PROPOSAL PKM GT (GAGASAN TERTULIS) / EVALUASI LAHAN PERTANIAN DENGAN METODE PENGAWETAN TANAH DAN AIR YANG EFEKTIF SERTA EKONOMIS DI DATARAN TINGGI DIENG
USULAN PROGRAM
KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM:
EVALUASI LAHAN PERTANIAN DENGAN METODE PENGAWETAN
TANAH DAN AIR YANG EFEKTIF SERTA EKONOMIS DI DATARAN
TINGGI DIENG
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN ILMIAH
Diusulkan oleh:
Tri
Irawan (A1H012048) (2012)
Arifin
Budi P. (A1C012025) (2012)
Ashiff
Abd (A1L012014) (2012)
Mugi
Mustakim (A1C013030) (2013)
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
RINGKASAN
Dataran Tinggi Dieng (DTD) terletak di enam
wilayah kabupaten, yaitu Banjarnegara,
Wonosobo, Pemalang, Tegal, Batang dan Pekalongan dengan
komoditas utama kentang. Usahatani kentang di DTD merupakan usaha pokok sebagian besar masyarakat petani
di DTD bagian timur. Namun tanaman kentang
menjadi permasalahan pokok
usahatani tanaman sayuran DTD, karena menjadi sebab rentannya gangguan keseimbangan lingkungan. Gangguan tersebut
diantaranya adalah terjadinya erosi, menurunnya tingkat kesuburan tanah,
menurunnya produktivitas lahan, pendangkalan sungai oleh sedimentasi serta banjir. Tujuan yang dicapai dari
tulisan ini adalah: (1) Mengetahui kondisi lahan pertanian Dataran Tinggi Dieng. (2) Mengetahui solusi-solusi yang pernah ditawarkan terhadap permasalahan pengolahan
lahan pertanian di DTD. (3) Mengetahui dan memanfaatkan potensi gagasan yang
dapat memperbaiki keadaan terkini di DTD. (4) Mengetahui pihak-pihak yang dapat
membantu mengimplementasikan gagasan. (5) Mengetahui langkah-langkah pengimplementasian program gagasan. Kawasan Dieng yang bertopografi berbukit sampai bergunung
dengan kemiringan lahan yang relatif besar berpotensi erosi tinggi, sehingga
aktivitas usahatani tanaman hortikultura yang tidak memperhatikan
prinsip-prinsip konservasi sumberdaya lahan akan mempercepat laju erosi. Permasalahan pokok
usahatani tanaman sayuran DTD adalah sangat rentan terjadinya gangguan keseimbangan
lingkungan. Erosi selain menyebabkan
terjadinya degradasi lahan di DTD juga mengakibatkan tingginya laju erosi dan
sedimentasi di DAS Serayu yang bermuara di Waduk Panglima Besar Jenderal
Sudirman Kabupaten Banjarnegara. Berdasarkan
data dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonosobo tingkat laju erosi (tingkat
bahaya erosi) DAS Serayu rata-rata adalah 4,27 mm/th. Sedangkan sedimentasi di
Waduk Panglima Besar Jenderal Sudirman rata-rata adalah 4.206.688 m3/th.
Meskipun Sungai Serayu bukan satu-satunya sungai yang bermuara di Waduk Pangsar
Sudirman (ada Sungai Merawu dan Sungai Lumajang), namun dilihat dari tingkat
laju erosinya yang masuk dalam kategori tinggi maka Sungai Serayu menjadi
penyumbang sedimen yang tinggi pula yang berakibat pada pendangkalan waduk.
Metode penulisan dilakukan dengan
analisis deskriptif, menghasilkan tulisan dengan menerangkan keadaan dan solusi
pembenahan kondisi lahan pertanian dengan kegiatan pola tanam ekonomis dan
metode pengawetan tanah dan air yang efektif. Kemudian pihak-pihak yang dapat
membantu mengimplementasikan gagasan adalah: Pemilik lahan, petani, kelompok
tani, pemerintah daerah, akademisi, wisatawan dan perusahaan. Gagasan tersebut
berupa pengetahuan dan penerapan teknologi pengawetan tanah dan air serta menggunakan
langkah-langkah sosial untuk membantu gagasan agar dapat diimplementasikan.
Hasil yang diperoleh dari pengaplikasian gagasan dapat memengaruhi keberadaan
lingkungan dengan mengurangi efek buruk, hasil pertanian yang diperoleh
bermacam-macam, dalam jangka panjang pengaruh pengawetan tanah dan air akan
menstimulasi keadaan ekonomi, keberadaan ternak dan keanekaragaman hayati
lainnya. Selama penerapan berlangsung diharapkan pihak-pihak mampu menemukan
inovasi-inovasi yang dapat memberikan solusi dan menjaga keadaan lingkungan.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dataran Tinggi Dieng (DTD)
terletak di enam wilayah kabupaten, yaitu
Banjarnegara, Wonosobo, Pemalang, Tegal, Batang dan Pekalongan. Luas
keseluruhan Dieng mencapai 55.000 ha dan sekitar 20.000 ha berada di wilayah
Kabupaten Banjarnegara. Ketinggian DTD
mencapai 2.000 meter di atas permukaan air laut (dpal), yang banyak
dibudidayakan untuk tanaman sayuran, khususnya kentang (Solanum tuberosum L.).
