USULAN PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS TANAMAN BUAH DI KABUPATEN BANYUMAS
USULAN PENELITIAN
POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS TANAMAN BUAH DI
KABUPATEN BANYUMAS
Oleh:
Arifin Budi Purnomo
NIM A1C012025
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan
Penelitian
pada Pendidikan Strata
Satu Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
USULAN PENELITIAN
POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS TANAMAN BUAH DI
KABUPATEN BANYUMAS
Oleh:
Arifin Budi Purnomo
NIM A1C012025
Diterima dan disetujui
Tanggal:..........................
Pembimbing I,
Ir. SH. Suseno, S.U.
NIP. 19521213 198003 1 001
|
Pembimbing II,
Ir.
Sundari, M.P.
NIP. 19521216
198203 2 001
|
Mengetahui:
Wakil
Dekan Bidang Akademik,
Dr.
Ir. Heru Adi Djatmiko, M. P.
NIP
19601108 198601 1 001
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian
yang berjudul “Analisis
Sektor Potensial Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Tanaman Buah Guna Mendorong
Pembangunan Daerah di Kabupaten Banyumas“ dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Anisur Rosyad, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P.
selaku Wakil
Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman.
3.
Ir. SH. Suseno, S.U. selaku Dosen
Pembimbing I.
4.
Ir. Sundari, M.P. selaku Dosen Pembimbing II.
5.
Bapak dan ibu tercinta serta keluarga yang selalu memberikan doa
dan dorongan selama dalam penyusunan usulan penelitian ini.
6.
Seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun demikian
penulis berharap semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya.
Purwokerto,
Februari 2016
Penulis
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Paradigma
pembangunan nasional ke arah demokratisasi dan desentralisasi menumbuhkan
kesadaran yang luas tentang perlunya peran serta masyarakat dalam keseluruhan
proses pembangunan. Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mewujudkan tujuan
pembangunan nasional tersebut diantaranya ialah dengan peningkatan kehidupan
ekonomi melalui pembangunan pertanian. Upaya pembangunan ekonomi melalui
sektor pertanian dapat ditempuh dengan memperkuat pengembangan komoditas pertanian, kehutanan, perkebunan,
peternakan, maupun perikanan. Salah satu konsep dalam rangka penguatan
sektor tersebut adalah dengan mengoptimalkan sumber daya pedesaan melalui pemanfaatan
potensi lokal.
Salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam pembangunan suatu negara
adalah adanya ketimpangan antar wilayah. Sebuah hipotesis dari teori neoklasik menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu
negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Lebih lanjut pada hipotesis
neo-klasik dijelaskan bahwa pada permulaan proses pembangunan suatu negara,
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung mmeningkat. Proses ini akan
terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak hingga berangsur-angsur
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan menurun. Berdasarkan hipotesis ini
dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara-negara sedang
berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung tinggi,
sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah
(Sjafrizal, 2012).
Tujuan dari adanya kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya,
sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka
daripada pemerintah pusat. Karena beragamnya daerah otonom di Indonesia,
dibutuhkan adanya sistem yang mengatur agar ketimpangan daerah tidak semakin
lebar dan daerah yang kaya membantu daerah yang miskin (Kuncoro, 2004). Sistem
yang mengatur penyelesaian permasalahan ketimpangan antar daerah tersebut dapat
dirumuskan dalam sebuah rancangan pengembangan wilayah.
Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam sejarah pertanian Indonesia. Jenis tanaman hortikultura yang
dibudidayakan meliputi tanaman buah, sayur-sayuran, bunga hingga tanaman hias. Dalam hortikultura tanaman buah memiliki fungsi sebagai salah satu sumber vitamin dan mineral yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain
itu hortikultura tanaman buah merupakan salah satu
subsektor yang mendukung perekonomian nasional karena memiliki nilai ekonomi
tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Kondisi ini didukung oleh
potensi keragaman jenis, ketersediaan lahan dan
pengembangan teknologi budidaya yang cukup pesat. Tidak
dipungkiri negara
Indonesia dengan potensi sumber daya lahan dan
agroklimat yang beragam berpeluang untuk mengembangkan berbagai tanaman
hortikultura tropis, yang mencakup 323 jenis komoditas (Dirjen Hortikultura,
2012).
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro
untuk mengetahui peranan dan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan
nasional. Data PDB Pertanian Tanaman Bahan
Makanan terdiri dari pertanian hortikultura buah, pertanian hortikultura
sayuran dan pertanian tanaman bahan makanan lainnya (padi dan palawija). Sejauh
ini kontribusi pertanian hortikultura (buah dan Sayuran) pada PDB cenderung
meningkat. Tahun 2009 PDB pertanian hortikultura ditinjau dari rata-rata laju
pertumbuhan PDB, kelompok pertanian bahan makanan lainnya (padi dan palawija)
memberikan kontribusi sebesar 14,78 persen, diikuti oleh sayuran
sebesar 6,77 persen dan buah sebesar 5,63 persen. Hortikultura
buah pada
awalnya sebesar Rp 132,01 triliun meningkat menjadi Rp
153,69 triliun pada tahun 2014, dengan laju peningkatan sebesar 5,63 persen
sedangkan PDB pertanian hortikultura sayuran meningkat dari tahun 2009 sebesar
56,82 triliun menjadi 73,78 triliun dengan laju peningkatan sebesar 9,86
persen.
