Cerpen “Sang Relawan” (Kontributor Buku Antologi Cerpen Event " Negeriku Berduka Negeriku Menangis" PENA INDIS 2014)
“Sang Relawan”
Sore ini, aku telah mengisi penuh tas
ranselku dengan pakaian beserta peralatan lengkap lainya. Layaknya orang mau
pindahan saja pokoknya. Rencananya sore ini aku hendak berangkat ke kota hujan
alias Bogor untuk mengambil jatah liburanku dari pesantren. Awalnya surat dari
pesantren tertera keterangan magang di sebuah farm swasta. Namun biar berasa
asyik dan menyenangkan, aku menganggap ini sebagai liburan saja.
Tas dan peralatan lain yang tidak aku bawa,
segera aku packing dan secepatnya aku ungsikan ke gudang masjid.
Nenteng-nenteng kardus untuk disimpan di gudang masjid lantai dua memang
melelahkan. Walaupun beratnya minta ampun, karena niatnya semangat liburan,
semua menjadi enteng-enteng saja pokoknya.
Terlihat
mbak Shinta sedang duduk di ruang tamu kantor takmir. Dengan wajah ceria dia
menyapaku,
“Heh,
pin kamu mau mudik tuh? hehe” tanyanya agak sentil sedikit menahan tawa seolah
melihatku sebagai anak mama yang sering mudik ke kampung halaman.
“Uh,
enggak dong mbak, aku kan mau ke Bogor, magang kerja nih mbak hehe” jawabku
sambil cepet-cepet naik tangga biar gak ada pertanyaan lagi.
“Ok,
selamat jalan dan selamat liburan fin!” tambah mbak Shinta yang mungkin merasa
kalau aku memang sedang buru-buru.
Mbak Shinta adalah mahasiswi Jurusan Sastra
Inggris angkatan lama entah tahun berapa. Namun yang pasti ia begitu aktif di
berbagai organisasi dengan berjuta program-program kerjanya. Mungkin saja itu
yang menyebabkannya belum juga lulus kuliah.
****
Setelah melewati perjalanan yang hampir
saja memakan waktu 12 jam perjalanan darat, aku dan dua orang temanku sampai di
Bogor dengan keadaan selamat. Kami bertiga yang rela duduk dikursi bus paling
belakang, pengap dan agak bau ini nampaknya harus banyak bersyukur. Tak di
sangka perjalanan malam itu ternyata banyak sekali rintangan yang harus
dilewati bus kami. Jalan yang biasa bus lewati tiba-tiba terkena bencana banjir
yang menimpa di berbagai daerah di Jawa Barat.
Kejadian ini mengingatkanku pada perjuangan
teman-teman di Pesantren yang tahun kemarin menjadi relawan tanggap bencana.
Semangat seorang generasi muda mahasiswa dan juga seorang santri, membawa
panji-panji mulia, menolong sesama, yakni korban bencana. Seolah aku menjadi
orang terbodoh karena tahun ini aku hanya menyaksikan kejadian-kejadian sebagai
tanda kekuasaan Allah ini tanpa mampu memberi bantuan langsung kepada mereka,
saudara-saudara yang terkena musibah banjir.
Hari itu pihak Pesantren kami bekerja
sama dengan salah satu lembaga amal dan sosial untuk turut terjun membantu
saudara korban banji di Subang, Jawa Barat. Lima orang telah berangkat demi
menyalurkan bantuan seperti pakaian layak pakai, obat-obatan, uang tunai, dan
peralatan yang lainya. Rombongan berangkat dari Purwokerto sekitar pukul 20:00
WIB dengan satu mobil chery warna biru tua. Dengan penuh rasa semangat
persaudaraan, tim kami melaju menuju ke Subang demi mengemban tugas mulia.
Semangat dan ketulusan para relawan
banjir dari Purwokerto tergampar pada sosok mbak Shinta. Dalam akun twitter
miliknya mbak Shinta nampak tak mau ketinggalan dengan relawan jejaring sosial
lainya. Dengan postingannya yang berbunyi “Menuju Subang bersama Tim
#tanggapBencana Mafaza sinergi dengan @ALAZHARPEDULI. Bismillahi majreha wa
mursaha inna rabbi laghufururRahiim,” semakin membuatku iri saja padanya. Terpikir
dalam benakku rasa iri dalam kebaikan karena sosok mbak Shinta yang malam itu
adalah satu-satunya relawan akhwat yang terjun bersama tim kami.
Malam yang begitu indah, di hari jumat
yang istimewa, bersama muda-mudi pesantren yang berangkat mengemban tugas
mulia. Tak ada sedikitpun rasa keraguan dalam menjalankan amanat penuh tanggung
jawab. Satu tekad dengan satu tujuan yang sama, insyaallah hanya mengharap
ridho Allah semata.
Namun segalanya nampak telah menjadi
kehendak Allah. Relawan banjir dari Pesantren kami mengalami kecelakaan darat
di daerah Brebes pada pukul 23:00 WIB dini hari dengan kondisi mobil rusak dan
tergelincir masuk ke dalam sungai yang cukup dalam. Tiga santri berhasil
menyelamatkan diri dengan luka ringan disertai sedikit rasa trauma. Namun satu
orang santri mengalami luka yang cukup berat karena paru-parunya terlalu banyak
terisi sair. Satu lagi yang sangat mengejutkan adalah satu-satunya akhwat yang
berangkat sebagai relawan saat itu, tak dapat menyelamatkan diri ketika modil masuk
ke sungai, dia adalah mbak Shinta.
Seolah tak percaya mbak Shinta benar-benar
mengalami kecelakaan waktu itu dan nyawanya tak lagi bisa terselamatkan. Sontak
beberapa jejaring sosial dengan begitu cepat memberitakan akan kecelakaan
tunggal yang merenggut nyawa aktivis muda itu. Dan aku sendiri merasa berada
pada satu dorongan paksaan untuk mempercayai berita kecelakaan yang menimpa
salah seorang sahabat dan sosok inspiratifku, mbak Shinta.
Bagiku mbak Shinta adalah seorang guru
yang hebat. Beliau adalah aktivis berbagai organisasi di kampus maupun di luar
kampus, sebut saja KAMMI, HMI, BEM, dan masih banyak lainya. Seorang mahasiswi
berprestasi yang lolos student exchange universitas di Singapura. Bukan hanya
itu, satu yang sangat mengesankan bagiku adalah ketika ia membimbingku belajar
teknik kepenyiaran di dunia broadcast saat sama-sama masih berjuang
menghidupkan radio islam salah satu komunitas di Purwokerto. Subhanallah.
Kini mbak Shinta benar telah tiada.
Semua merasa kehilangan akan kepergianya. Adik-adik yatim piatu nampaknya telah
kehilangan mentor belajar paling inspiratif dan bersemangat. LAZIZ MAFAZA kini
kehilangan seorang manajer programnya. Para aktivis penggiat kegiatan sosial
sangat berduka akan kepergian sosok kontributif yang telah lama berjuang
bersamanya.
Di hari jumat yang indah, mbak Shinta telah berpulang ke rahmatNya. Gugur sebagai pejuang yang bersemangat membantu korban bencana. Dinginnya malam di hari yang mulia telah menemaninya berpulang dengan jalan yang istimewa. Aku yakin mbak Shinta kini masih ada. Ia sedang tersenyum pada semua. Dan Allah selalu bersamanya. Selamat jalan sobat!. Selamat jalan “Sang Relawan.”
*Sekian*