CONTOH KARYA TULIS ILMIAH - Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Masjid Terintegrasi Menuju Indonesia Madani
KARYA TULIS ILMIAH
IMES (Integrated
Mosque Economic System):
Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Masjid Terintegrasi Menuju Indonesia Madani
Oleh :
Arifin Budi Purnomo
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASEAN Economic
Community (AEC) adalah upaya menciptakan integrasi ekonomi regional kawasan
ASEAN yang stabil, dan berdaya saing tinggi melalui pembangunan ekonomi yang
merata. Kesepakatan
pelaksanaan AEC yang diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN memiliki total jumlah
penduduk mencapai 600 juta jiwa. Imaroh, (2014) menyebutkan bahwa sekitar 43%
total jumlah penduduk di kawasan Asia Tengara tersebut adalah penduduk
Indonesia. Kondisi yang tidak dapat dipungkiri manakala Indonesia sebagai negara
terbesar di kawasan ASEAN adalah menjadikan Indonesia menjadi sasaran utama
arus ekonomi kawasan tersebut. Namun disisi lain juga menjadikan peluang
tersendiri bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin pasar ekonomi di negara ASEAN
lainnya.
Indonesia memiliki sumberdaya yang melimpah menjadikan potensi sendiri yang
harus dioptimalkan dalam rangka mempersiapkan menghadapi persaingan AEC. Persiapan
ini tidak hanya terbatas mewujudkan suatu pasar tunggal yang terintegrasi, melainkan
juga upaya memperkuat daya saing ekonomi masyarakat Indonesia. Beberapa upaya
yang diwujudkan dalam memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di kawasan ASEAN
adalah dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya pedesaan melalui pengembangan
usaha-usaha mikro maupun usaha-usaha kecil. Pengembangan ini dapat berlangsung
melalui upaya pemberdayaan masyarakat desa melalui pengoptimalan potensi yang
ada.
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk terbesar di
dunia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam menjadikan potensi utama yang
perlu dioptimalkan. Sensus penduduk tahun 2010
menunjukkan bahwa penduduk muslim di Indonesia sebesar 85,2 persen dari total
penduduk yang ada atau sekitar 238 juta jiwa. Besarnya penduduk muslim tersebut
membawa sebuah potensi yang terkandung yakni potensi keberadaan masjid dan
musala yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Tabel 1. Data
Jumlah Masjid dan Musala di Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun Survei
|
Jumlah Masjid dan Musala
|
2009
|
409.402
|
2010
|
419.273
|
2011
|
709.646
|
2012
|
720.292
|
2013
|
731.096
|
Sumber: Data Kementerian Agama tahun 2013
Data Kemenag RI tahun 2013 di atas menyebutkan bahwa setidaknya
terdapat lebih dari 730 ribu jumlah masjid dan musala yang tersebar di berbagai
penjuru Nusantara. Apabila keberadaan masjid dan musala
difungsikan sebagaimana mestinya, seperti pada zaman Rasulullah SAW, tentu saja hal tersebut dapat dijadikan sebuah solusi konkret dalam upaya menghadapi AEC yang sudah di depan mata. Pada masa
Rasulullah SAW masjid selain dipergunakan untuk
keperluan salat, zikir dan ibadah, masjid juga dipergunakan untuk
kepentingan sosial ekonomi
kemasyarakatan. Kondisi ini yang seharusnya menjadi acuan pengoptimalan fungsi masjid
dalam kehidupan masyarakat.
Namun mayoritas yang ditemui adalah masjid sebagai salah satu lembaga yang sangat potensial justru keadaanya sepi dari
aktivitas yang produktif. Riset Kementerian Agama dalam Roziqi (2013) menemukan
kondisi yang sangat memprihatinkan bahwa sebesar 89,9 persen dari total tempat
ibadah tersebut sepi dari kegiatan optimalisasi fungsi masjid baik dari kegiatan
ibadah maupun kegiatan sosial ekonomi masyarakatnya.
Salah satu faktor dari berbagai permasalahan di atas
adalah dari segi sistem pengeloloaan masjid yang belum optimal. Pengelolaan
masjid yang mayoritas ditemui saat ini adalah masjid yang hanya memandang
fungsinya sebagai tempat ibadah tanpa adanya sebuah terobosan baru menangkap
peluang dan tantangan untuk menghadapi AEC. Selain itu stuktur oganisasi kemasjidan yang terbentuk seringkali hanya sebagai pajangan,
serta minim upaya realisasi. Fauziah (2008) mengatakan bahwa hal yang
seringkali menjadi penyebab permasalahan tersebut adalah masih rendahnya
kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola masjid, dan problem regenerasi SDM
yang dimiliki. Sehingga potensi masjid seperti kegiatan pemberdayaan masyarakat,
pemderdayaan ekonomi rakyat melalui distribusi dana zakat dan wakaf sama sekali
belum teroptimalkan.