Banyumas merupakan salah
satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan potensi pertanian yang
menjanjikan. Kabupaten dengan total wilayah seluas
132.758 Ha atau sekitar 4,08% dari luas Propinsi Jawa Tengah (3.254 juta Ha)
ini terdiri dari 27 Kecamatan. Dari seluruh wilayahnya, yang merupakan lahan
sawah sekitar 32.266 Ha atau sekitar 24,30% dari total wilayah dimana sekitar
25.823 Ha merupakan sawah irigasi sedangkan 6.443 ha merupakan sawah tadah
hujan. Sedangkan yang 75,70 % atau sekitar 100.492 Ha adalah lahan bukan sawah dimana
61.598 ha merupakan lahan pertanian bukan sawah dan 38.894 ha lahan bukan
pertanian (BPS Kab. Banyumas 2014).
Disamping
itu Kabupaten Banyumas juga memiliki potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan
untuk kegiatan pertanian. Beberapa kecamatan tercatat telah memanfaatkan potensi
lahan seperti yang ditunjukan Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan
Menurut Kecamatan di Kab. Banyumas 2013
Kecamatan
|
Penggunaan Lahan (Ha)
|
|||
Sawah
|
Pertanian Bukan Sawah
|
Bukan Pertanian
|
||
1
|
Lumbir
|
1,045
|
5,258
|
3,963
|
2
|
Wangon
|
1,518
|
3,434
|
1,126
|
3
|
Jatilawang
|
1,636
|
2,291
|
889
|
4
|
Rawalo
|
1,385
|
1,749
|
1,83
|
5
|
Kebasen
|
918
|
2,383
|
2,098
|
6
|
Kemranjen
|
1,884
|
3,407
|
780
|
7
|
Sumpiuh
|
1,604
|
2,632
|
1,765
|
8
|
Tambak
|
1,72
|
3,041
|
442
|
9
|
Somagede
|
550
|
2,83
|
631
|
10
|
Kalibagor
|
964
|
2,097
|
512
|
11
|
Banyumas
|
558
|
1,673
|
1,578
|
12
|
Patikraja
|
1,434
|
1,345
|
1,543
|
13
|
Purwojati
|
1,005
|
1,354
|
1,427
|
14
|
Ajibarang
|
1,603
|
4,22
|
830
|
15
|
Gumelar
|
1,087
|
4,804
|
3,504
|
16
|
Pekuncen
|
1,808
|
6,278
|
1,184
|
17
|
Cilongok
|
1,974
|
4,044
|
4,516
|
18
|
Karanglewas
|
960
|
489
|
1,799
|
19
|
Kedungbanteng
|
1,278
|
3,971
|
773
|
20
|
Baturaden
|
942
|
580
|
3,031
|
21
|
Sumbang
|
2,13
|
1,696
|
1,516
|
22
|
Kembaran
|
1,771
|
473
|
348
|
23
|
Sokaraja
|
1,634
|
612
|
746
|
24
|
Purwokerto Selatan
|
215
|
382
|
778
|
25
|
Purwokerto Barat
|
208
|
20
|
512
|
26
|
Purwokerto Timur
|
142
|
6
|
694
|
27
|
Purwokerto Utara
|
293
|
529
|
79
|
|
Jumlah / Total
|
32,266
|
61,598
|
38,894
|
Sumber: BPS Kab.
Banyumas 2014
Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Banyumas baik untuk pertanian
sawah maupun bukan pertanian menunjukkan sebaran potensi yang dimiliki oleh
tiap-tiap daerah atau kecamatan. Potensi lain yang terkandung selain dari
pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan adalah pertanian tanaman
hortikultura. Kabupaten Banyumas memiliki potensi yang cukup menjanjikan di
bidang hortikultura buah seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Produksi
Komoditas Buah terbesar di Kabupaten Banyumas 2014
No
|
Komoditas
|
Produksi (tangkai/pohon/kg)
|
1
|
Pisang
|
146.155
|
2
|
Rambutan
|
45.043
|
3
|
Durian
|
18.901
|
4
|
Salak
|
18.305
|
5
|
Nangka
|
16.425
|
Sumber: Dinas Pertanian Kab.
Banyumas 2015
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Banyumas menyebutkan terdapat 22
jenis komoditas buah yang bermacam-macam. Untuk kategori 5 besar komoditas jika
dilihat dari total jumlah produksi dalam satu Kabupaten Banyumas yang terbesar
adalah komoditas pisang, rambutan, durian, salak dan nangka. Buah pisang
tersendiri bukan hanya dikenal masyarakat sekitar Kabupaten Banyumas, akan
tetapi sudah dipasarkan sampai ke berbagai kota seperti Solo, Bandung, dan
kawasan industri Jabodetabek. Berbagai komoditas buah di Kabupaten Banyumas
selain untuk kebutuhan konsumsi masyarakat juga digunakan sebagai bahan baku
industri makanan dan minuman. Potensi besar ini bisa menjadi pendorong
perekonomian daerah manakala dioptimalkan pengembanganya melalui pembangunan
basis komoditas berdasarkan wilayah.
