Kisah Tauladan Kesederhanaan Rosul
Kisah Tauladan Kesederhanaan Rosul
Assalamu’alaikum Wr Wb
Sahabatku yang budiman, sedikit ingin berbagi cerita kepada sahabat pembaca
semua. Sore itu hari jum’at yang cukup cerah. Seperti biasa aku menuju ke
daerah Karang Lewas untuk mengikuti kajian di sebuah rumah sederhana. Masih
teringat dan melekat dalam ingatanku, tema yang diangkat pada kesempatan itu
adalah mengenai kesederhadaan sifat rosul. Singkat cerita sang ustad member tausyiah seperti berikut.
Suatu hari Umar
bin Khaththab r.a. menemui Rasulullah SAW di kamar beliau. Lalu ‘Umar
mendapati Rasulullah SAW tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang
pinggirnya telah lapuk. Sampai sampai jejak tikar itu membekas di belikat
beliau, sebuah bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan jalur
kulit samakan membekas di kepala beliau. Di salah satu sudut kamar itu
terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam
tumbuhan untuk menyamak kulit).

Air mata
‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh tatkala melihat kondisi tersebut. Ia tidak kuasa menahan tangis
karena iba dengan kondisi pimpinan tertinggi umat Islam serta Rosul
yang mulia itu.Tiba-tiba Rasulullah
SAW melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, lalu bertanya “Apa
yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”
‘Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan
perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak
menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak
melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas
dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan
sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”
Lalu
Rasulullah SAW menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai
Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti
terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari
akhir. Tidakkah engkau rela jika
akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”
‘Umar
menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dalam
riwayat lain disebutkan: ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai
tikar yang lebih lembut dari tikar ini.”
Lalu,
Rasulullah SAW menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, “Apa urusanku dengan dunia?
Perumpamaan diriku dengan dunia itu
tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia
berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.” (HR.
Tirmidzi)
Subhanallah sobat, sedikit riwayat kehidupan Rosulullah SAW sungguh begitu
mengajarkan kepada kita semua akan arti kesederhanaan. Rosulullah adalah orang
paling mulia di muka bumi. Beliau adalah utusan dan manusia pilihan Allah SWT.
Namun dengan gelar yang begitu hebat beliau tidak lantas sombong, justru beliau
semakin bersikap sederhana. Dalam riwayat diatas juga digambarkan bahwa kondisi
lingkungan Rosulullah SAW yang begitu apa adanya. Tanpa harta kekayaan yang
patut dibanggakan. Namun dibalik itu, Rosulullah SAW berpesan bahwa harta
beserta glamor kehidupan di dunia adalah milik orang-orang kafir, sedangkan
untuk orang beriman ditangguhkan di akherat.
Sebuah renungan bagi kita tentunya setelah menyimak bersama kisah tersebut.
Bagi sobatku semua yang mungkin sedang dalam keadaan yang kurang beruntung
dalam dunia, janganlah bersedih. Justru hal itu menjadi pengingat kita untuk
senantiasa menambah rasa keimanan. Hingga kita telah benar-benar yakin bahwa
Allah SWT akan memberi kehidupan yang jauh lebih indah di akherat kelak.
Insyaallah…
Semoga yang sedikit ini dapat member manfaat. Kurangnya mohon maaf.
Assalamu’alaikum Wr Wb