Berangkat dari permasalahan tersebut,
diperlukan usaha membentuk sistem masjid terintegrasi dalam pengoptimalan
pemberdayaan ekonomi mayarakat atau disebut Integrated
Mosque Economic System (IMES). Sistem masjid yang dimaksud adalah sistem
masjid yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam menjalankan fungsi
masjid sebagai pemberdaya masyarakat melalui pengembangan ekonomi umat. Upaya
penerapan sistem inilah yang diharapkan mampu memaksimalkan fungsi masjid
sebagai tempat penguatan kegiatan ekonomi masyarakat yang bersatu dan
bersinergi dalam menghadapi AEC 2015.
II.
GAGASAN
- Kondisi
Kekinian Pencetus Gagasan
Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk muslim di Indonesia mencapai 85,2
persen dari total penduduk yang ada atau sekitar 238 juta jiwa. Kondisi
tersebut sebanding dengan keberadaan masjid dan musala yang ada yakni sumber data
Kemenag RI tahun 2011 menyebutkan setidaknya terdapat lebih dari 730 ribu
jumlah masjid dan musala yang tersebar di penjuru Nusantara.
Sejauh ini masjid sebagai
salah satu lembaga yang potensial justru kondisinya sepi dari aktivitas yang produktif. Riset
Kementerian Agama dalam Roziqi (2013) menemukan kondisi yang sangat
memprihatinkan bahwa sebesar 89,9 persen dari total tempat ibadah tersebut sepi
dari kegiatan optimalisasi fungsi masjid baik dari kegiatan ibadah maupun kegiatan
sosial masyarakatnya.
Di sisi lain upaya yang dilakukan oleh pemerintah
khususnya Kementrian Agama dalam mengoptimalkan fungsi masjid masih dirasa
begitu lemah. Kelemahan yang sering terjadi adalah kurangnya
komunikasi dan koordinasi antara
lembaga takmir masjid dengan Kemenag, DMI, hingga
Pemerintah Daerah. Bahkan sosialisasi keberadaan DMI selaku dewan yang khusus mengurus
kepentingan masjid di Indonesia saja ternyata masih dirasa kurang mensosialisasikan
keberadanaanya. (Roziqi, 2013)
- Seberapa
Jauh Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Dapat Diperbaiki
Solusi yang ditawarkan adalah
membangun sistem masjid yang terintegrasi dalam melakukan pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Sistem ini dapat terwujud melalui penguatan sistem internal masjid
yang diikuti pelebaran sistem eksternal masjid melalui pemberdayaan masjid lain
serta pemberdayaan masyarakat.
Bagan
1. Alur Penguatan Sistem Internal dan Sistem Eksternal Masjid Besar dalam Pelaksanaan
Integrated Mosque Economic System
Penerapan Integrated
Mosque Economic System (IMES) diawali
dengan membentuk struktur internal organisasi masjid besar (masjid ekonomi
tinggi) dengan membentuk unit-unit pemakmuran. Pembentukan unit ini menggunakan
pendanaan swadaya keuangan masjid itu sendiri yang dimanajemen melalui unit
ekonomi. Sedangkan unit pengembangan
1.
Unit Ekonomi: Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah (LAZIS), Baitul
Maal wal Tamil (BMT), Badan Usaha Milik Masjid (BUMM)
Unit
ekonomi secara struktural dibawah naungan takmir masjid memiliki kewenangan mengelola
seluruh keuangan masjid yakni:
a.
Lembaga Amil
Zakat Infaq Shadaqah (LAZIS): merupakan unit masjid yang secara khusus memiliki
fungsi untuk mengelola dana zakat, infak, sodakoh maupun wakaf dan
penyalurannya kepada pihak yang berhak menerima. Dana LAZIS selain disalurkan
secara langsung pada pihak penerima akan tetapi juga disalurkan dalam bentuk
pengembangan usaha kecil mulai dari usaha ternak, pertanian serta usaha kecil
seperti ruko atau warung kelontong. Penggunaan dana LAZIZ juga dapat digunakan
dalam acara pelatihan ketrampilan yang diwadahi oleh Unit Pelatihan Ketrampilan
Masjid.
b.
