TUGAS TERSTRUKTUKTUR ETIKA BISNIS / PELANGGARAN ETIKA BISNIS DI KEGIATAN PRODUKSI
TUGAS TERSTRUKTUKTUR
ETIKA BISNIS
PELANGGARAN ETIKA
BISNIS DI KEGIATAN PRODUKSI
Dosen
Pengampu : Ir. Sri Widarni. M, Si
Oleh :
kementerian RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
universitas jenderal soedirman
fakultas pertanian
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
Bisnis merupakan bentuk kegiatan yang terorganisir,
didalamnya terdapat sebuah transaksi dengan tujuan tertentu. Menurut Bertens
(2000), ada tiga aspek pokok dalam bisnis yaitu aspek ekonomi, aspek hukum, dan
aspek etis (moral). Berdasarkan ketiga aspek diatas maka dapat diketahui makna
dari bisnis, antara lain :
1.
Sudut pandang ekonomis ; menyatakan bahwa bisnis adalah
sebuah kegiatan ekonomis yang didalamnya terdapat interaksi manusia
(tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan,
danlainnya) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Bisnis bukan merupakan
karya amal, ketika seorang melakukan interaksi sosial maka transaksi ini
bersifat membantu pihak lain dengan harapan sesuatu kembali. Good business dalam sudut ekonomis
adalah bisnis yang membawa banyak untung.
2.
Sudut pandang moral ; selalu ada kendala etis bagi perilaku
kita, tidak semua perilaku ekonomis masuk kedalam perilaku etis. Tidak semua
perilaku yang mengarah kepada keuntungan bisa kita lakukan karena ada hak dan
kepentingan oranglain yang harus kita perhatikan dan kita hormati. Perilaku
etis disini penting demi kelangsungan hidup bisnis dan demi ketahanan positif
finansialnya. Bisnis yang etis tidak membawa kerugian bagi bisnis itu sendiri,
terutama kalau dilihat dalam perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan
saja bisnis yang menguntungkan tetapi juga baik secara moral. Arti moralnya
merupakan salah satu arti terpenting bagi kata “baik”. Perilaku yang baik juga
dalam konteks bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma moral. Suatu
hal dapat dinilai baik secara mendalam kalau memenuhi standar etis.
3.
Sudut pandang hukum ; bisnis terikat juga oleh “hukum
dagang” atau “hukum bisnis”. Hukum merupakan sudut pandang normatif karena
menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi
norma, hukum bahkan lebih jelas dan pasti daripada etika karena hukum
dituliskan dengan jelas dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Etika
harus menjiwai hukum baik dalam proses terbentuknya undang-undang maupun dalam
pelaksanaan peraturan hukum. Hukum dan etika kerap kali tidak bisa dilepaksan
satu sama lain.
Peraturan hukum haru sditentukan supaya keadaan tidak
menjadi kacau. Dalam banyak hal, hukum mampu meneguhkan kenyakinan moral dalam
masyarakat. Peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari
keyakinan moral dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu. Bisnis yang
baik adalah bisnis yang menaati atau patuh pada hukum.
Tolak ukur
bisnis berdasarkan ketiga aspek dapat dilihat dari keuntungan materi berupa
uang yang bernilai dan ada nominalnya (aspek ekonomis), peraturan tertulis yang
disepakati dan sudah menjadi patokan dasar (aspek hukum), dan hati nurani atau
peniaian masyarakat umum (aspek moral). Dari ketiga aspek diatas, tolak ukur
untuk aspek moral adalah hal sedikit sulit untuk dinalai karena moral tersebut
berasal dari hati nurani, kaidah emas, dan penilaian masyarakat umum.
Etika berasal dari kata ”ethos” dalam bahasa yunani yang berarti adat/istiadat
kebiasaan yang baik. Keraf (1998) mengungkapkan bahwa ada tiga ruang lingkup
etika bisnis, yaitu :
1.
Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai
prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktik bisnis yang baik dan
etis. Etika bertujuan untuk mengimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnisnya secara baik dan etis.
2.
Etika bisnis ditujukan untuk menyadarkan masyarakat,
khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum
semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh
dilanggar oleh praktik bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini etika berfungsi
untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk
berbsnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
Kepentingan tersebut adalah menuntut hak atau paling kurang agar hak dan
kepentingannya tidak dirugikan oleh kegiatan bisnis pihak mana pun.
Etika
di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production
and Marketing Ethics). Hubungan yang dilakukan
perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai permasalahan
etika di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari
perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah
Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan yang
dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyarakatkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,
dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut
c. tidak sesuai dengn ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak
diartikan sebagai menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang
pun dapat menciptakan benda. Kegiatan
produksi mempunyai fungsi menciptakan
barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu, harga dan jumlah yang tepat.
Dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan
agar produk yang
dihasilkannya mengeluarkan biaya yang termurah, melalui peng-kombinasian penggunaan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan, tentu saja tanpa
mengabaikan proses inovasi serta kreasi. Secara praktis, ini memerlukan perubahan dalam cara membangun. Yakni
dari cara produksi konvensional
menjaai cara produksi dengan menggunakan sumber daya alam semakin sedikit, membakar energi semakin
rendah, menggunakan ruang-tempat
lebih kecil, membuang limbah dan sampah lebih sedikit dengan hasil
produk yang setelah dikonsumsi masih bisa didaur ulang.
Pola produksi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup dunia
usaha yang merangsang
diterapkannya secara lebih meluas ISO-9000 dan ISO-14000.
ISO-9000 bertujuan untuk peningkatan kualitas produksi.
Sedangkan ISO-14000
bertujuan untuk peningkatan pola produksi berwawasan ling-kungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau(green
company) dengan sasaran "keselamatan kerja, kesehatan, dan
lingkungan" yang maksimal dan pola produksi dengan "limbah-nol" (zero waste), mendorong
penjualan dengan pengepakan
barang secara minimal dan bisa dikembalikan untuk didaur-ulang kepada penjual, merangsang perusahaan
asuransi mengem-bangkan "risiko
lingkungan" dan mendorong Bursa Jakarta mengembangkan semacam "Dow Jones Sustainable
Development Index".
Langkah-langkah tersebut memerlukan ditegakkannya kode
etika"tanggung jawab dan akuntabilitas korporasi" (corporate
responsibility and accountability) yang diawasi ketat oleh
asosiasi-asosiasi perusahaan danmasyarakat umum. Kualitas produk pun bisa dikorbankan demi
pemangkasan biaya produksi.
Hukum harus menjadi langkah pencegahan (precautionary
measures) yang ketat bagi perilaku ekonomi. Perilaku ekonomi yang
membahayakankeselamatan publik harus diganjar seberat-beratnya. Ini
bukan sekadarlabelisasi "aman" atau "tidak aman"
pada barang konsumsi. Karena, itu amat rentan terhadap kolusi. Banyak
pengusaha rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi.
Seharusnya pengusaha membayar miliaran rupiah atas perbuatannya
yang membahayakan keselamatan publik. Hukum harus menjadi pencegah dan bukan
pemicu perilaku ekonomi tak etis.
Sebagai contoh kasus di luar negeri yang terjadi pada
biskuit Arnotts di Australia. Pada suatu saat perusahaan ditelpon oleh
seseorang yang hendak memeras perusahaan tersebut bahwa salah satu
kemasan produknya berisi biskuit yang beracun tidak diketahui kecuali oleh si pemeras
tersebut. Perusahaan dihadapkan pada dua pilihan yaitu membayar
orang yang memeras tersebut untuk menunjukkan produk mana yang
beracun, atau menarik seluruh peredaran biskuit tersebut.
Namun perusahaan lebih memilih untuk menanggung kerugian
yang besar
dengan menarik seluruh produk-produknya dan memusnahkannya.Ternyata itu menanamkan kepercayaan konsumen
kepada perusahaan,walaupun pada saat itu perusahaan menanggung kerugian
yang cukup besar, namun ternyata enam
bulan kemudian pendapatan perusahaan naik tiga kali lipat.
Contoh kasus yang ada di Indonesia terjadi pada kasus
Ajinomoto, dimana saat dinyatakan oleh MUI bahwa produknya tidak
halal, Ajinomoto menarik semua produknya, dan perusahaan pun menanggung
banyakkerugian.
Namun dengan mengindahkan himbauan dari MUI dan dengan melakukan
pendekatan dengan para ulama, kinerja keuangan yang semula menurun
tajam lama kelamaan naik. Juga kasus obat anti nyamuk HIT,dimana
PT Megahsari Makmur ketahuan memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan
kanker pada manusia di dalam produk barunya, walau zat tersebut
sudah dilarang penggunaannya sejak tahun 2004 lalu. Produsen makanan terutama untuk makanan anak-anak, mereka
kebanyakan menggunakan pemanis buatan untuk menekan ongkos produksinya,
namun dalam kemasannya mereka tidak mencantumkan batas penggunaan
maksimal yang dapat dikonsumsi, mengingat efek yang ditimbulkannya
sangat berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit kanker
dan keterbelakangan mental. Produk kosmetik juga dengan maraknya
penggunaan bahan mercury
dengan khasiat untuk memutihkan kulit dalam jangka waktu yangtidak terlalu lama, namun efek yang ditimbulkannya
malah sangat berbahaya.
