Tugas Terstruktur Usaha Agroindustri Gula Kelapa Di Kabupaten Banyumas
TUGAS TERSTRUKTUR
PENGANTAR AGRIBISNIS
Usaha Agroindustri Gula Kelapa Di Kabupaten Banyumas
Oleh
:
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan agroindustri merupakan
tahapan pembangunan yang dilakukan sesudah pembangunan pertanian.
Pembangunan agroindustri perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak
yang terkait dalam pembangunan tersebut, karena pembangunan agroindustri dapat
memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian sehingga mampu memberikan
tambahan pendapatan bagi para pelaku agroindustri (Soekartawi,2000).
Salah satu produk agroindustri yang memiliki prospek yang bagus apabila
dikembangkan dengan baik adalah gula kelapa baik gula cetak maupun gula semut
(gula kristal). Gula cetak dan gula semut merupakan salah satu produk
agroindustri yang berbahan baku nira kelapa. Namun pembuatan gula semut
merupakan salah satu bentuk diversifikasi produk yang dilakukan untuk
meningkatkan nilai tambah gula kelapa biasa. Bentuk diversifikasi produk
seperti ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pelaku usaha gula semut
terutama para perajin kecil.
Kabupaten Banyumas merupakan salah
satu daerah penghasil gula kelapa yang cukup potensial, hal ini dikarenakan
Kabupaten Banyumas mempunyai kondisi geografis yang sangat cocok untuk tanaman
kelapa. Luas lahan yang ditanami pohon kelapa di Kabupaten Banyumas mencapai
13.974,96 hektar dengan jumlah tanaman sebanyak 1.746.871 pohon.
Sementara itu luas lahan yang ditanami kelapa deres mencapai 4.748,55 hektar
dengan jumlah tanaman sebanyak 593.569 pohon yang melibatkan 28.879 orang
penderes, 34.317 unit pengolah yang terdiri dari 90.241 orang tenaga kerja dan
tergabung dalam 217 kelompok yang tumbuh dan tersebar di 23 kecamatan dari 27
kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas (Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Banyumas).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a.
Mengenal
potensi komoditas gula kelapa di kabupaten Banyumas
b.
Mengetahui
proses pembuatan, pengolahan, hingga potensi pasar dari agroindustri gula
kelapa baik gula cetak maupun gula semut.
c.
Mengetahui
nilai lebih dari agroindustri gula semut.
1.3 Rumusan
masalah
a. Bagaimana potensi Banyumas dalam menunjang
agroindustri gula kelapa?
b. Apa itu gula kelapa, gula cetak, dan gula semut?
c. Bagaimana proses pembuatan ataupun pengolahan gula
cetak dan gula semut?
d. Bagaimana analisis usaha agroindustri gula cetak dan
gula semut?
e. Bagaimana potensi pemasaran ataupun potensi pasar
gula cetak dan gula semut?
f. Masalah apa yang menjadi kendala usaha agroindustri
tersebut?
g. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan masalah yang
ada?
1.4 Metode
penulisan
Metode yang di gunakan
dalam pembuatan makalah ini adalah library
reserch, study web, dan interview. Yaitu kita mencari pustaka data
berdasarkan buku yang ada di perpustakaan, menggali informasi lain yang tersedia
di internet serta wawancara dengan seorang petani gula kelapa di Banyumas sehingga,
makalah ini dapat terselesaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Potensi
Banyumas dalam Menunjang Agroindustri Gula Kelapa
Kabupaten
Banyumas merupakan salah satu daerah penghasil gula kelapa yang cukup
potensial, hal ini dikarenakan Kabupaten Banyumas mempunyai kondisi geografis
yang sangat cocok untuk tanaman kelapa. Luas lahan yang ditanami pohon
kelapa di Kabupaten Banyumas mencapai 13.974,96 hektar dengan jumlah tanaman
sebanyak 1.746.871 pohon. Sementara itu luas lahan yang ditanami kelapa
deres mencapai 4.748,55 hektar dengan jumlah tanaman sebanyak 593.569 pohon
yang melibatkan 28.879 orang penderes, 34.317 unit pengolah yang terdiri dari
90.241 orang tenaga kerja dan tergabung dalam 217 kelompok yang tumbuh dan tersebar
di 23 kecamatan dari 27 kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas).
2.2 Gula
Kelapa
Gula
kelapa merupakan salah satu produk olahan dari nira tanaman kelapa. Gula kelapa
dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni gula kelapa cetak atau juga disebut
gula jawa dan gula semut atau gula kristal.
Gula Kelapa
Cetak Gula Semut
Gula
semut merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk
serbuk. Perbedaan antara gula semut dengan gula merah yaitu dalam
pembuatan gula semut tidak dilakukan pencetakan melainkan digesek sehingga akan
berbentuk serbuk atau kristal (LIPI dalam Kusumo, 2005).