Baitul Maal
wal Tamil (BMT): merupakan unit masjid yang memegang peranan sebagai lembaga
keuangan dengan sistem syariah yang memenuhi kebutuhan jama’ah masjid melalui
simpan, maupun pinjam. Selain itu BMT juga memegang peran dalam pendirian BUMM
sebagai bentuk pengembangan usaha yang dimiliki oleh masjid ataupun jamaah.
c.
Badan Usaha
Milik Masjid (BUMM): merupakan unit yang memegang peranan dalam mengembangan
keuangan masjid melalui usaha-usaha ekonomi seperti ruko, dan minimarket. Dari
sisi sistem internal masjid, BUMM menjadi komponen pemasukan keuangan masjid
namun dalam sistem eksternal dapat dijadikan lembaga kerjasama antara
masyarakat dengan BUMM. Bentuk keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk
keperluan internal BUMM maupun keperluan masjid.
2.
Unit Pengembangan: Mosque Training
Center (MTC) dan Unit Pelatihan Keterampilan
Masjid (UPKM).
a.
Mosque Training Center (MTC): merupakan unit pengembangan yang memegang peran
sebagai fasilitator pelatihan manajemen bagi pengurus takmir atau jama’ah masjid
dalam hal pengelolaan masjud. Program ini juga dapat dilakukan sebagai upaya
kaderisasi guna mempersiapkan generasi pengurus masjid yang nantinya dibutuhkan
untuk menerapkan program Integrated
Mosque Economic System.
b.
Unit
Pelatihan Keterampilan Masjid (UPKM): merupakan unit masjid yang berfungsi
sebagai pusat pelatihan keterampilan usaha. UPKM menyiapkan masyarakat untuk
bersaing di dunia kerja maupun usaha mandiri serta penguatan sektor mikro dalam
rangka menghadapi AEC.
Langkah
selanjutnya setelah sistem internal masjid besar berjalan baik adalah
menerapkan sistem eksternal melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berada
di lingkungan masjid kecil (masjid dengan kemampuan ekonomi rendah). Keperluan
dana dalam pembinaan ini berasal dari Kemenag dan DMI yang telah disepakati
melalui Pertemuan Akbar bersama masjid-masjid besar. Upaya pemberdayaan yang
dimaksud meliputi:
1.
Bina
Peternakan, Perikanan dan Pertanian (Biperta)
Tidak
dipungkiri Indonesia memiliki potensi dibidang sumber daya melimpah. Program
Biperta ini merupakan langkah untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Program
ini dikhususkan bagi para peternak dan petani (perorangan atau kelompok)
ekonomi lemah. Tahapannya sebagai berikut:
a.
Tahap
Pemberian Modal
Tahapan
ini para petani dan peternak yang telah direkomendasikan oleh masjid kecil
diberikan bantuan d hibah modal untuk mengembangkan usaha tani mereka. Penerima
diberikan kewajiban untuk memberikan laporan perkembangan usaha secara berkala
untuk mencegah penyalahgunaan dana. Modal yang diberikan maksimal 5 juta untuk
perorangan dan 40 juta untuk kelompok usaha tani.
b.
Tahap Pendampingan
Pada
tahapan ini petani didampingi oleh para pelaku usaha tani yang telah
berpengalaman di bidangnya untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman berusaha
tani. Para pendamping ini berasal dari tenaga penyuluh pertanian daerah
setempat yang telah bekerjasama dengan pihak masjid. Sehingga kendala-kendala
produksi yang ditemui para petani dapat terselesaikan dengan adanya
penyuluhan-penyuluhan.
c.
Tahap
Kerjasama Pasar
Pada
tahapan ini hasil panen dari produk peternakan, perikanan dan pertanian dapat
dipasarkan melalui kerjasama dengan BUMM seperti ruko dan minimarket milik
masjid. Sehingga para petani tidak lagi khawatir menjual hasil panen mereka dan
mengurangi resiko kerugian dari hasil usaha tani yang telah dilakukan.
2.
Bina Usaha Mikro
(Binumi)
Sektor
usaha mikro menjadi sektor penting dalam penguatan ekonomi masyarakat
Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor mikro merupakan sektor paling banyak
pelaku usahanya. Sehingga adanya sektor mikro yang kuat akan mampu memberi efek
bagi berlangsungnya AEC 2015. Dalam hal ini masjid menangkap potensi sektor
usaha mikro melalui program pengembangan atau pembinaan usaha mikro bagi
masyarakat. Pembinaan yang dimaksud adalah memberikan dorongan bagi masyarakat
untuk membuka usaha mikro. Peran masjid dalam hal ini adalah sebagai berikut:
a.
