Kunjungan Abdillah Onim (Relawan MER-C Palestina) di MAFAZA (Part 1)
Kunjungan Abdillah Onim (Relawan MER-C Palestina) di MAFAZA (Part 1)
Reported by Arifin Budi PurnomoAssalamu’alaikum Wr Wb
Sahabatku yang
berbahagia, mungkin sebelumnya sobat sudah pernah mendengar seorang Indonesia
yang menikah dengan wanita Palestina. Dan akhirnya pasangan tersebut dikaruniai
seorang putri yang lahir dari keturunan Indonesia dan Palestina. Beliau adalah
Abdillah Onim, pria asal Galela, Halmaher Utara, Maluku Utara. Pria yang
menjadi duta representative Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)
Palestina tahun 2009 hingga sekarang ini, berazam menggadaikan nyawanya untuk
membebaskan Palestina dan Masjid Al-Aqsha. Sang putri bernama Marwiyah Filindo,
bayi cantik dan lucu yang nantik akan saya tunjukan foto-foto exlusive dari
jepretan saya sendiri tentunya hehe :)

Sahabatku yang
berbahagia, mungkin sebelumnya sobat sudah pernah mendengar seorang Indonesia
yang menikah dengan wanita Palestina. Dan akhirnya pasangan tersebut dikaruniai
seorang putri yang lahir dari keturunan Indonesia dan Palestina. Beliau adalah
Abdillah Onim, pria asal Galela, Halmaher Utara, Maluku Utara. Pria yang
menjadi duta representative Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)
Palestina tahun 2009 hingga sekarang ini, berazam menggadaikan nyawanya untuk
membebaskan Palestina dan Masjid Al-Aqsha. Sang putri bernama Marwiyah Filindo,
bayi cantik dan lucu yang nantik akan saya tunjukan foto-foto exlusive dari
jepretan saya sendiri tentunya hehe :)
Siang itu ba’da sholat
jum’at, masjid Fatimatuzzahra(MAFAZA) mendapat tamu yang cukup istimewa yakni
kedatangan seorang mujahidin Palestina asal Indonesia. Beliau tidak lain dan
tidak bukan adalah Abdillah Onim. Kebetulan beliau sedang mudik ke Indonesia
dan Alhamdulillah bersedia mampir ke MAFAZA Purwokerto.
Siang itu ba’da sholat
jum’at, masjid Fatimatuzzahra(MAFAZA) mendapat tamu yang cukup istimewa yakni
kedatangan seorang mujahidin Palestina asal Indonesia. Beliau tidak lain dan
tidak bukan adalah Abdillah Onim. Kebetulan beliau sedang mudik ke Indonesia
dan Alhamdulillah bersedia mampir ke MAFAZA Purwokerto.
Seusai sholat jum’at,
beliau memberi sebuah tausyiah serta sharing pengalaman ketika ia berada di
Gaza Palestina. Mengenai perjuangan beliau untuk bisa menjadi relawan di Gaza,
hingga ia menemukan cintanya di negeri penjara terbesar di dunia itu.
Seusai sholat jum’at,
beliau memberi sebuah tausyiah serta sharing pengalaman ketika ia berada di
Gaza Palestina. Mengenai perjuangan beliau untuk bisa menjadi relawan di Gaza,
hingga ia menemukan cintanya di negeri penjara terbesar di dunia itu.
Awal pertemuan siang
itu, beliau membukan dengan potongan ayat suci Al Qur’an yang berbunyi
Awal pertemuan siang itu, beliau membukan dengan potongan ayat suci Al Qur’an yang berbunyi
Artinya:

" Hai orang orang
yang beriman , jika kamu menolong ( agama ) Allah , niscaya Dia akan menolongmu
dan meneguhkan kedudukanmu " ( QS: Muhammad 7 )
Ayat yang sangat tidak
asing bagi saya. Mengingat ayat tersebut adalah ayat yang berulang-ulang
diajarkan oleh ibu saya ketika menghadapi suatu permasalahan. Bergetar hati ini
tatkala seorang mujahidin asal Indonesia juga mempunyai prinsip yang sama.
Subhanallah.
“Saya pertama kali
ditugaskan pada tahun 2009 dan di Jalur Gaza selama 4 bulan untuk mengurusi
surat izin tanah wakaf yang rencanya akan dibangun Rumah Sakit Indonesia.
Selama di jaur gaza, saya bertekad untuk tetap tinggal di jalur Gaza karena
pengurusan surat itu sangat penting yang nantinya akan menjadi lokasi yang akan
dibangun Rumah sakit Indonesia, dan Alhamdulillah kini sudah hampir selesai
pembangunan Rumah Sakit tersebut” kata Abdillah Onim kepada para jamaah MAFAZA,
yang saat ini sedang cuti dan berada di Indonesia, Jum’at (22/2/2013).
“Saya pertama kali
ditugaskan pada tahun 2009 dan di Jalur Gaza selama 4 bulan untuk mengurusi
surat izin tanah wakaf yang rencanya akan dibangun Rumah Sakit Indonesia.