Akan tetapi disisi lain, dari berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten
Banyumas masih terdapat suatu permasalahan ketimpangan akan belum meratanya
suatu pembangunan daerah. Data laporan dari Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat beberapa wilayah di Kabupaten Banyumas
yang masuk kategori rawan. SKPG sampai saat ini masih dirasakan
sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, dimana sebagian
aspek-aspek penanganan kerawanan pangan merupakan urusan yang harus
diselesaikan dalam rangka pembangunan daerah. Data laporan tahunan SKPG
tahun 2013 menyebutkan bahwa untuk kategori aspek ketersediaan pangan di
Kabupaten Banyumas ditunjukkan gambar pemetaan rawan pangan berikut.
Gambar 1. Pemetaan Wilayah Rawan Pangan Kab.
Banyumas 2013
Sumber: Laporan SKPG Bapeluh Banyumas 2014
Data pada gambar pemetaan wilayah rawan pangan Kabupaten Banyumas diatas
menunjukkan bahwa untuk kecamatan yang menunjukkan warna peta merah berarti
bahwa daerah tersebut masuk dalam kategori rawan pangan. Terdapat 3 daerah
utama atau 6 kecamatan yang masuk kategori rawan pangan. Kecamatan tersebut
meliputi Eks Kecamatan Purwokerto: (Purwokerto Utara; Purwokerto Selatan;
Perwokerto Barat; Purwokerto Timur), Kecamatan Purwojati, dan Kecamatan
Gumelar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan netto pangan serelia
per kapita per hari yang mana merupakan petunjuk kecukupan pangan pada satu
wilayah dinilai belum terpenuhi. Kondisi ini menunjukkan adanya sebuah
ketimpangan karena masih adanya daerah yang kondisi rawan pangan ditengah
mayoritas daerah lain dalam kategori sangat aman.
Dari keenam kecamatan diatas dapat dinilai bahwa untuk eks Kecamatan
Purwokerto masalah kecukupan pangan wilayah sejauh ini dipenuhi dari pasokan
kecamatan di sekitarnya (SKPG, 2013). Wilayah eks Kecamatan Purwokerto dinilai
merupakan wilayah kota dengan lahan pertanian yang sempit namun memiliki potensi
ekonomi yang besar sehingga tidak dikawatirkan akan masalah rawan pangan.
Justru itu, masih ada 2 kecamatan yang masuk kategori merah yakni Kecamatan
Purwojati dan Kecamatan Gumelar. Diliat dari data laporan SKPG 2013 bahwa nilai
kedua kecamatan tersebut adalah 931 nilai rasio ketersediaan untuk Kecamatan
Purwojati, dan 444 nilai rasio ketersediaan untuk Kecamatan Gumelar. Dari dua
nilai tersebut Kecamatan Gumelar sebenarnya merupakan wilayah paling rawan
pangan dibandingan dengan kecamatan lainya di Kabupaten Banyumas.
Permasalahan lain yang terjadi dalam pembangunan wilayah di Kabupaten
Banyumas adalah masih adanya ketimpangan sebaran kontribusi PRDB tiap-tiap
kecamatan. Data distribusi presentase perkiraan PDRB tiap kecamatan di
Kabupaten Banyumas ditunjukkan dalam data berikut.
Tabel 3. Distribusi
Presentase Perkiraan PDRB Tiap Kecamatan Atas Dasar Harga Berlaku di Kab.
Banyumas tahun 2012-2014
No
|
Kecamatan
|
ADH Berlaku
|
||
2012
|
2013
|
2014
|
||
1
|
Lumbir
|
2,16
|
2,16
|
2,14
|
2
|
Wangon
|
5,30
|
5,30
|
5,23
|
3
|
Jatilawang
|
3,47
|
3,47
|
3,43
|
4
|
Rawalo
|
2,50
|
2,48
|
2,43
|
5
|
Kabasen
|
2,04
|
2,05
|
2,04
|
6
|
Kemranjen
|
2,51
|
2,50
|
2,50
|
7
|
Sumpiuh
|
2,67
|
2,68
|
2,66
|
8
|
Tambak
|
2,00
|
2,01
|
2,00
|
9
|
Somagede
|
2,18
|
2,19
|
2,15
|
10
|
Kalibagor
|
2,99
|
2,98
|
2,94
|
11
|
Banyumas
|
3,42
|
3,43
|
3,37
|
12
|
Patikraja
|
2,34
|
2,34
|
2,29
|
13
|
Purwojati
|
2,04
|
2,04
|
2,01
|
14
|
Ajibarang
|
5,87
|
5,86
|
5,83
|
15
|
Gumelar
|
1,62
|
1,62
|
1,59
|
16
|
Pekuncen
|
2,66
|
2,67
|
2,61
|
17
|
Cilongok
|
6,27
|
6,26
|
6,20
|
18
|
Karanglewas
|
2,73
|
2,73
|
2,69
|
19
|
Kedungbanteng
|
2,48
|
2,48
|
2,43
|
20
|
Baturaden
|
2,88
|
2,87
|
2,84
|
21
|
Sumbang
|
2,95
|
2,95
|
2,91
|
22
|
Kembaran
|
3,57
|
3,58
|
3,53
|
23
|
Sokaraja
|
4,91
|
4,90
|
4,81
|
24
|
Pwt. Selatan
|
5,56
|
5,56
|
5,52
|
25
|
Pwt. Barat
|
6,31
|
6,32
|
5,69
|
26
|
Pwt. Timur
|
13,51
|
13,51
|
12,98
|
27
|
Pwt. Utara
|
3,06
|
3,06
|
5,17
|
|
Jumlah
|
414.613
|
1.552.902
|
18.351
|
Sumber: BPS Kab.