II.
ISI
A. Kasus
Pelanggaran Etika Bisnis di Kegiatan Produksi Produk Segar
Pertanian memiliki
dua arti, yakni pertanian dalam arti luas yang mencakup kegiatan peternakan,
kehutanan, perikanan, pertambangan dan pertanian arti sempit yaitu kegiatan
pertanian itu sendiri atau kegiatan bercocok tanam mengolah tanah, air, dan
sumberdaya tanaman. Beberapa contoh kasus pelanggaran dalam kegiatan produksi
pertanian yang mencakup pertanian makna luas antara lain :
1.
Sapi gelonggongan
Daging sapi glonggongan adalah daging sapi yang berasal
dari hewan sapi yang sebelum disembelih diberi minum sebanyak-banyaknya sampai
lemas. Penyiksaan hewan seperti itu bertujuan untuk menggenjot berat daging
dengan air yang di-glonggongkan ke hewan.
Contoh kasus :
Beredarnya daging sapi glonggongan yang sangat meresahkan
masyarakat di Kabupten Ngawi, Bupati Ngawi Ir H Budi Sulistyono segera mengambil
langkah tegas dengan melaksanakan sidak ke Rumah Potong Hewan ( RPH ) yang
berada di Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi ( 25/9 ) didampingi
oleh Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan, Kepala Satpol PP, Kabag Humas,
Kepala BPM dan Pemdes.
Sumber : http://www.cerminngawi.com/
2.
Oplosan daging sapi
Daging sapi oplos daging babi marak terjadi menjelang
lebaran dikarenakan permintaan daging sapi meningkat. Daging oplosan umumnya
muncul dan diperdagangkan di pasar tradisional, di luar kios resmi penjualan
dengan harga lebih murah.
Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging babi dan
sapi. Menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto (ahli daging di Dep. Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fateta, IPB), secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda
antara daging babi dan sapi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan
tekstur.
Contoh kasus :
Ada saja kecurangan yang dilakukan para penjual daging
untuk menipu para konsumen dengan menjual daging celeng (babi hutan). Seperti
yang dilakukan KTJ alias S (57) warga Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara
yang telah sengaja melakukan usaha mengedarkan dan menjual daging celeng atau
babi hutan tanpa ijin.
Sumber
: http://bisniskeuangan.kompas.com/
3.
Benih transgenik tak ramah lingkungan atau GMO (Genitically Modified Organism)
Contoh kasus :
Transgenik adalah organisme yang bahan genetiknya telah
diubah menggunakan bioteknologi atau teknik rekayasa genetika (RG). Istilah
lainnya yaitu GMO (genetically modified organism – organisme yang
direkayasa secara genetika). Benih hasil rekayasa genetika memiliki keunggulan
dibandingkan benih lokal jika diinginkan sifat spesifik yang unggul. Namun,
tidak semua benih hasil rekayasa genetik bedampak positif, misalnya benih
jagung transgenik tahan hama yang memiliki sifat toksin terhadap hama. Benih
tersebut memiliki gen bakteri pembunuh hama yang akan memberi efek negatif
jangka panjang jika dikonsumsi manusia.
4.
Racun pada produk segar
Contoh kasus :
Petani dan pestisida adalah dua sisi yang sulit untuk
dipisahkan. Peningkatan hasil produk pertanian merupakan harapan Petani.
Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk memberantas hama sehingga
dapat meningkatkan hasil tanam petani. Penggunaan pestisida oleh petani semakin
hari kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman petani
dalam menggunakan pestisida. Dampak dari pemakaian pestisida adalah pencemaran
air, tanah, udara serta berdampak pada kesehatan petani, keluarga petani serta
konsumen.
5.
Buah berformalin
Contoh kasus :
Mengkonsumsi buah setiap hari sangat bermanfaat untuk
kesehatan. Konsumsi buah telah menjadi gaya hidup orang kebanyakan. Ada dua
jenis buah yakni buah lokal dan buah impor. Meski buah impor terlihat lebih
segar akan tetapi buah kiriman dari luar negeri ini ditenggarai mengandung bahan
pengawet seperti formalin.
Edi Susanto, Store Manager Toko Buah ‘Total Buah
Segar’ di Jalan Danau Sunter Utara, Tanjung Priok, tak menampik kalau buah-buah
impor yang beredar di Tanah Air banyak mengandung bahan pengawet jenis
formalin. “Biasanya buah yang rentan formalin itu buah impor dari USA
(Amerika Serikat) dan China seperti apel, anggur, jeruk, dan
pear,” katanya saat ditemui Pos Kota, Sabtu (28/1).