Usahatani kentang di DTD
merupakan usaha pokok sebagian besar masyarakat petani di DTD bagian timur.
Budidaya tanaman kentang diperkenalkan sejak tahun 1970 dan memberikan hasil
yang sangat menguntungkan (Wildan,
2004). Kenyataan ini mengakibatkan
luas areal tanam kentang di kawasan DTD sejak tahun 1975
sampai tahun 1990 mengalami kenaikan sangat tinggi. Pada saat itu
produktivitas kentang mencapai 20 – 25 ton per hektar. Pada tahun 2007,
produktivitas tanaman kentang telah mengalami penurunan, yaitu hanya 16 ton
per hektar (Sularso, 2009).
Kawasan Dieng yang bertopografi
berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lahan yang relatif besar berpotensi
erosi tinggi, sehingga aktivitas usahatani tanaman hortikultura yang tidak
memperhatikan prinsip-prinsip konservasi sumberdaya lahan akan mempercepat laju
erosi. Lahan yang tererosi menyebabkan lapisan topsoil akan hilang, sehingga zonasi perakaran, unsur hara dan
bahan organik tanah semakin berkurang (Arsyad, 1989). Kondisi demikian apabila berlanjut akan
menyebabkan tanah menjadi rusak dan lahan menjadi kritis, sehingga
produktivitas lahan semakin menurun dan menyebabkan pendapatan petani juga
semakin menurun (Pakpahan dan
Syafa’at 1991).
Sebagian besar usahatani kentang dilakukan di atas 30% bahkan ada yang
lebih dari 100% dan petani tidak mau membuat guludan searah garis kontur dengan
alasan bahwa air larian (run off)
dari lereng tidak lancar dan menyebabkan lengas tanah atau kelembaban tanahnya
tinggi, sehingga mengakibatkan umbi busuk.
Permasalahan pokok usahatani
tanaman sayuran DTD adalah sangat rentan terjadinya gangguan keseimbangan
lingkungan. Gangguan tersebut diantaranya adalah terjadinya erosi, menurunnya
tingkat kesuburan tanah, menurunnya produktivitas lahan, pendangkalan sungai
serta banjir.
Erosi selain menyebabkan terjadinya degradasi lahan di
DTD juga mengakibatkan tingginya laju erosi dan sedimentasi di DAS Serayu yang
bermuara di Waduk Panglima Besar Jenderal Sudirman Kabupaten Banjarnegara. Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Wonosobo tingkat laju erosi (tingkat bahaya erosi) DAS Serayu
rata-rata adalah 4,27 mm/th. Sedangkan sedimentasi di Waduk Panglima Besar
Jenderal Sudirman rata-rata adalah 4.206.688 m3/th. Meskipun Sungai
Serayu bukan satu-satunya sungai yang bermuara di Waduk Pangsar Sudirman (ada
Sungai Merawu dan Sungai Lumajang), namun dilihat dari tingkat laju erosinya
yang masuk dalam kategori tinggi maka Sungai Serayu menjadi penyumbang sedimen
yang tinggi pula yang berakibat pada pendangkalan waduk. Hal ini tentu sangat
berpengaruh terhadap fungsi waduk sebagai sumber pembangkit listrik, baik dari
kapasitas daya yang dihasilkan maupun dari jangka waktu operasi waduk itu
karena semakin berkurangnya debit air waduk.
Berangkat dari permasalahan yang
ada tersebut, timbul gagasan untuk menerapkan pengelolaan lingkungan pertanian, dengan
cara yang
efektif dan ekonomis pada lahan pertanian. Pengelolaan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan metode
pengawetan tanah dan air yang telah dikembangkan dari disiplin ilmu
pertanian. Seperti yang diketahui, sudah banyak ahli di bidang pertanian yang telah
mengembangkan teknologi ramah lingkungan dan ekonomis dengan
tujuan menyeimbangkan kegiatan pertanian dengan lingkungan.
B. Tujuan
Tujuan yang
dicapai dari tulisan ini:
1. Mengetahui
kondisi lahan
pertanian Dataran Tinggi Dieng
2. Mengetahui
solusi-solusi
yang pernah ditawarkan terhadap permasalahan pengolahan lahan pertanian di DTD
3. Mengetahui
dan memanfaatkan potensi gagasan yang dapat memperbaiki
keadaan terkini di DTD
4. Mengetahui pihak-pihak
yang dapat membantu mengimplementasikan gagasan
5. Mengetahui
langkah-langkah pengimplementasian program gagasan
C. Manfaat
Manfaat yang
dicapai dari tulisan ini:
1. Secara teoritis, sebagai kontribusi ilmiah bagi
dinamisasi ilmu dan teknologi pertanian, yang berkaitan dengan pengembangan
pertanian dan pengelolaan lingkungan, yang aman dan tidak destruktif.
2. Secara praktis, sebagai input strategis bagi petani,
pelajar, ilmuan dan pemerintah yang bergerak di bidang ilmu pertanian, guna
mengembangkan potensi pertanian dan ekowisata, yang berbasis ekologi guna
mempertahankan keanekaragaman hayati.
3. Secara ekonomi, sebagai gambaran strategis untuk
mengembangkan pertanian berbasis lingkungan, menyejahterakan petani dan
mengoptimalkan potensi lingkungan pertanian untuk kesejahteraan Indonesia.