Memberikan
motivasi agar masyarakat mau berperan aktif dalam kegiatan perekonomian
khususnya di sektor usaha mikro.
b.
Membantu
masyarakat dalam menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan
(SWOT) kondisi lingkungan sekitarnya sebelum membuka usaha mikro.
c.
Memberikan
pelatihan berdasarkan bidang usaha yang sesuai dengan hasil analisis SWOT.
d.
Memberikan
bantuan hibah modal untuk merealisasikan usaha mikro.
Bantuan
modal seperti halnya bantuan Biperta dengan maksimal hibah 5 juta untuk
perorangan dan 40 juta untuk kelompok usaha. Para calon penerima hibah
merupakan wakil atau utusan yang telah direkomendasi pihak masjid kecil yang
berasal dari golongan ekonomi lemah.
e.
Memberikan
pendampingan usaha serta tawaran kerjasama pasar.
Penerapan
Integrated Mosque Economic System melalui
program pemberdayaan masyarakat berbasis masjid seperti program Bina
Peternakan, Perikanan dan Pertanian (Biperta) serta program Bina Ekonomi Mikro
(Binumi) akan memperkuat sektor perekonomian khususnya di pedesaan dan daerah
tertinggal. Dengan adanya ini masyarakat diharapkan akan lebih mandiri serta
tidak bergantung dari adanya persaingan AEC yang dikhawatirkan berdampak bagi
kesejahteraan perekonomian rakyak kecil.
- Pihak
yang Dipertimbangkan dalam Pelaksanaan IMES
Setelah unit-unit
kemandirian masjid terbentuk maka masjid harus bisa menjalin hubungan dengan
pihak luar dalam rangka kerjasama implementasi program. Pihak yang dimaksud
adalah Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Masjid Indonesia,
lembaga pendidikan dan/atau keterampilan, lembaga keuangan, lembaga kesehatan,
dan sebagainya. Beberapa
pihak yang dipertimbangkan untuk membantu mengimplementasikan IMES
adalah:
- Kementerian Agama
Merupakan lembaga pemerintahan yang mewadahi
segala kepentingan umat beragama dalam menjalankan peribadatannya di
masyarakat. Dalam hal ini peran Kementerian Agama khususnya Ditjen Islam
dibutuhkan sebagai stakeholder dalam regulasi
dan peraturan bagaimana pengembangan masjid di Indonesia dapat berjalan. Selain
fungsi regulasi, Kemenag bekerjasama dengan DMI memegang peran dalam melakukan
Pertemuan Akbar dan Pertemuan Berkala antar Masjid Besar.
- Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Dewan Masjid
Indonesia merupakan dewan yang khusus mengurus kepentingan masjid di Indonesia. Dalam hal ini DMI dibutuhkan sebagai lembaga
partner dalam pelaksanaan sosialisasi
IMES ke Masjid Besar. Selain itu fungsi DMI dalam merealisasikan gagasan ini adalah
sebagai lembaga kontrol serta pengawas penerapan sistem masjid terintegrasi dalam
pengembangan ekonomi.
- Masjid Besar
Masjid besar merupakan masjid yang memiliki
kemampuan ekonomi tinggi. Asumsi kemampuan ekonomi yang dimaksud adalah masjid
dengan kas minimal sebesar 50 juta beserta total aset minimal 100 juta. Biasanya
terletak di tingkat Kabupaten atau Kota. Di masjid besar inilah sistem
integrasi dimulai. Masjid besar memperkuat sistem internal melalui unit-unit
yang terintegrasi seperti unit ZISWAF, LAZIS, BMT, BUMM, MTC serta UPKM.
Selanjutnya manakala sistem internal tersebut sudah kuat maka langkah yang
dilakukan adalah menerapkan sistem eksternal melalui program Biperta dan Binumi
bagi masyarakat di sekitar masjid-masjid kecil yang tertinggal di tingkat
Kecamatan maupun Desa.
- Masjid Kecil
Masjid kecil adalah masjid dengan kemampuan
ekonomi kategori rendah dan biasanya terletak di daerah pedesaan atau
tertinggal. Masjid kecil ini adalah sasaran utama untuk dibina dan dibawahi Masjid
besar dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Peran Masjid
Kecil adalah sebagai lembaga yang mampu melihat dan memetakan potensi lingkungan
maupun masyarakat sekitarnya. Dengan terpetakan potensi yang ada, masyarakat
yang layak untuk diberdayakan ekonominya dapat diajukan untuk mendapat dana
hibah pengembangan usaha mikro maupun pertanian melaui progam Biperta dan Binumi
milik masjid besar.