Banyumas 2014
Data distribusi PDRB tahun 2012 - 2014 Kabupaten Banyumas diatas menunjukkan
bahwa dari sejumlah 27 kecamatan terdapat perbedaan yang mencolok kontribusi
PDRB antara kecamatan satu dengan kecamatan lain. Salah satunya adalah Kecamatan
Gumelar yang menyumbang PDRB sebesar 1,62 % untuk tahun 2012 dan 2013 dan 1,59
% untuk tahun 2014. Di sisi lain kontribusi PDRB Kecamatan Purwokerto Timur
adalah sebesar 13,51 untuk
tahun 2012 dan 2013 dan 12,98 % untuk tahun 2014. Selain itu hanya Kecamatan
Purwokerto Timur lah yang mampau menembus kontribusi bagi PDRB diatas 10 %
sedangkan kecamatan-kecamatan yang lain kontribusi PDRB adalah rata-rata masih
dibawah angka 5 %. Perbedaan yang sangat mencolok ini merupakan sebuah indikasi
kurang berhasilnya program pembangunan wilayah di tiap-tiap kecamatan karena
ada kecamatan yang maju teteapi juga ada kecamatan yang tertinggal.
Berbagai permasalahan diatas, diperlukan analisis penelitian dalam rangka
mengembangkan potensi-potensi tersebut dan mengembangkan wilayah guna meningkatkan
pembangunan Kabupaten Banyumas. Maka dari itu berdasarkan berbagai uraian diatas perumusan masalah dalam
penelitian ini yakni :
1. Bagaimana
potensi wilayah kecamatan terhadap komoditas hortikultura buah (pisang,
rambutan, durian, salak dan nagka) di Kabupaten Banyumas ?
2.
Bagaimana pertumbuhan komoditas hortikultura
buah (pisang, rambutan, durian, salak dan nagka) dilihat dari nilai komponen pertumbuhan proporsional
(PP) dan nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW)?
3.
Kecamatan mana yang bisa dijadikan sebagai
sentra komoditas hortikultura buah (pisang, rambutan, durian, salak dan nagka) di
Kabupaten Banyumas ?
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis
potensi wilayah kecamatan terhadap komoditas hortikultura buah (pisang,
rambutan, durian, salak dan nagka) di Kabupaten Banyumas
2. Mengetahui
pertumbuhan komoditas hortikultura buah (pisang, rambutan, durian, salak dan
nagka) dilihat dari nilai komponen Pertumbuhan Proporsional
(PP) dan nilai komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
3. Menganalisis
kecamatan yang bisa dijadikan sebagai sentra komoditas hortikultura buah
(pisang, rambutan, durian, salak dan nagka) di Kabupaten Banyumas
C. Manfaat
Penelitian
Manfaat dari penelitian
ini adalah :
1.
Bagi masyarakat, sebagai acuan dalam menentukan komoditas
buah yang dibudidayakan sesuai dengan potensi wilayah yang memiliki daya saing.
2.
Bagi pemerintah, sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan pembangunan wilayah khususnya pemetaan dan penentuan
prioritas komoditas pertanian khususnya tanaman buah basis di Kabupaten
Banyumas.
3.
Bagi pembaca, sebagai bahan wacana mengenai informasi ilmiah tentang
potensi wilayah berbasis komoditas pertanian di berbagai
kecamatan di Kabupaten Banyumas.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Pelaksanaan otonomi daerah dengan berlakunya UU RI No. 32 tahun 2004
yang mengatur tentang otonomi daerah dan UU RI No. 33 tahun 2004 yang mengatur
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah maka sudah
jelas bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dengan prinsip otonomi seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini menitikberatkan pada tanggung
jawab pemerintah daerah akan kebijakan strategis yang tepat dalam pembangunan
wilayahnya. Dengan pelaksanaan otonomi daerah ini memungkinkan pemerintah
daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengatur dan mengembangkan
daerahnya sendiri.
