerja ekspor ke berbagai negara mitra dagang utama, khususnya
China, Amerika Serikat (AS) dan India, diprakirakan membaik. Untuk keseluruhan
tahun 2013, setelah memperhitungkan aktivitas ekonomi pada triwulan-triwulan
selanjutnya, termasuk pengeluaran untuk persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014,
pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan cenderung mengarah ke batas bawah kisaran
6,3%-6,8%.
Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan diprakirakan menurun pada
triwulan I-2013. Defisit transaksi berjalan
yang menurun tersebut didukung oleh ekspor yang cenderung meningkat sejalan
dengan membaiknya harga komoditas internasional. Sementara itu, impor nonmigas
diprakirakan cenderung melemah di tengah risiko semakin meningkatnya impor
migas yang perlu terus diwaspadai. Di sisi lain, arus modal masuk, baik dalam
bentuk investasi langsung (FDI) maupun investasi portofolio, diprakirakan masih
cukup tinggi di tengah masih besarnya kebutuhan likuiditas valas domestik,
antara lain untuk keperluan impor migas. Dengan perkembangan tersebut di atas,
cadangan devisa sampai dengan akhir Februari 2013 mencapai 105,2 miliar dolar
AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional.
Pada bulan
Februari 2013, tekanan depresiasi terhadap rupiah cenderung mereda sehingga
mencapai rata-rata Rp.9.680 per dolar AS. Dibandingkan dengan posisi awal tahun 2013, Rupiah
menguat sebesar 0,31%. Kebijakan stabilisasi nilai tukar yang ditempuh Bank
Indonesia, termasuk penguatan mekanisme intervensi valas dan pembentukan
referensi nilai tukar rupiah di pasar domestik, mampu meningkatkan kepercayaan
pasar. Selain itu, stabilitas nilai tukar juga didukung dengan masuknya aliran
dana nonresiden ke instrumen rupiah yang mencapai Rp27,6 triliun. Ke depan,
Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan
kondisi fundamental perekonomian.
Inflasi IHK Februari 2013 mencapai 0,75% (mtm) atau 5,31% (yoy). Inflasi inti tetap terkendali 4,29% (yoy) sejalan dengan harga komoditas
global nonmakanan yang terkendali dan stabilitas nilai tukar rupiah yang
terjaga. Di sisi lain, tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya inflasi
harga pangan (volatile foods) antara lain sebagai dampak gangguan
cuaca dan terbatasnya pasokan komoditas hortikultura yang berasal dari impor.
Sementara itu, inflasi administered
prices yang cukup tinggi
disumbang oleh kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Tekanan inflasi
diprakirakan akan mereda seiring dengan siklus panen dan secara keseluruhan
tahun 2013 diprakirakan akan tetap terkendali pada kisaran sasarannya. Ke
depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah
melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi
Daerah) guna mengamankan pasokan dan distribusi barang.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap
terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada
tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang
berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non
Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu,
pertumbuhan kredit hingga akhir Januari 2013 mencapai 23,0% (yoy), relatif
stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit
investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar 24,0% (yoy) dan 25,5% (yoy).
Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 19,8% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia
meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi
intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kinerja
perekonomian nasional.
Laporan lengkap mengenai pembahasan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2013 yang memuat perkembangan ekonomi makro dan kebijakan moneter dapat dilihat dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) di Website Bank Indonesia.
b. Kebijakan Fiskal
APBN 2013 telah disahkan yaitu
sebesar Rp 1.657,9 triliun.
Nilai ini naik dari APBN 2012 yang jumlahnya Rp 1.548,3 triliun.
Di bawah ini adalah beberapa poin penting dalam APBN
2013 yang patut ktia cermati:
§ Pendapatan
negara dan hibah disepakati Rp 1.529,7 triliun yang terdiri dari penerimaan
dalam negeri sebesar Rp 1.525,2 triliun dan penerimaan hibah Rp 4,5 triliun.
§ Belanja
negara disepakati Rp 1.683 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat
sebesar Rp 1.154,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 528,6 triliun.
§ Dengan demikian,
disepakati defisit anggaran dalam APBN 2013 mencapai 1,65 persen terhadap PDB.
Untuk belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja pegawai Rp 241,1 triliun,
belanja barang Rp 167 triliun, belanja modal sebesar Rp 216,1 triliun,
pembayaran bunga utang sebesar Rp 113,2 triliun.
§ Penghematan
subsidi listrik tahun 2013 melalui penyesuaian tarif tenaga listrik di luar
pelanggan 450 VA dan 900 VA. Pemerintah dan DPR sepakat penggunaan dana hasil
penghematan subsidi listrik sebesar Rp 11,8 triliun diarahkan pada belanja
infrastruktur dalam rangka percepatan pembangunan.
§ Dalam APBN
2013, pertumbuhan ekonomi disepakati 6,8 persen, laju inflasi 4,9 persen, nilai
tukar rupiah Rp 9.300 per dollar AS dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5
persen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penyusun
simpulkan bahwa :
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam
mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian.
Kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan
dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan
produksi yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga
barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk
menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan
kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang
lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran
daari dua kebijakan diatas yang dilakukan dengan cara mengubah pengeluaran,
pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www. econlib. org/library / Enc/Fiscal Policy. html
http://dictionary. reference. com/browse/straitjacket
Heyne, PT, Boettke, PJ, Prychitko, DL (2002): Jalan Ekonomi Berpikir (10
red). Prentice Hall.
Larch, M. dan J. Nogueira Martins (2009): Kebijakan Fiskal Membuat di Uni
Eropa – Sebuah Kajian Praktek dan Tantangan kini. Routledge.
”Kebijakan Moneter” . Federal Reserve Board. 3 Januari .