- Instansi / Yayasan
Yayasan ataupun
instansi merupakan lembaga yang orientasinya bukan untuk mencari sebuah
keuntungan seperti halnya lembaga bisnis. Lembaga ini menjadi hal yang cukup
penting dalam penerapan Integrated Mosque
Economic System. Seringkali yayasan memiliki progam kerja pemberdayaan pemberdayaan
ekonomi masyarakat yang nantinya dapat dilakukan kerjasama. Selain itu beberapa
yayasan sosial juga menjadi bahan pertimbangan dalam hal pencarian dana atau
tempat para donatur bagi program-program pengembangan ekonomi yang diinisiasi
oleh lembaga masjid besar.
- Universitas / Lembaga Pendidikan Tinggi
Lembaga pendidikan tinggi memegang peranan dalam
hal pengembang SDM. Lembaga ini dapat berkontribusi dalam pelatihan ketrampilan
maupun pelatihan wirausaha melalui progam Unit Pelatihan Ketrampilan Masjid.
Sehingga teknologi terbarukan dalam dunia pengembangan usaha mikro masyarakat
dapat segera diterapkan di lapangan.
- Pemerintah Daerah
Seperti halnya dengan lembaga Kementerian Agama,
Pemerintah Daerah memegang peranan regulasi atau aturan yang dibutuhkan dalam
penerapan Integrated Mosque Economic System.
Keputusan Pemerintah Daerah dalam mencanangkan program penguataan ekonomi
masyarakat melalui usaha-usaha mikro menjadi sangat penting pengaruhnya untuk
memotivasi masyarakat untuk bersama-sama mensukseskan program ini dalam rangka
menghadapi persaingan AEC yang sudah sangat dekat.
- Langkah
Strategis Penerapan IMES
Bagan 2. Alur Langkah Strategis Penerapan Integrated Mosque Economic System
1.
Pengorganisasian
Masjid Besar
Banyak masjid-masjid besar di Indonesia, menurut catatan resmi
Kementerian Agama, sekitar 30 % dari tota masjid yang ada di Indonesia adalah
masjid besar (Sutardji, 2002).
Perkiraan potensi keuangan masjid besar di Indonesia manakala asumsi yang
digunakan adalah kas masjid besar minimal 50 juta rupiah dengan total masjid
besar sekitar 225 ribu masjid, maka kas yang ada sekitar 11,25 triliun rupiah. Namun kondisi yang ditemui adalah belum saling terhubung satu sama
lain. Sehingga setiap masjid berdiri sendiri dan cenderung tidak memahami
kebutuhan masjid lain hingga pada akhirnya terdapat kesenjangan antara masjid
besar sebagai masjid kaya dan masjid kecil sebagai masjid miskin.
Menanggapi itu, perlu kiranya peran Kementerian Agama mengajak
segenap masjid besar untuk bersama-sama membentuk jaringan, dan merealisasikan
peran masjid sebagai pusat pegembangan ekonomi masyarakat. Upaya yang dilakukan untuk mengintegrasikan
masjid adalah menginisiasi pertemuan besar antar masjid-masjd besar dan
DMI. Dalam hal ini Kemenag bersama DMI sebagai koordinator
masjid-masjid di Indonesia memetakan potensi dan kendala yang ada. Dalam
pertemuan itu pula Integrated Mosque Economic System disosialisasikan dan
dilakukan penanda tanganan atau MOU program sebagai
bentuk kesepakatan pengaplikasisan IMES sebagai bentuk pemberdayaan
ekonomi masyarakat melalui masjid yang terintegrasi.
2.
Penguatan Sistem
Internal Masjid Besar
Pada
tahap ini, Masjid besar mengawali dengan penguatan sistem internal masjid
dengan membentuk unit kemandirian masjid seperti ZISWAF, LAZIS, BMT, BUMM, MTC,
serta UPKM. Unit-unit inilah yang menjadi komponen penyokong kemandirian masjid
besar itu sendiri dan nantinya meluas melalui sistem eksternal pemberdayaan masjid
kecil. Penguatan internal ini merujuk pada peraturan dalam keputusan bersama di
Pertemuan Akbar bersama Kemenag dan DMI. Kesulitan maupun kendala dalam
penguatan internal masjid besar dapat dituangkan dalam Pertemuan Berkala antar masjid
besar untuk dicari solusinya.