Pelaksanaan pembangunan daerah yang baik, khususnya pada era otonomi
daerah, maka pemerintah daerah perlu mengetahui sektor-sektor potensial apa
saja yang dapat dikembangan secara optimal di tiap wilayah. Dengan harapan
sektor-sektor tersebut akan memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan
masyarakat, maupun dalam rangka mendukung pengembangan sektor perekonomian
secara keseluruhan. Pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan potensi daerah
apa yang dimiliki dalam pengambilan kebijakan pengambangan wilayah. Potensi pengembangan
wilayah di tiap daerah ini bisa dilihat dengan mengidentifikasi sektor
perekonomian mana yang produktif, potensial untuk dikembangkan, dan mempunyai
daya saing. Identifikasi ini penting dalam menentukan prioritas dalam
pengambilan kebijakan pembangunan.
Rustiadi dkk, (2011), menyebutkan bahwa pengembangan
wilayah merupakan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah,
mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik, maupun pertahanan dan
keamanan yang mempunyai cakupan keterkaitan antar kawasan. Salah satu tujuan
pengembangan wilayah adalah pemerataan kesejahteraan antar wilayah.
Kesejahteraan suatu wilayah dapat dilihat melalui tingkat pertumbuhan ekonomi
wilayahnya. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahanpendapatan masyarakat
secara keseluruhan yang terjadi diwilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai
tambah (added value) yang terjadi. (Tarigan, 2005).
Lebih lanjut Rustiadi dkk menjelaskan, sektor ekonomi
suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut
menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya
industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik
daerah maupun pasar luar daerah/wilayah. Sedangkan sektor non-basis adalah
sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri,
dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang.
Pemberdayaan potensi dan ciri khas daerah akan dapat berjalan jika
sektor-sektor ekonomi khususnya yang berpotensi menjadi unggulan (leading
sector) dapat dioptimalkan. Sektor-sektor ekonomi yang berpotensi menjadi
unggulan ini penting untuk menentukan skala prioritas pembangunan. Sektor yang
menjadi unggulan ini adalah sektor yang memiliki potensi yang lebih untuk
berkembang dibandingkan dengan sektor lainnya (Erika dan Mintarti, 2013).
Banyumas
merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan potensi pertanian
yang menjanjikan. Kabupaten dengan total wilayah seluas
132.758 Ha atau sekitar 4,08% dari luas Propinsi Jawa Tengah (3.254 juta Ha)
ini terdiri dari 27 Kecamatan. Dari seluruh wilayahnya, yang merupakan lahan
sawah sekitar 32.266 Ha atau sekitar 24,30% dari total wilayah dimana sekitar
25.823 Ha merupakan sawah irigasi sedangkan 6.443 ha merupakan sawah tadah
hujan. Sedangkan yang 75,70 % atau sekitar 100.492 Ha adalah lahan bukan sawah dimana
61.598 ha merupakan lahan pertanian bukan sawah dan 38.894 ha lahan bukan
pertanian (BPS Kab. Banyumas 2014).
Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Banyumas baik untuk pertanian
sawah maupun bukan pertanian menunjukkan sebaran potensi yang dimiliki oleh
tiap-tiap daerah atau kecamatan. Potensi lain yang terkandung selain dari
pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan adalah pertanian tanaman
hortikultura. Hortikultura sendiri masih dibagi menjadi hortikultura buah dan
sayuran. Kabupaten Banyumas memiliki potensi yang cukup menjajikan di bidang
hortikultura buah seperti yang ditampilkan dalam tabel produksi komoditas buah
terbesar di Kabupaten Banyumas tahun 2014 berikut.
Tabel 4. Produksi Komoditas Buah terbesar
di Kabupaten Banyumas 2014
No
|
Komoditas
|
Produksi (tangkai/pohon/kg)
|
1
|
Pisang
|
146.155
|
2
|
Rambutan
|
45.043
|
3
|
Durian
|
18.901
|
4
|
Salak
|
18.305
|
5
|
Nangka
|
16.425
|
Sumber: Dinas Pertanian
Kab. Banyumas 2015
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten
Banyumas menyebutkan terdapat 22 jenis komoditas buah yang bermacam-macam.
Untuk kategori 5 besar komoditas jika dilihat dari total jumlah produksi dalam
satu Kabupaten Banyumas yang terbesar adalah komoditas pisang, rambutan,
durian, salak dan nangka. Buah pisang tersendiri bukan hanya dikenal masyarakat
sekitar Kabupaten Banyumas, akan tetapi sudah dipasarkan sampai ke berbagai
kota seperti Solo, Bandung, dan kawasan industri Jabodetabek. Berbagai
komoditas buah di Kabupaten Banyumas selain untuk kebutuhan konsumsi masyarakat
juga digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Potensi besar
ini bisa menjadi pendorong perekonomian daerah manakala dioptimalkan
pengembanganya melalui pembangunan basis komoditas berdasarkan wilayah.