Kelebihan
gula semut dibandingkan dengan gula kelapa cetak antara lain lebih mudah larut
karena berbentuk kristal , daya simpan yang lebih lama sekitar 1 hingga 2
tahun, kadar air berkisar 2,5 persen sampai dengan 3 persen berat bersih,
bentuknya lebih menarik, harga jualnya lebih mahal, pengemasan dan pengangkutan
lebih mudah, rasa dan aromanya lebih khas. Pemakaian gula semut hampir
sama dengan gula kelapa cetak yaitu dapat dipakai sebagai bumbu masak, pemanis
minuman dan pemanis untuk keperluan industri makanan dan minuman (Soetanto dalam
Kusumo, 2005).
2.3 Proses
Pembuatan Gula Kelapa
Bahan Baku:
Nira kelapa
Nira diperoleh
dari penyadapan bunga kelapa yang sudah cukup umur. Nira yang digunakan harus
mempunyai pH 5,5-7,0 dan kadar gula reduksi (glukosa dan fruktosa) reltif
rendah. Nira segar biasanya mempunyai pH 6,0-7,0.
Bahan Tambahan:
1.
Bahan pengawet seperti air
kapur, tatal nangka atau kulit manggis yang diisikan ke dalam pongkor penampung
nira sebelum pongkor tersebut dipasang di pohon (tiap pongkor biasanya diisi
bahan pengawet sebanyak kira-kira 5 ml)
2.
Pengawet lain yang dapat
digunakan adalah natrium metabisulfit dengan dosis 0,025-0,10 % atau natrium
benzoat dengan dosis 0,05-0,20 %
3.
Kelapa parut, kemiri atau
minyak goreng, digunakan untuk menekan buih yang terbentuk atau meluap sewaktu
pendidihan dalalm pemasakan.
4.
Air untuk mencuci peralatan
dan cetakan sebelum dan sesudah digunakan dan untuk membasahi cetakan sehingga
gula kelapa yang dicetak nantinya mudah lepas dari cetakan
Peralatan:
1.
Peralatan penyadap dapat
digunakan pisau sadap atau pongkor bambu
2.
Peralatan proses: wajan besi
atau aluminium, kain saring, ember/baskom, serok, cetakan dan tungku atau
kompor
Proses Pembuatan
Gambar 1. Skema Pembuatan Gula
Kelapa
Proses pembuatan
gula kelapa baik gula cetak maupun gula kelapa pada prinsipnya adalah proses
penguapan atau pemekatan nira. Prosesnya pembuatan hampir sama hanya berbeda
pada pencetakan dan pengkristalan gula kelapa. Tahap-tahap proses pembuatan
gula kelapa meliputi:
1.
Pengumpulan
Nira
Nira hasil
sadapan dikumpulkan dalam ember, lalu sesegera mungkin dimasak untuk mencegah
terbentuknya asam. Sisa pengawet yang mengumpul di ujung pongkor tidak
diikutkan karena akan menghasilkan warna gula yang kurang baik.
2.
Penyaringan
Sebelum dimasak, nira
disaring terlebih dahulu untuk membuang kotoran-kotoran berupa bunga kelapa,
lebah dan semut. Penyaringan ini menggunakan kain saring yang bersih.
3.
Pemasakan
Dilakukan
pemasakan nira pada suhu 1100C. pada saat mulai mendidih, kotoran
halus akan terapung ke permukaan bersama-sama buih nira. Pendidihan selanjutnya
akan menimbulkan busa nira yang meluap-luap berwarna coklat kekunging-kuningan.
Bila nira sudah mengental, api dikecilkan dan pekatan nira tetap diaduk-aduk.
Untuk mengetahui bahwa nira tersebut sudah masak atau belum, dilakukan
pengujian kekentalan yaitu dengan cara menteskan pekatan nira ke dalam air
dingin. Bila tetasan tadi menjadi keras, pemasakan sudah cukup dan wajan segera
diangkat dari tunggu. Waktu yang diperlukan untuk memasak 25-30 liter nira
kira-kira 4-5 jam.
4.
Pendinginan
Untuk mempercepat
proses pendinginan, pekatan nira dilakukan pengadukan secata terus menerus.
Pengadukan dilakukan sampai suhunya turun menjadi sekitar 700C.
pengadukan ini juga akan menyebabkan tekstur dan warna gula yang dihasilkan
lebih baik dan cepat kering.
5.