3.
Pelaksanaan
Program Biperta dan Binumi di Lingkungan Masjid Kecil
Pada
tahap ini, peran lembaga pendidikan tinggi sangat diperlukan untuk melakukan
transfer informasi seputar teknologi aplikatif yang dapat diterapkan melalui
program Biperta dan Binumi. Teknologi tersebut diharapkan dapat memacu
masyarakat untuk terlibat aktif dalam penguatan ekonomi mikro dalam rangka
menghadapi AEC. Biperta dan Binumi akan berhasil manakala mampu melibatkan stakeholder Masjid besar, Masjid Kecil
serta dukungan lembaga pendidikan tinggi atau yayasan untuk sama-sama melakukan
program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pendanaan program ini dapat berasal
dari kerjasama masjid besar dengan lembaga pendidikan tinggi atau instansi
pemerintah setempat dan atau menggunakan anggaran Kemenag dan DMI.
4.
Monitoring
dan Evaluasi
Pelaksanaan IMES
Monitoring dan evaluasi ini
dilakukan sebagai bentuk kontrol tentang keberlangsungan sistem. Dari adanya
kontroling tersebut nantinya akan menjadi bahan dalam evaluasi dalam penerapan
IMES sehingga apa yang berlangsung dalam program dapat sesuai dengan apa yang
digagas demi persiapan menghadapi AEC 2015 dapat dicapai. Monitoring dan
evaluasi dilakukan dengan melibatkan Kemenag, DMI, serta perwakilan masjid
besar melalui Pertemuan Berkala yang dilakukan setiap 6 bulan sekali.
III.
KESIMPULAN
Integrated Mosque Economic System (IMES) merupakan sebuah konsep sistem masjid
terintegrasi sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam rangka
menghadapi AEC 2015. Sistem integrasi yang dimaksud adalah integrasi internal
dan integrasi eksternal antar masjid. Integrasi internal melingkupi sistem
internal masjid besar yang dibenahi melalui pendirian unit-unit kemandirian
masjid. Sedangkan untuk integrasi eksternal adalah integrasi antara masjid
besar dengan masjid kecil melalui Biperta dan Binumi sebagai bentuk
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan IMES adalah melalui beberapa
tahap: 1) pengorganisasian masjid besar; 2) penguatan sistem internal masjid
besar; 3) pelaksanaan program Biperta dan Binumi di lingkungan masjid kecil; serta 5) monitoring dan evaluasi pelaksanaan IMES.
Gagasan penerapan IMES diprediksi akan mampu
menjadi solusi dalam menghadapi AEC 2015 melalui penguatan sektor ekonomi mikro
yang terintegrasi. Sistem masjid terintegrasi dalam pemberdayaan ekonomi ini
akan menciptakan kualitas sumberdaya masyarakat ekonomi yang mandiri serta
tidak bergantung pada berjalannya kompetisi ekonomi ASEAN 2015. Dampak ataupun
manfaat dari gagasan ini adalah terciptanya suatu sistem ekonomi baru yang
bergerak secara terintegrasi atas dasar keberadaan masjid-masjid yang tersebar
di berbagai penjuru Indonesia. Sehingga diharapkan mampu menangkal
dampak-dampak negatif di bidang ekonomi kemasyarakatan dari adanya persaingan
AEC 2015 yang sebentar lagi akan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Data Kementrian
Agama Republik Indonesia tahun 2013
Fauziah, 2008. Pemberdayaan Umat melalui Manajemen Masjid
pada Masjid Raya Jakarta Islamic Centre. Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius. Vll (28), 115-135.
Gazalba,
S. 1989. Mesjid: Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta: Pustaka Antara
Imaroh, T.A. 2014. Pendidikan
Entrepreneurship Sebagai Strategi Peningkatan Daya Saing Bangsa Dalam
Menghadapi AEC. Seminar Nasional. Antisipasi Kebijakan Perpajakan dalam
Menghadapi ASEAN Economic Community 2015”
15 Febuari 2014 di Gedung Lemhanas Jakarta
Roziqi, 2013. Riset Kemenag 89,9 Persen Masjid Sepi
Kegiatan Keagamaan. Media Mimbar. Edisi
Januari 2013
Sutardji,
A. 2002. Visi, Misi dan Langkah
Straftegis PDMI dalam Pengelolaan Masjid. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Tim BPS, 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut. Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.