Akan tetapi disisi lain, dari berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten
Banyumas masih terdapat suatu permasalahan ketimpangan akan belum meratanya
suatu pembangunan daerah. Data laporan dari Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat beberapa wilayah di Kabupaten Banyumas
yang masuk kategori rawan. Data laporan SKPG tahun 2013 menunjukkan bahwa
terdapat 3 daerah utama atau 6 kecamatan yang masuk kategori rawan pangan.
Kecamatan tersebut meliputi Eks Kecamatan Purwokerto: (Purwokerto Utara;
Purwokerto Selatan; Perwokerto Barat; Purwokerto Timur), Kecamatan Purwojati,
dan Kecamatan Gumelar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan netto
pangan serelia per kapita per hari yang mana merupakan petunjuk kecukupan
pangan pada satu wilayah dinilai belum terpenuhi.
Data distribusi PDRB tahun 2012 - 2014 Kabupaten Banyumas diatas
menunjukkan bahwa dari sejumlah 27 kecamatan terdapat perbedaan yang mencolok
kontribusi PDRB antara kecamatan satu dengan kecamatan lain. Salah satunya adalah
Kecamatan Gumelar yang menyumbang PDRB sebesar 1,62 % untuk tahun 2012 dan 2013
dan 1,59 % untuk tahun 2014. Di sisi lain kontribusi PDRB Kecamatan Purwokerto
Timur adalah sebesar 13,51 untuk
tahun 2012 dan 2013 dan 12,98 % untuk tahun 2014. Selain itu hanya Kecamatan
Purwokerto Timur lah yang mampau menembus kontribusi bagi PDRB diatas 10 %
sedangkan kecamatan-kecamatan yang lain kontribusi PDRB adalah rata-rata masih
dibawah angka 5 %. Perbedaan yang sangat mencolok ini merupakan sebuah indikasi
kurang berhasilnya program pembangunan wilayah di tiap-tiap kecamatan karena
ada kecamatan yang maju teteapi juga ada kecamatan yang tertinggal.
Berbagai permasalahan diatas, baik adanya ketimpangan daerah mengenai
kondisi keamanan pangan dan perbedaan sebaran PDRB yang mencolok perlu adanya
penanganan pembangunan berkelanjutan. Dengan itu diperlukan analisis penelitian
dalam rangka mengembangkan potensi seperti hortikultura buah terumata 5
komoditas buah terbesar (pisang, rambutan, durian, nagka dan salak). Penentuan
basis komoditas buah di wilayah kecamatan ini dapat dianalisis dengan
menggunakan analisis Location
Quotient (LQ). Selanjutanya dianalisis dengan Analisis Shift Share serta penentuan prioritas pengembangan ke lima komoditas
tersebut. Penentuan prioritas pengembangan wilayah diharapkan dapat menjadi
bahan masukan pembangunan derah di Kab. Banyumas dan diharapkan mampu menjadikan
masyarakat khususnya petani kecil lebih sejahtera.
Secara ringkas
garis besar penjelasan diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
I. METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini melingkup berbagai kecamatan di Kabupaten Banyumas berdasarkan
data komoditas tanaman buah. Pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama
kurang lebih empat bulan dan dimulai setelah usulan penelitian ini disetujui.
B.
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah data mengenai
komoditas pertanian khususnya tanaman buah dari tahun 2011 hingga 2015 yang ada di berbagai
kecamatan di Kabupaten Banyumas. Data diperoleh dari Dinas
Pertanian Kabupaten Banyumas dan Badan Pusat Stastistik Kabupaten Banyumas
(BPS).
C.
Rancangan Penelitian
Rancangan
penelitian
ini adalah dilaksanakan di
Kabupaten Banyumas yang dipilih secara purposive
atau sengaja. Metode purposive merupakan
metode yang bersifat tidak acak dan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu
(Singarimbun dan Efendi, 1981). Pertimbangan dipilihnya Kabupaten Banyumas
adalah karena pertimbangan domisili peneliti berada di wilayah tersebut.
D.
Metode Pengambilan Data dan Jenis Data
1.
Jenis Data
a. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung
terlibat, seperti: dokumen data yang berasal dari lembaga, instansi atau dinas serta
pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
2.
Metode Pengambilan Data
a. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya jawab
dengan sumber penyedia data. Dalam hal ini penulis mengadakan tanya jawab kepada pengurus atau petugas
lembaga seperti dinas, serta instansi pemerintah yang berkaitan dengan
penelitian.
b.
Observasi
Kegiatan ini dilakukan
dengan mengadakan peninjauan langsung ke lapangan di dengan maksud untuk
mengetahui keadaan yang ada sebenarnya.
c.
Studi Pustaka
Merupakan
pengumpulan data dengan mempelajari hasil-hasil penelitian, literatur, internet
serta sumber lain yang relevan dengan penelitian. Dalam menggunakan metode
studi pustaka, penulis tetap mencantumkan sumber data yang diambil
E.
Variabel Penelitian dan Pengukuran
Variabel dan pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Jumlah Sebaran Komoditas
Jumlah
sebaran komoditas yaitu seberapa besar sebaran komoditas tanaman buah yang ada di
tiap-tiap wilayah kecamatan di Kabupaten Bayumas.