Pencetakan
(pada gula cetak)
Segera setelah
suhu pekatan nira telah turun menjadi sekitar 700C, maka dilakukan
pencetakan. Pekatan nira dituangkan ke dalam cetakan bambu yang sebelumnya
telah direndam dan dibasahi dengan air untuk mempermudah pelepasan setelah gula
menjadi kering. Pelepasan gula dilakukan setelah gula mencapai suhu kamar.
6.
Kristalisasi (pada gula semut)
Berbeda dengan proses pembuatan gula
kelapa cetak yang mana setelah didinginkan pekatan nira langsung dicetak, namun
pada proses pembuatan gula semut pekatan niradigesek sehingga akan berbentuk
serbuk atau kristal.
7.
Pengemasan
Gula yang telah
dikeluarkan dari cetakan (gula cetak) dibungkus untuk selanjutnya dipasarkan.
Pembungkus yang digunakan dapat berupa daun kelapa kering, pohon pisang atau
kantung plastik. Begitu juga untuk gula kristal, pengemasan dilakukan dengan
cara pembungkusan dengan plastik hingga kaleng yang menarik.
2.4
Analisis Usaha Agroindustri Gula Kelapa
a. Analisis Usaha Gula Jawa Per Hari
Biaya Pembuatan :
-
Nira 100 liter x Rp. 1000/liter Rp. 100.000
(Nira sudah dalam bentuk sadapan, dan
tidak memerlukan tenaga kerja penyadap)
-
Kayu Bakar Rp. 10.000
-
Tenaga Kerja Pengolah Rp. 30.000 +
Rp. 140.000
Hasil Penjualan :
-
20 kg/hari x Rp. 10.000/kg Rp. 200.000
Keuntungan :
-
Hasil Penjualan dikurangi Bahan Baku
=
(Rp. 200.000- Rp.140.000) =
Rp. 60.000
b. Analisis Usaha Gula Semut Per Hari
Biaya Pembuatan :
-
Nira 100 liter x Rp. 1.000/liter Rp. 100.000
(Nira
sudah dalam bentuk sadapan, dan tidak memerlukan tenaga kerja penyadap)
-
Kayu Bakar Rp. 10.000
-
Bahan Tambahan Rp. 10.000
-
Tenaga kerja Pengolah
(Memakan
proses lebih lama) Rp. 50.000 +
Rp. 170.000
Hasil Penjualan :
-
20 kg/hari x Rp. 15.000/kg Rp. 300.000
Keuntungan :
-
Hasil Penjualan dikurangi Bahan Baku
=
(Rp. 300.000- Rp. 170.000) = Rp. 130.000
Dari perhitungan atau analisis ekonomi pembuatan
gula cetak maupun gula semut diatas, dapat diketahui bahwa usaha gula semut
lebih menguntungkan daripada usaha gula cetak. Yakni perbandingan keuntungan
Rp. 130.000 dengan Rp. 60.000 tiap harinya.
2.5 Potensi
Pasar Gula Semut
Gula semut merupakan salah satu
hasil olahan dari nira kelapa yang mempunyai nilai jual yang tinggi.
Harga per kilogram dari gula semut dengan bahan baku nira mencapai Rp5.800 per
kilogram dan gula semut dengan bahan baku gula cetak mencapai Rp4.900,00
per kilogram (Mustofik dan Karseno dalam Djuharyanto, 2006).
Salah satu daerah penghasil gula semut di Kabupaten Banyumas adalah Desa
Pageraji, Kecamatan Cilongok. Daerah tersebut merupakan salah satu
penghasil gula semut terbesar di Kabupaten Banyumas dengan jumlah produksi sekitar
2000 kilogram per minggu. Harga pasaran diatas merupakan harga pada tahun yang
tertera, sedangkan untuk harga pasaran pada tahun 2013 harga gula cetak sekitar
banyumas kira-kira tiap kilonya telah mencapai Rp. 10.000 untuk gula cetak dan
Rp. 15.000.
Produksi gula semut yang tersedia saat ini belum
dapat memenuhi permintaan konsumsi pasar. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya penggemar gula semut yang mengkonsumsinya sebagai campuran minuman
kopi, kopi susu, kopi jahe dan minuman yang lain (Djuharyanto, 2006).
Ketua kelompok tani di desa Pageraji menerangkan bahwa jumlah gula semut yang
diminta untuk pasar luar negeri (Jepang, Singapura, Jerman dan Belanda)
mencapai 10.000 kilogram perminggu, sementara jumlah produksi yang bisa
disediakan oleh para perajin di Kecamatan Cilongok hanya sekitar 2000 kilogram
per minggu. Hal tersebut merupakan peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan
dalam upaya pengembangan gula semut di Indonesia.