4. Secara sosial, memberikan pengetahuan serta pandangan kepada petani, pelajar, ilmuan dan pemerintah
pentingnya pengelolaan pertanian sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi
lingkungan tanah dan air, tanpa melakukan aktivitas yang dapat mengurangi dan
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian dan keanekaragaman hayati.
II.
GAGASAN
A. Kondisi Aktual
Pegunungan Dieng merupakan kawasan
di wilayah perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo,
Kabupaten Batang dan Kabupaten Temanggung dengan luas hutan kurang lebih 20.161
hektar hutan Negara yang dikelola Perhutani dan 19.472 hektar hutan rakyat.
Wilayah ini berada pada ketinggian antar 1.500 sampai dengan 2.095 meter di
atas permukaan laut dengan kemiringan lebih dari 15% - 40% dan dibeberapa
wilayah > 40% kemiringan. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah
bertani. Secara administratif DTD terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo (Suara Merdeka, 30 Agustus 2005).
Luas Hutan Negara yang ada di DTD
7.000 hektar di antara nya adalah kawasan lindung, namun lebih dari 90% dari
sekitar 7.000 hektar kawasan lindung di DTD tersebut telah rusak karena beralih
fungsi menjadi ladang tanaman semusim. Dan khususnya untuk wilayah Wonosobo
kerusakan telah mencapai 50% - 60%. Alih fungsi hutan menjadi lahan tanaman
semusim terutama kentang, telah merusak kawasan fungsi lindung (Kompas, 18
Maret 2006).
Tanaman kentang telah menjadi
primadona bagi masyarakat di DTD. Namun karena dalam teknik budidayanya tidak
memperhatikan kaidah konservasi maka pembudidayaan komoditas kentang telah
mengubah wajah DTD. Selain itu pola bertanam dengan system guludan membujur ke
bawah dan tidak melingkar bukit adalah tindakan yang dapat mempercepat erosi.
Eksploitasi lahan yang kurang memperhatikan upaya konservasi itu jelas akan
merusak ekologi (Suara Merdeka, 19 Juni 2006).
Menanam kentang sekarang tidak
menjanjikan bagi petani karena produksinya lambat laun semakin menurun.
Contohnya pada era 1980-an, tanaman kentang mengalami masa kejayaan, karena
bibit 1 kilogram kentang bisa menghasilkan panen 20 kilogram kentang. Sementara
itu, dalam kondisi saat ini, menanam 1 kilogram bibit hanya menghasilkan 6-7
kilogram kentang.
Penanaman kentang secara besar-besaran
selama puluhan tahun telah merusak lingkungan. Kentang membutuhkan pupuk kimia
dengan jumlah takaran yang lebih banyak ketimbang pupuk kandang. Dapat
dicontohkan 1 kuintal kentang setidakmya membutuhkan 50 kilogram pupuk kimia
dan 30 kilogram pupuk kandang.
Petani tidak menyadari ternyata menanam kentang secara
berlebihan dapat merusak kondisi lahan DTD. Sifat kentang yang tidak biasa
hidup di bawah tanaman lain atau naungan, membuat petani rela menebang
pepohonan lain demi membuka lahan kentang (Kompas, 7 Juni 2013).
B. Solusi yang
Pernah Ditawarkan dan Diterapkan
Sebagai upaya untuk memperbaiki
kondisi Dieng yang ada saat ini, Pemerintah Kabupaten Wonosobo pada tahun 2006
telah membentuk Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD) yang terdiri dari Tim Pengarah
dan Tim Teknis dengan Penasehat Bupati Wonosobo. Tim ini mempunyai tugas untuk
melaksanakan Program Pemulihan Dieng yang mengembangkan konsep pengelolaan DAS
yang terintegrasi dan partisipatif untuk mencapai tujuan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan perbaikan kualitas SDA dan lingkungan melalui sistem
pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Namun sejauh ini belum ada kegiatan konkrit
yang dilakukan oleh TKPD di wilayah Dieng.
Solusi lain juga dilakukan oleh
pihak Perhutani sejak tahun 2006 yang lalu, telah disepakati bersama bahwa
antara masyarakat dengan pihak Perhutani untuk tidak lagi melakukan budidaya di
wilayah Perhutani. Hal ini didasarkan pada Undang- Undang Kehutanan No. 41 Th.
1999. Berdasarkan UU tersebut maka disepakati bahwa bagi siapa yang melanggar
akan berurusan dengan yang berwajib. Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat
bahwa di wilayah Perhutani sudah tidak lagi ditanami kentang, tetapi upaya
reboisasi baru saja dimulai sehingga kondisi lahan yang selama ini di
manfaatkan oleh petani untuk menanam kentang masih nampak gundul. Kondisi lahan kosong di wilayah hutan negara
berdasarkan data dari Perhutani KPH Kedu Utara BKPH Wonosobo menyebutkan bahwa
saat ini ada 287,60 ha lahan kosong baik yang merupakan bekas lahan yang
ditanami petani maupun lahan yang memang belum dikonservasi. Dari lahan
tersebut diantaranya 60 ha ada di Desa Dieng, 45,5 di Desa Sikunang, 22 ha di
Desa Jojogan dan sisanya di beberapa Desa lain.