2.
Jumlah Produksi
Jumlah
produksi merupakan banyaknya produksi tanaman
buah yang dihasilkan oleh tiap-tiap wilayah yang ada di
Kabupaten Banyumas. Variabel ini dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).
3.
Produktivitas
Produktivitas
yaitu banyaknya hasil panen tanaman buah yang ada di Kabupaten Banyumas dinyatakan dalam satuan hektare per
kilogram (Ha/Kg).
4.
Location Quotient (LQ)
Location Quotient yaitu
kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas tertentu dibanding dengan
daerah lain yang merupakan penghasil komoditas yang sama.
5.
Pertumbuhan Regional (PR)
Pertumbuhan
regional merupakan pertumbuhan suatu komoditas tanaman buah yang
mana diukur secara agregat di tingkat kabupaten Banyumas.
6.
Pertumbuhan Proporsional (PP)
Merupakan pertumbuhan nilai produksi suatu
komoditas pertanian dibandingkan dengan komoditas pertanian lain di Kabupaten
Banyumas yang disebabkan oleh faktor luar seperti perpedaan ketersediaan faktor
produksi, perbedaan kebijakan pertanian, perbedaan struktur dan keragaman
pasar.
7.
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Merupakan pertumbuhan nilai produksi suatu
komoditas pertanian di wilayah kecamatan di Kabupaten Banyumas dibandingkan
dengan komoditas pertanian yang sama di wilayah lain yang disebabkan oleh
faktor dari dalam wilayah tersebut seperti kondisi alam, akses pasar, dan
fasilitas ekonomi.
F.
Analisis Data
1.
Analisis
Deskriptif
Menurut Moh. Nazir (2011), Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis
Deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi dari suatudata potensi ekonomi wilayah yang diperoleh baik dari BPS,
maupun Dinpertan. Gambaran dan deskripsi tersebut digunakan untuk mengetahui
komoditas tanaman buah unggulan di masing - masing kecamatan di Kabupaten
Banyumas.
2. Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk
mengidentifikasi komoditas basis dan bukan basis pada suatu daerah. Teknik ini
membandingkan antara kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas
dengan daerah lain yang merupakan penghasil komoditas yang sama.Konsep tersebut
dapat diformulasikan sebagai berikut (Warpani, 1984) :
Keterangan :
LQ = Besarnya koefisien lokasi komoditas tanaman buah.
Si = Jumlah (produksi) komoditas i pada tiap Kecamatan.
S = Jumlah total
produksi komoditas pertanian tingkat
Kecamatan
Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat Kabupaten.
N = Jumlah total produksi komoditas pertanian tingkat
Kabupaten.
Angka LQ memberikan
indikasi sebagai berikut:
LQ > 1, menunjukan
komoditas tersebut termasuk komoditas basis
LQ < 1, menunjukan
komoditas tersebut termasuk komoditas non basis
LQ = 1, menunjukan
komoditas tersebut tersebut hanya dapat mencukupi wilayah itu sendiri.
3. Analisis Shift dan Share
Merupakan
analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan wilayah atau sektor
dalam suatu daerah. Analisis ini dibedakan menjadi empat komponen,
(Budiharsono, 2001), yaitu:
a. Pertumbuhan
Regional/Kabupaten (PR)
Pertumbuhan
Regional (PR) digunakan untuk mengetahui pertumbuhan komoditas tanaman buah
secara agregat di tingkat kabupaten. Nilai PR positif menunjukan komoditas tanaman
buah disuatu kabupaten sedang mengalami kemajuan yang berarti, sebaliknya jika
bernilai negatif menunjukan pertumbuhan tanaman buah di suatu kabupaten sedang
mengalami penurunan.
Keterangan:
Nt = Jumlah
total produksi komoditas pada tingkat kabupaten pada tahun
t (terakhir).
Np = Jumlah total produksi
komoditas pada tingkat Kabupaten pada tahun p
(permulaan).
b. Pertumbuhan Proporsional
(PPij)
Pertumbuhan
proposional digunakan untuk mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau
penurunan suatu komoditas tanaman buah di kecamatan dibandingkan dengan
komoditas buah total di kabupaten.
PPij = (persen perubahan total produksi,
luas panen pada sektor - persen perubahan total produksi) X
(produksi, luas panen sektor lokal pada t-1)
atau
dapat dinyatakan dalam rumus :
Keterangan:
Nij = Jumlah produksi
komoditas i pada tingkat Kabupaten pada tahun t (terakhir).
Nip = Jumlah produksi
komoditas i pada tingkat Kabupaten pada tahun p (permulaan).
Nt = Jumlah total produksi seluruh komoditas buah pada tingkat Kecamatan pada tahun t
(terakhir).
Np = Jumlah total produksi
seluruh komoditas buah pada tingkat Kecamatan pada
tahun p (permulaan).