2.6 Kendala Pengembangan Gula Kelapa
Adanya tengkulak yang menerapkan sistem ijon, bahan baku,
kualitas produk yang dihasilkan dan keterbatasan peralatan yang dimiliki petani
merupakan kendala yang harus dihadapi oleh pengusaha agroindustri gula kelapa.
Perajin gula kelapa mengalami situasi yang sulit, disatu sisi mereka ingin
melakukan diversifikasi produk dengan cara mengusahakan gula semut, akan tetapi
disisi lain mereka telah terikat dengan adanya tengkulak. Semua produk
gula kelapa yang mereka hasilkan harus mereka jual kepada tengkulak, dan harga
yang mereka terima telah ditentukan oleh para tengkulak itu sendiri. Hal
ini menyebabkan para perajin tidak bisa menjual produk gula kelapanya kapada
pihak lain dan pendapatan yang mereka peroleh tidak seperti yang mereka
harapkan.
Bahan baku untuk membuat gula semut. Gula semut
memerlukan kualitas nira yang bagus, apabila kualitas nira yang diperoleh
jelek, maka proses pembuatan gula semut tidak akan berhasil. Hasil adonan yang
diperoleh pada proses pemasakan nira akan lembek dan tidak bisa digesek untuk
dijadikan gula semut.
Keterbatasan peralatan yang dimiliki perajin. Perajin
gula semut di sudah banyak yang mengenal teknik pembuatan gula semut tetapi
mereka masih menggunakan teknik tradisional dan konvensional yakni menggunakan
bahan baku nira dan peralatan yang masih sangat sederhana, seperti saringan
dari kain mori, ayakan tepung, tungku kayu, pengering alami (matahari) dan
pengemas dari karung plastik/karung goni sehingga mutu dan daya simpannya
kurang baik (Mustaufik dan Karseno, 2004)
2.7 Solusi Penyelesaian Kendala
Pengembangan Gula Kelapa
Solusi untuk
menyelesaikan berbagai kendala diatas nampaknya sudah mulai dilakukan oleh
pihak pemerintah maupun swasta. Dari pihak pemerintah sebagai contoh adalah
bentuk sosialisasi kepada petani gula kelapa, memberi bantuan, pengarahan
terkait kendala yang ditemukan. Selain itu pihak swasta juga turut memberi
solusi dengan adanya lembaga-lembaga swasta yang menangani hal-hal yang
berkaitan dalam prosses agroindustri gula kelapa, pemasaran dan sebagainya.
Namun sampai saat ini pihak-pihak yang terjun untuk mengatasi masalah diatas nampaknya
belum sampai ke seluruh lapisan pengrajin gula kelapa dan hanya pada daerah
tertentu saja.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Banyumas merupakan salah satu daerah
penghasil gula kelapa yang cukup potensial baik dalam pembuatan gula cetak
maupun gula semut.
2.
Pembuatan gula kelapa melewati beberapa
tahapan, yaitu : Penyadapan Nira, Penyaringan Nira, Pemasakan Nira, Pendinginan
Nira Kental, Pencetakan, dan Pengemasan.
3.
Kelebihan gula semut dibandingkan dengan
gula kelapa cetak antara lain lebih mudah larut, daya simpan yang lebih lama,
kadar air rendah, bentuknya lebih menarik, harga jualnya lebih mahal,
pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aromanya lebih khas.
4.
Analisis usaha agroindustri gula semut
lebih menguntungkan dibanding usaha gula cetak dengan perbandingan keuntungan
Rp. 130.000 dengan Rp. 60.000 tiap harinya.
5.
Kendala yang dihadapi para perajin gula
kelapa khususnya di Kabupaten Banyumas antara lain karena keterikatan dengan
tengkulak, sulitnya mendapat nira kualitas tinggi dan terbatasnya alat atau
mesin produksi.
3.2 SARAN
Perlu adanya sosialisasi, pengarahan
maupun bantuan kepada para pengrajin gula kelapa di Banyumas secara menyeluruh
di berbagai tempat, hal ini dikarenakan potensi Banyumas sendiri yang potensial
untuk pengrajin gula kelapa demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas tahun 2003 http://buruhpertanian.blogspot.com/2013/08/gula-kristal-putih-kelapa-gkp- kelapa. html
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/22/0/0/1740/potensi_ekspor_pengerajin_gula_kelapa_ kabupaten_banyumas_dalam_pengembangan_agroindustri_kelapa.html
Kusumo,
A. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pembuatan Gula
Semut Di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Skripsi.Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman.
Mustofik
dan Karseno. 2005. Pengembangan dan Penerapan Teknologi Produksi Gula
Semut Berstandar Mutu SNI untuk Meningkatkan Pendapatan Perajin Gula Kelapa di
kabupaten Banyumas. Artikel Ilmiah Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat.
Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unsoed, Purwokerto.