Kemudian pada perlakuan teknis, solusi yang pernah
ditawarkan dan diterapkan adalah dengan adanya penyuluhan dan penerapan
pengawetan tanah dan air dengan metode mekanis, vegetasi dan kimiawi, yaitu
sebagai berikut:
1. Vegetasi
a. Reboisasi
Reforestation diterapkan
dalam memperbaiki lingkungan di Dieng. Reforestation
adalah penanaman kembali hutan yang telah ditebang (tandus, gundul).
Reboisasi dilakukan dengan kelompok pecinta alam, dan bersamaan dengan lomba
wisata alam, serta kegiatan-kegiatan ceremonial
lainnya, banyak dari pengunjung yang melakukan studi lapangan melakukan
kegiatan reboisasi terutama dari pelajar yang melakukan kunjungan wisata.
Reboisasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan ekosistem. Tanaman
reboisasi merupakan tanaman yang mudah tumbuh seperti pohon puspa, bintami,
suren serta bibit lain yang mudah tumbuh di Dieng.
2. Mekanis
a. Pembuatan Terasering
Terasering
adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk
memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan
penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah
untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan
memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang. Namun biaya
operasional yang digunakan untuk pembuatan teras-teras di lereng Pegunungan
Dieng sangat besar, maka dari itu mayoritas petani tidak mengaplikasikannya.
Petani melakukan penanaman secara langsung di lereng pegunungan > 15% dari
45o siku-siku tanpa membuat teras. hal ini yang perlu diperbaiki
dengan beberapa solusi mikro biosistem dengan metode mekanis yang murah dan
mempunyai efek yang hampir mendekati fungsi mekanis dari terasering.
b. Countur
village
Pengelolaan
tanah sejajar garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air dan
memperbesar daya resapan air. Tetapi aplikasi ini membuat tanah menjadi
tergenang dan lembab, countur village yang seharusnya mengurangi
erodibilitas bentang lahan, namun mengakibatkan tanaman kentang busuk karena
kelembaban yang tinggi.
3. Kimiawi
a. Pemupukkan dan
Pestisida
Pemupukkan dilakukan
dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik urea, SP36 dan KCl. Namun penggunaan pupuk anorganik lebih
besar daripada pupuk organik, hal ini menyebabkan pemanfaatan yang tidak sesuai
dengan tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu dan tepat guna. Pemberian
pestisida anorganik yang dilakukan tidak sesuai dengan waktu yang tepat dan
dengan dosis yang berlebihan.
C. Potensi
Gagasan untuk Evaluasi Lahan di DTD
Menurut
Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan
SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980 dan 683/KPTS/Um/8/198, yaitu
kriteria kelas lereng, jenis tanah dan curah hujan. Nilai kriteria tersebut
dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel
1. Klasifikasi lereng
No
|
Kelas
|
Interval (%)
|
Deskripsi
|
Skor
|
1
|
I
|
0-8
|
Datar
|
20
|
2
|
II
|
8-15
|
Landai
|
40
|
3
|
III
|
15-25
|
Agak Curam
|
60
|
4
|
IV
|
25-40
|
Curam
|
80
|
5
|
V
|
>40
|
Sangat Curam
|
100
|
Tabel
2. Jenis tanah
No
|
Jenis Tanah
|
Tingkat Kepekaan Terhadap Erosi
|
Skor
|
1
|
Aluvial, Tanah Glei, Planosol,
Hydromorf kelabu
|
Tidak Peka
|
15
|
2
|
Latosol
|
Agak Peka
|
30
|
3
|
Brown forestsoil, non calcic
brown, mediteran
|
Kurang Peka
|
45
|
4
|
Andosol, Laterrite, Gamosol,
Pedosol, Podsolik
|
Peka
|
60
|
5
|
Regosol, Litosol, Organosol,
Renzina
|
Sangat Peka
|
75
|
Tabel
3. Curah hujan
No
|
Intensitas
Hujan (mm/th)
|
Deskripsi
|
Skor
|
1
|
0 – 1.500
|
Sangat Rendah
|
10
|
2
|
1.500 – 2.000
|
Rendah
|
20
|
3
|
2.000 – 2.500
|
Sedang
|
30
|
4
|
2.500 – 3.000
|
Tinggi
|
40
|
5
|
Ø 3.000
|
Sangat Tinggi
|
50
|
Dataran Tinggi Dieng merupakan wilayah dengan kemiringan 15%-40%
dengan curah hujan rata-rata > 3000mm/th dan jenis tanah andosol yang
tergolong sangat tinggi. Maka dalam melakukan pengolahan lahan pertanian
dibutuhkan pendekatan teknis yang efektif yaitu dengan:
1. Perbaikan pola tanam
Evaluasi pola tanam di Dieng adalah dengan memanfaatkan vegetasi
yang ekonomis dan mampu memberikan efek baik, terhadap lingkungan serta kemudahan
untuk dijangkau oleh petani, pola tanam yang diajukan adalah sebagai berikut:
a.
Tumpang sari; kentang-pepaya,
kentang-rumput gajah atau teki, kentang akar wangi, kentang-cabai,
kentang-katuk, kentang-jahe, atau gabungan dari tanaman dataran tinggi yang
tersedia.
b.