Nilai
PPij positif menunjukan pertumbuhan komoditas tanaman buah di tingkat kecamatan
termasuk cepat, sedangkan nilai PPij negatif, maka pertumbuhan komoditas buah
di tingkat kecamatan termasuk lambat dibandingkan di Kabupaten.
c. Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PPWij)
Pertumbuhan
pangsa wilayah digunakan untuk mengukur seberapa besar daya saing suatu
komoditas buah di wilayah (kecamatan) basis dibandingkan dengan komoditas lain
di wilayah (kecamatan) yang dijadikan acuan.
PPWij = (persen perubahan total produksi,
luas panen sektor lokal - persen perubahan total produksi,
luas panen) x (produksi sektor lokal pada t-1).
Keterangan:
Sit = Jumlah produksi
komoditas i pada tingkat Kecamatan basis pada tahun t (terakhir).
Sip = Jumlah produksi
komoditas i pada tingkat kecamatan basis pada tahun p (permulaan).
Nit = Jumlah produksi
komoditas lain pada tingkat Kecamatan basis pada tahun t (terakhir).
Nip = Jumlah produksi
komoditas i pada tingkat Kecamatan basis pada tahun p (permulaan).
Nilai
PPWij positif menunjukan komoditas buah i pada tingkat wilayah mempunyai daya
saing tinggi dibandingkan pada komoditas yang sama pada wilayah lain.
d.
Pertumbuhan Bersih
Jumlah
PPij dan PPWij tersebut di atas dinyatakan dengan pertumbuhan bersih (Pbij),
yang dinyatakan sebagai berikut:
Pbij = PPij + PPWij
Keterangan:
Pbij =
Pertumbuhan bersih komoditas i pada tingkat Wilayah.
Nilai Pbij positif
menunjukan pertumbuhan komoditas tanaman buah i pada tingkat wilayah termasuk
progresif, sedangkan bila nilai Pbij negatif, maka pertumbuhan komoditas buah i
di tingkat wilayah termasuk lambat.
4.
Analisis Penentuan
Prioritas Pengembangan Komoditas Pertanian Basis
Analisis ini digunakan untuk menentukan prioritas
pengembangan komoditas pertanian basis di Kabupaten Banyumas. Analisis ini merupakan
gabungan antara analisis Location
Quotient dan Shift Share dengan
kriteria sebagai berikut (Warpani, 1984) :
Tabel 5. Penentuan Prioritas
Pengembangan Komoditas Pertanian Basis Di Kabupaten Banyumas
Prioritas
|
LQ
|
PP
|
PPW
|
Prioritas Pertama
|
> 1
|
Positif
|
Positif
|
Prioritas Kedua
|
> 1
|
Negatif
|
Positif
|
|
> 1
|
Positif
|
Negatif
|
Prioritas Alternatif
|
> 1
|
Negatif
|
Negatif
|
G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian direncanakan dilaksanakan selama kurang
lebih empat bulan yang dimulai dari persiapan hingga penyusunan hasil
penelitian. Kegiatan selama proses penelitian tersebut tercantum dalam Tabel 6.
Tabel 6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
|
Rencana kegiatan penelitian
|
Bulan ke-
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
1
|
Persiapan penelitian
|
****
|
|
|
|
2
|
Pembuatan Usul Penelitian
|
****
|
|
|
|
3
|
Pengumpulan data
|
|
****
|
|
|
4
|
Tabulasi data
|
|
****
|
****
|
|
5
|
Analisis data
|
|
|
****
|
|
6
|
Penyusunan hasil penelitian
|
|
|
****
|
****
|
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Banyumas. 2014. Laporan SKPG Banyumas 2013. Purwokerto
Badan Pusat Statistik.
2012. Produksi tanaman Hortikultura. Badan Pusat Stastik. Jawa Tengah
Badan Pusat Statistik.
2014. Produksi tanaman Hortikultura. Badan Pusat Statistik. Jawa Tengah.
Banyumas dalam angka. 2014.
Jumlah Kecamatan, Lurah dan Desa Kabupaten Banyumas. Badan Pusat
Stasistik. Purwokerto.
Banyumas dalam angka. 2014.
Penggunaan lahan Kabupaten Banyumas. Badan Pusat Stasistik. Purwokerto.
Budiharsono, S. 2001, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir
dan Lautan.
PT. Pradnya Paramita, Jakarta
PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Dinas Pertanian Banyumas. 2015. Produksi tanaman buah-buahan. Dinas Perkebunan dan Pertanian.
Purwokerto
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas.
2012. Laporan pemerintah Kabupaten
Banyumas 2012. Purwokerto
Erika Rita dan Sri Umi M.W. 2013. Analisis
Sektor-sektor Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Kebijakan Pembangunan Ekonomi
Kota Kediri. JESP, Vol.5 (1), Hal.65-78.
Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi & Pembangunan
Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Rustiadi, Ernan; Saefulhakim, Sunsun dan Dyah R. Panuju,
2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Pres dan Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Singarimbun, M. Dan S. Efendi. 1981. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah.
Jakarta: Bumi Aksara.
UU RI No. 32 Tahun 2004
Tentang Otonomi Daerah
UU RI No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah
Warpani S. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Institut Teknologi Bandung, Bandung.