Sumber : www.pramesti.com
B.
Lembaga Perlindungan Produsen
Lembaga perlindungan
produsen di Indonesia berada dibawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusi RI tepat nya berada di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Hak Kekayaan Intelektual meliputi :
1.
Desain Industri
(lihat UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri) ; Desain Industri
adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau
warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
2.
Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu (lihat UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu)
3.
Paten (lihat UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten) ; Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak
lain untuk melaksanakannya.
4.
Merek (lihat UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek) ; Merek adalah suatu "tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
5.
Hak Cipta (Lihat
UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta)
; Hak cipta adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambar
1. Alur Pengajuan Pencatatan Ciptaan
Gambar 2. Prosedur Pencatatan Hak
Cipta
C. Lembaga
Perlindungan Konsumen
1.
Direktorat
Jenderal Standardisasi Dan Perlindungan Konsumen
Tugas
Pokok : Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Fungsi :
a)
Perumusan kebijakan di bidang
standardisasi dan perlindungan konsumen;
b)
Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi
dan perlindungan konsumen; Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen;
c)
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang standardisasi dan perlindungan konsumen;
d)
Pelaksanaan administrasi Direktorat
Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
2.
Lembaga
Perlindungan Konsumen (LPK) Nasional Indonesia (perseroan) ; merupakan alat
pengendali bagi para pelaku usaha dalam meningkatkan pelayanan kepada konsumen,
serta dapat menjadi mitra bagi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan
perlindungan kepada konsumen.. Konsumen dapat mengakes web http://www.perlindungankonsumen.id/ . Melalui web ini, akan diberikan tips mengenai
cara menjadi seorang konsumen yang cerdas, lembaga ini juga memberikan layanan
pengaduan. Prosedur pengaduan secara online
bisa dilakukan dengan cara :
a)
III. KESIMPULAN
b)
Lalu pilih sub
menu Pengaduan Barang dan Jasa
c)
Lalu isikan
data – data yang bersangkutan kedalam blangko pengisian meliputi : Identitas
Pengadu , Identitas Yang Diadukan, Tentang Pengaduan, Bentuk Gugatan Yang
Diinginkan, dan Masalah Yang Diadukan/Dilaporkan (Kronologis).
3.
Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) ; merupakan sebuah organisasi masyarakat yang
bersifat nirlaba dan independen yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1973.
Keberadaan YLKI diarahkan pada usaha meningkatkan kepedulian kritis konsumen
atas hak dan kewajibannya, dalam upaya melindungi dirinya sendiri, keluarga,
serta lingkungannya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah
organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11
Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis
konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya
sendiri dan lingkungannya.
Bidang dan bentuk
kegiatan ; Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah perlindungan konsumen, di
samping bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih dan sanitasi, gender, dan
hukum sebagai penunjangnya. Bidang-bidang ini dilaksanakan terutama dalam
bentuk studi, penelitian, survai, pendidikan dan penerbitan, advokasi, seminar,
pemberdayaan masyarakat konsumen, dan pengembangan dan pendampingan masyarakat.
Program ; Program-program yang telah dilakukan lembaga
adalah advokasi, penerbitan majalah dan pemberdayaan perempuan.
1.
Bisnis adalah
suatu kegiatan yang identik dengan pencapain tujuan berupa keuntungan (profit oriented), dimana terkadang semua
perilaku akan dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Sebuah bisnis dikatakan
baik atau good business jika bisnis
tersebut tak hanya mampu menggapai tujuannya namun juga bisnis tersebut menaati
hukum dan memiliki etika.
2.
Etika adalah
penilaian mendalam tentang suatu hal untuk dikatakan baik, dimana dalam etika
terdapat unsur hati nurani, pandangan umum, dan kaidah emas.
3.
Kasus
pelanggaran bisnis yang terjadi muncul karena adanya permintaan produk yang
tinggi namun tidak diikuti dengan kenaikan harga dari sisi konsumen. Kesadaran
konsumen terhadap suatu produk, dibatasi pada terpenuhinya kebutuhan kuantitatifnya
dan belum sampai ke kualitatif sehingga tingkat kecerdasan konsumen menjadi
rendah. Lemahnya posisi konsumen ini merupakan suatu peluang bagi produsen
untuk melakukan sebuah pelanggaran etika.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius, Yogjakarta.
Direktori Jenderal
Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis. Edisi Baru. Kanisius, Yogjakarta.