Agroforestry; pohon puspa, bintami, suren serta bibit lain yang
mudah
tumbuh di Dieng.
2. Perbaikan metode pengawetan tanah dan air
Metode pengawetan tanah dan air dapat dilakukan dengan metode
vegetasi, mekanis dan kimiawi:
a.
Vegetasi; Reboisasi kawasan
wisata melalui pengunjung wisata, countur
farming, mulsa organic yang ekonomis dan ramah lingkungan, cover crop limbah pascapanen, agroforestry, tumpang sari dan
pergiliran tanaman, penambahan arang, grass
cropping dan tanaman pagar.
b.
Mekanis; pembuatan teras searah
lereng dengan panjang 4.5 meter searah lereng dan pada ujungnya dipotong teras
gulud (ridge terrace) searah
kontur, kemudian pembuatan guludan
mengikuti arah kontur dengan ukuran tertentu dan terpotong dengan parit,
kemudian parit ditanami rumput pakan ternak/rumput teki.
c.
Kimiawi; memberikan pupuk tepat
dosis, tepat guna, tepat waktu dan tepat jenis. pemberian pupuk organik untuk
pemulihan homogenitas tanah. Kemudian pemberian pestisida organik yang
dikembangkan baru-baru ini.
d.
Biologi; Penambahan cacing
tanah pada tanah guna membantu struktur infiltrasi tanah, penambahan arang
untuk menyerap air dan me-release-nya
ke tanaman.
3. Perbaikan penyuluhan
Penyuluhan ini
perlu adanya pemberian materi yang bertahap yaitu:
a. Perumusan
masalah
b. Penetapan tujuan
c. Analisis kondisi
d. Identifikasi
alternatif kebijakan
e. Pilihan
kebijakan
f. Kajian dampak
g. Pengambilan
keputusan
Hal ini sangat perlu dilakukan, kegiatan penyuluhan yang
dilakukan harus berkelanjutan. Bahkan intensitas pertemuan tersebut berujung
pada tingkat pendampingan hingga petani perorangan atau kelompok tani mampu
mandiri dan mengeluarkan potensinya terhadap pertanian dan lingkungan di DTD.
D. Pihak-Pihak Terkait yang Dapat Membantu Mengimplementasikan
Gagasan
Pihak-pihak/stake holder yang terkait dalam
pengimplementasian gagasan adalah:
1. Pemilik Lahan
pemilik lahan
merupakan individu yang memiliki investasi sarana berupa lahan pertanian,
pemilik lahan mengolah lahan secara pasif karena pemilik lahan cenderung
menyewakannya kepada buruh tani, pemilik lahan tedapat di luar kawasan dan di
dalam kawasan, pemilik lahan juga menganggap pemanfaatan lahan di DTD hanya
sebagai sampingan saja .
2. Petani
Petani merupakan individu atau kelompok yang melakukan kegiatan di
lahan, petani di bagi menjadi tiga yaitu: petani pemilik, petani penggarap dan
petani pemilik sekaligus penggarap.
3. Kelompok Tani atau
Gapoktan
Gabungan Kelompok
Tani maupun Koperasi Desa memegang peranan penting dalam perkembangan pertanian
berkelanjutan. Koperasi mampu memberikan setidaknya pinjaman modal kepada
petani. Begitu pula dengan keberadaan kelompok tani. Kelompok tani dapat
membentuk kesatuan para petani untuk melakukan kerja secara bersama atau
terkoordinir dari lembaga yang bekerjasama dengan pihak luar baik swasta atau
pemerintahan. Kedua lembaga non pemerintah dan pemerintah sangat diperlukan
dalam pelaksanaan evaluasi lahan pertanian di DTD, mengingat lembaga ini
mempunyai potensi yang dekat dengan petani di kawasan tersebut, sehingga mampu
mengetahui dan mengatasi permasalahan yang ada di lahan pertanian DTD.
4. Pemerintah
Daerah
Peran Pemda
merupakan elemen yang sangat penting, mengingat Pemda merupakan lembaga yang
bersinggungan langsung dengan kajian dan pelaksanaan, sebab regulasi perizinan,
dukungan dan posisi pemerintah mampu menarik hati dan menggerakkan kegiatan
pembangunan pertanian di masyarakat secara bersama-sama disegala elemen.
5. Akademisi
Akademisi sebagai
jembatan penghubung antara pemerintah dan petani, sebab dalam relasinya
akademisi banyak melakukan kajian, penelitian serta sebagai pelaksana. Di mana
akademisi dipandang sebagai objek yang mampu mengatasi masalah dan mencari
solusi.
6. Wisatawan
Wisatawan merupakan
pihak yang mengikuti kegiatan dengan arah dan aturan tertentu, wisatawan mampu
meningkatkan pendapatan para petani maupun pelaku usaha sampingan di DTD dengan
adanya kunjungan. Wisatawan dapat belajar dan berperan dalam melakukan kegiatan
berbasis lingkungan, seperti kegiatan sosial dengan melakukan reboisasi dan
penghijauan yang diarahkan.
7. Perusahaan
Perusahaan
merupakan lembaga yang bertujuan komersil, untuk mengolah dan mengembangkan
hasil olahannya sehingga dapat dipasarkan, namun peran perusahaan yang
membutuhkan hasil pertanian di DTD harus turut serta dalam menjaga kelestarian
lingkungan di DTD, dengan membantu melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan
air melalui metode pengawetan tanah dan air.
Bagaimana keadaan produksi dapat berjalan dengan baik, merupakan
permasalahan yang harus dipecahkan oleh perusahaan agar produksi hasil olahan
pertanian tetap stabil, sebab dampak yang terjadi adalah jika tanah yang diolah
menyebabkan penurunan produksi, maka pengolahan hasil pertanian di industri juga
ikut menurun, hal ini berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh dengan hasil
yang diproduksi.
E.
Langkah-Langkah Strategis
Sebagai
upaya untuk mengembalikan kondisi lahan pertanian di DTD maka perlu dilakukan
suatu pengelolaan yang multi pihak dan terencana. Rencana pengelolaan yang
sudah ada, yang termuat dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah perlu untuk
diperbaiki. Agar pola penataan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di kawasan
lindung dapat lebih optimal, maka perlu disusun suatu konsep perencanaan tata
ruang wilayah yang lebih difokuskan pada kawasan pertanian. Perencanaan tata
ruang wilayah kawasan pertanian khususnya kawasan di DTD, diharapkan dapat
menghasilkan suatu pola pengelolaan yang mencakup semua aspek sumberdaya. Tim
penyusun yang merupakan tim teknis harus beranggotakan semua instansi terkait,
di bantu oleh LSM (lingkungan, pemberdayaan masyarakat) dan masyarakat (tokoh
masyarakat, tokoh agama, swasta) serta bila perlu konsultan perencana. Adapun
proses penyusunan rencana pengelolaan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perumusan
Masalah
Tim teknis bersama-sama masyarakat dan LSM
merumuskan permasalahan yang timbul di kawasan pertanian di DTD. Pada dasarnya inti permasalahan yang timbul
di kawasan pertanian DTD saat ini adalah kerusakan lahan pertanian yang
berakibat pada degradasi lahan dan lingkungan yang diantaranya adalah erosi dan
sedimentasi yang tinggi. Adapun penyebab dari kondisi tersebut diantaranya
adalah tingginya ketergantungan masyarakat terhadap lahan, dalam hal ini adalah
pertanian lahan kering namun tidak diimbangi dengan kesadaran dan kepedulian
terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, kebijakan lokal maupun
nasional yang kurang responsif terhadap degradasi lahan dan lingkungan,
kurangnya koordinasi dan integrasi antar sektor dalam kegiatan pembangunan khususnya
di kawasan pertanian, kesiapan masyarakat dan lembaga (pemerintah dan non
pemerintah) dalam merespon produk hukum yang berkaitan dengan upaya pelestarian
lingkungan di kawasan lindung, struktur kepranataan yang masih menjadi bagian
dari masalah, belum adanya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan mulai
dari perencanaan, implementasi sampai dengan pengendalian.
b. Penetapan
Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang timbul, maka tim
teknis bersama- sama masyarakat dan LSM menetapkan tujuan untuk mengatasi
permasalahan lingkungan yang terjadi di DTD. Tujuan penyusunan tidak hanya
sebagai pedoman bagi pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya alam maupun
sumberdaya buatan saja, tetapi juga sebagai pedoman bagi upaya pengelolaan
ruang beserta semua sumberdaya yang ada di dalamnya. Sehingga kegiatan yang
dilakukan meliputi upaya antisipasi terhadap resiko kerusakan lingkungan. Penyusunan Rencana Tata Ruang khusus kawasan
pertanian DTD juga diharapkan dapat menghasilkan suatu pola pengelolaan sebagai
upaya untuk mengembalikan fungsi DTD melalui suatu pengelolaan yang
terintegrasi, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka rehabilitasi lahan
dan pemulihan kondisi lingkungan di kawasan ini, melalui pelibatan para pihak
yang lebih luas seperti institusi pemerintah lain, Pemerintah Daerah, Lembaga
Swadaya Masyarakat, masyarakat sendiri, lembaga donor (dalam maupun luar
negeri), maupun institusi lainnya. Upaya pengelolaan diarahkan pada peningkatan
luas tutupan lahan hingga mencapai 70 % dari luas lahan untuk mengurangi resiko
erosi yang terjadi.
c. Analisis
Kondisi
Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan,
selanjutnya dilakukan analisis kondisi terhadap kondisi internal maupun
eksternal yang meliputi kondisi fisik,
sosial, ekonomi, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpengaruh terhadap upaya pengelolaan
lahan DTD. Analisis kondisi ini bisa diserahkan kepada konsultan perencana
namun tetap melibatkan masyarakat sebagai narasumber dan subyek analisis. Hal
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran kondisi, sehingga hasil yang
diperoleh benar- benar mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
b.
Identifikasi
Alternatif Kebijakan
Setelah diperoleh gambaran tentang kondisi fisik,
sosial, ekonomi, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpengaruh terhadap upaya pengelolaan
lahan DTD, serta permasalahan, potensi dan harapan masyarakat terhadap kondisi yang ada saat
ini, maka selanjutnya konsultan melakukan identifikasi alternatif kebijakan.
Identifikasi ini juga didasarkan pada peraturan
perundangan yang berlaku, yang berkaitan dengan penataan ruang dan
pengelolaan lahan sehingga konsep kebijakan mempunyai dasar hukum yang
kuat.
c.
Pilihan
Kebijakan
Bersama-sama dengan Tim teknis, masyarakat dan LSM,
konsultan perencana menyusun pilihan kebijakan yang sesuai dan dapat
diterapkan, berdasarkan kondisi dan
potensi alam, kondisi dan potensi sosial ekonomi masyarakat, kondisi politk,
hukum dan pertahanan keamanan, serta kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah berkembang saat ini. Selain itu harus sesuai pula dengan kehendak
dan kemampuan masyarakat di masing-masing
wilayah DTD. Yang tidak kalah penting harus dipertimbangkan pula
kesiapan lembaga pemerintah maupun non pemerintah baik di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Wonosobo maupun di luar Kabupaten Wonosobo yang terkait dengan segala
aktivitas yang akan dilakukan di dalam pengolahan lahan pertanian DTD.
d.
Kajian Dampak
Sebagai upaya untuk menghindari terjadinya dampak
buruk pada lingkungan, sosial dan ekonomi, maka pilihan kebijakan pengelolaan
harus melalui kajian dampak. Kajian dampak harus dilakukan secara komprehensif
berkaitan dengan bentuk kegiatan yang akan dilakukan, sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan dalam AMDAL. Kajian dampak ini harus dilakukan oleh tim
penyusun AMDAL agar menghasilkan dokumen AMDAL yang dapat memberikan gambaran
tentang dampak besar dan penting, baik itu dampak sosial, ekonomi maupun
lingkungan yang mungkin terjadi dan upaya untuk pengelolaannya.
e.
Pengambilan
keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama anatara
pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh tim teknis, masyarakat yang
diwakili oleh kelompok-kelompok tertentu, serta LSM (lingkungan, pemberdayaan).
Tentunya pengambilan keputusan dilakukan setelah kajian dampak terhadap pilihan
kebijakan menunjukkan bahwa kegiatan tersebut layak dan memenuhi syarat untuk
dilaksankan baik dari segi teknis, ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Berdasarkan permasalahan, tujuan, analisis kondisi
internal dan eksternal, identifikasi alternatif kebijakan, pilihan kebijakan
dan kajian dampak yang telah dilakukan maka pengelolaan lahan DTD sebaiknya
diarahkan pada upaya peningkatan angka tutupan lahan dengan tanaman keras
disertai pula dengan pengembangan tanaman alternatif yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan sesuai dengan kondisi wilayah seperti tanaman hias, tanaman
buah, tanaman obat dan tanaman khas DTD (Carica, Purwaceng, Terong Belanda,
Kacang Dieng) yang dilakukan dengan teknik budidaya yang tepat.
Pengembangan usaha peternakan yang sesuai dan dapat
dikembangkan di DTD, seperti misalnya domba ”Dombos” yaitu Domba Asli Wonosobo
yang merupakan domba keturunan jenis Texel
(dari Amerika) tetapi sudah berkembang di wilayah tersebut sejak tahun
1950 an dan
hanya dapat hidup
di daerah dengan ketinggian >1.500.
Untuk
mendukung usaha peternakan ini dilakukan budidaya rumput pakan ternak yang
dapat dilakukan bersama-sama dengan usaha budidaya tanaman lainnya. Rumput ini
juga dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi karena dapat di tanam sebagai
pengaman teras atau ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lainnya. Pengembangan
tanaman kehutanan sebagai upaya rehabilitasi lahan, disertai dengan
pengembangan tanaman hortikultura, yang dapat mendukung pariwisata di wilayah
tersebut sebagai wisata agroforestry.
Apabila hal ini dapat dikembangkan maka dapat mengurangi ketergantungan masyarakat
terhadap tanaman kentang.
Penjaminan pasar bagi hasil budidaya, dengan
melakukan koordinasi antar sektor. Peran lembaga yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan off farm harus
benar-benar dilakukan, sehingga antara permintaan dan penawaran minimal dalam
titik keseimbangan, sehingga mekanisme
pasar dapat dikendalikan bagi keberlanjutan usaha.
Pelibatan masyarakat untuk menentukan jenis tanaman,
lokasi dan bentuk kegiatan pengelolaan yang disesuaikan dengan kondisi,
potensi, permasalahan, kemampuan dan kemauan serta karakteristik sosial ekonomi
budaya masyarakat. Karena pelaku utama
pengelolaan adalah masyarakat sehingga peran serta masyarakat dari mulai
perencanaan, implementasi dan evaluasi mutlak harus ada, sehingga benar-benar merupakan
upaya pengelolaan lahan DTD yang terintegrasi dan partisipatif. Kemudian penegakan
hukum bagi pelaku pelanggaran.
Diharapkan langkah-langkah tersebut bisa membuat
tujuan tercapai dan mampu dilaksanakan dengan baik secara intensif dan
berkelanjutan, guna memperbaiki keadaan lingkungan pertanian di DTD. Penerapan
metode pengawetan tanah dan air mampu memberikan manfaat dalam jangka waktu
dekat dan panjang. Sebab dilihat dari potensi-potensinya, efek yang diberikan dapat
meluas ke dalam bidang peternakan.
III. KESIMPULAN
Kondisi terkini Dataran Tinggi
Dieng, mengalami penurunan tingkat kualitas lahan, kondisi tersebut semakin
diperparah karena pelaku-pelaku yang bersinggungan langsung dengan kawasan DTD
tidak mengindahkan kaedah konservasi lingkungan serta kurangnya pengawasan,
selain itu pengolahan lingkungan di DTD masih sangat minim dan mahal. Karena
kondisi tersebut menyebabkan para pelaku tidak bisa menjangkau akses atau alat
bantu pengolahan, maka diperlukan gagasan yang memiliki potensi untuk
memperbaiki keadaan saat ini.
Gagasan tersebut berupa pengetahuan dan penerapan
teknologi serta menggunakan langkah-langkah sosial untuk membantu gagasan agar dapat
diimplementasikan. Dengan memanfaatkan pola tanam yang ekonomis diharapkan
petani dapat memperolehnya dengan baik, sebab keberadaan sumberdaya tersebut
nyatanya mudah diperoleh. Gagasan berikutnya menggunakan metode pengawetan
tanah dan air yang efektif ternyata dapat memperbaiki keadaan lingkungan dalam
waktu dekat seperti mengurangi erosi, mengurangi run off, meminimalisir volume sedimen dan mempertahankan kesuburan
tanah.
Teknik pengimplementasian
yang diberikan tidak luput dari aspek sosial yang diberikan, sebab salah satu
sifat dari aspek sosial adalah bersifat persuasif, ajakan tersebut dapat
membawa para stake holder agar melakukan
kegiatan dan menerapkan gagasan dengan memberikan langkah-langkah pencapaian
seperti: Perumusan masalah, penetapan tujuan, analisis kondisi, identifikasi
alternatif kebijakan, pilihan kebijakan, kajian dampak dan pengambilan
keputusan.
Hasil yang diperoleh dari
pengaplikasian gagasan dapat memengaruhi keberadaan lingkungan dengan
mengurangi efek buruk berupa penekanan laju erosi, hasil pertanian yang
diperoleh bermacam-macam, dalam jangka panjang pengaruh pengawetan tanah dan
air akan menstimulasi keadaan ekonomi, keberadaan ternak dan keanekaragaman
hayati lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.
Rhineka Cipta. Jakarta.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah
dan Air. IPB Press. Bogor.
Haryati,
U,. dan Undang Kurnia. 2001. Pengaruh teknik Konservasi terhadap erosi dan
hasil kentang (Solenum tuberosum) pada
lahan budidaya sayuran di Dataran Tinggi Dieng. Hlm. 439-460 dalam Prosiding Seminar Nasional
Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk. Cipayung-Bogor,
31 Oktober-2 November 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor. Buku II.
Khadiyanto,
P. 2005. Tata Ruang Berbasis Pada Kesesuaian Lahan. Edisi
Pertama. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Kompas.
18 Maret 2006. Kawasan Lindung Dieng Rusak. www.kompas.com.
Kompas. 7 Juni 2013. Buah Simalakama Dieng Bernama Kentang. www.kompas.com.
Moleong.
LJ. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi 16. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Nurlambang,
T. 2006. Pendekatan Tinjauan Sosial Ekonomi Dalam Kajian
Kerusakan lahan/Tanah. www.
geografianan.com.
Pakpahan,
A., dan N. Syafaat, 1991. Hubungan Konservasi Tanah dan Air dengan Komoditas
Yang diusahakan, Struktur Pendapatan Serta karakteristik Rumah Tangga (Kasus
DAS Cimanuk dan Citanduy). Jurnal Agro Ekonomi. 1(1): 1-15
Peraturan
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Wonosobo nomor 1 tahun 2004 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Rahim,
SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Edisi ke dua.
Bumi Aksara. Jakarta.
Soleh,
M. dkk. Pengembangan Model Usaha Tani Konservasi Kentang dan Kobis
Secara Partisipatif di Lahan
Kering Dataran Tinggi. www.worldoforestry.com
Suara
Merdeka. 30 Agustus 2005. Sebuah Pelajaran Berharga dari Dieng.
www.suaramerdeka.com.
Suara Merdeka.19 Juni 2006. Dilema
Menanam Kentang. www.suaramerdeka.com.
Subarsono,
AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Edisi ke dua. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Sularso, K.E.,2009. Produktivitas
Pendapatan Dan Risiko Usahatani Kentang Pada Berbagai Teknologi Konservasi Tipe
Teras Di Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Makalah Seminar
Disertasi. Program Pasca Sarjana, UGM, Jogjakarta. Unpublish.
Suripin.
2002. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.
Sutapraja,
H,. dan Ashandi. 1998. Pengaruh arah guludan, mulsa, dan tumpang sari terhadap
pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di Dataran Tinggi Batur. Jurnal
Hortikultura 8 (1): 1.006-1.013.
Verbist, B., Putra, AE.,
Budidarsono, S. 2004. Penyebab Alih Guna Lahan dan Akibatnya Terhadap Fungsi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Pada Lansekap Agroforestri Berbasis Kopi di
Sumatera. www.agroforestry.org.
Wildan. 2004. Harga Rendah Jadi Ancaman. Suara Merdeka (On-line),
http://www.suaramerdeka.com/harian/nas21.htm. (Diakses 27 Februari 2005).