Selama di jaur gaza, saya bertekad untuk tetap tinggal di jalur Gaza karena
pengurusan surat itu sangat penting yang nantinya akan menjadi lokasi yang akan
dibangun Rumah sakit Indonesia, dan Alhamdulillah kini sudah hampir selesai
pembangunan Rumah Sakit tersebut” kata Abdillah Onim kepada para jamaah MAFAZA,
yang saat ini sedang cuti dan berada di Indonesia, Jum’at (22/2/2013).
Diantara kiprahnya yang
lain di dunia internasional memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan pembebasan
Al-Aqsha, adalah ketika ia mengikuti misi kemanusiaan kapal Mavi Marmara yang
dibajak Zionis Israel di tengah jalan.
Diantara kiprahnya yang
lain di dunia internasional memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan pembebasan
Al-Aqsha, adalah ketika ia mengikuti misi kemanusiaan kapal Mavi Marmara yang
dibajak Zionis Israel di tengah jalan.
“Saya bersyukur karena
sempat merasakan tragedi Mavi Marmara dan sempat dipenjara di Israel selama dua
hari. Pengalaman yang sangat mengesankan adalah ketika di dalam kapal. Sempat
beberapa kali terjadi kontak fisik, baku hantam, lempar kursi namun sepertinya
Allah masih memberi keberuntungan bagi saya”, katanya.
“Saya bersyukur karena
sempat merasakan tragedi Mavi Marmara dan sempat dipenjara di Israel selama dua
hari. Pengalaman yang sangat mengesankan adalah ketika di dalam kapal. Sempat
beberapa kali terjadi kontak fisik, baku hantam, lempar kursi namun sepertinya
Allah masih memberi keberuntungan bagi saya”, katanya.
“Sempat saya di
introgasi bersama teman yang lain juga. Salah seorang Israel menemukan
identitas saya adalah Galela, Halmaher Utara, Indonesia. Karena kebanyakan
orang Israel tidak begitu pintar membaca huruf latin, mereka mengira bahwa saya
berasal dari Galilea sebuah daerah bagian Distrik Utara Israel. Dengan postur ttubuh
saya yang tinggi, mereka mengira bahwa saya adalah mata-mata Israel dan sepihak
dengan mereka. Saya sudah menjelaskan bahwa saya dari Indonesia namun mereka
tidak percaya. Akhirnya pun mereka tidak berani member ancaman fisik bagi
saya”, ujarnya.
“Sempat saya di
introgasi bersama teman yang lain juga. Salah seorang Israel menemukan
identitas saya adalah Galela, Halmaher Utara, Indonesia. Karena kebanyakan
orang Israel tidak begitu pintar membaca huruf latin, mereka mengira bahwa saya
berasal dari Galilea sebuah daerah bagian Distrik Utara Israel. Dengan postur ttubuh
saya yang tinggi, mereka mengira bahwa saya adalah mata-mata Israel dan sepihak
dengan mereka. Saya sudah menjelaskan bahwa saya dari Indonesia namun mereka
tidak percaya. Akhirnya pun mereka tidak berani member ancaman fisik bagi
saya”, ujarnya.
Usai misi Mavi Marmara
yang berujung pembantaian sejumlah aktivis kemanusiaan oleh Zionis Israel,
bukannya membuatnya ciut nyali, namun insiden itu makin menguatkan azzamnya
untuk mengadaikan nyawa demi membela saudara-saudara muslimnya di Palestina.
Awalnya Abdillah Onim adalah pria lajang yang
mulai berangkat ke Gaza pada tahun 2009. Ia memang memiliki keinginan menikahi
wanita Gaza. Ia pun berusaha keras
mencari pendamping hidup dibantu teman-temannya di Gaza.
“Waktu itu saya masih bujang, saya memang bertekad untuk mencari jodoh di
Gaza. Dibantu dengan teman dan pejabat yang ada di sana saya dibantu untuk
berta’aruf dengan muslimah di sana. Saya berta’aruf dengan muslimah 7 wanita
muslimah di penjuru GAZA. Tiga diantaranya dibantu oleh Syaikh Adnan Rantisi yang
beberapa waktu lalu pernah datang kesini, walaupun sepertinya belum berjodoh.
Hingga akhirnya wanita ke tujuh lah yang menerima saya. Jadi kita mencari jodoh itu tanpa pacaran.
Tidak seperti di Indonesia, mayoritas pemuda di negeri ini tidak menghiraukan
syariat Islam terutama dalam hal mencari jodoh. Jadi Alhamdulillah saya sudah
mempraktekkan mencari jodoh sesuai yang disyariatkan dalam agama Islam, yaitu
ta’aruf tanpa pacaran, hanya berlangsung selama tujuh hari lalu melaksanakan ijab
Kabul”, tuturnya pada para jamaah.
Seperti mimpi, dirinya yang berasal dari
ujung timur Indonesia, akhirnya bisa menikahi muslimah di tanah jihad Gaza,
Palestina. Nama muslimah itu adalah Rajaa, seorang hafizhah (penghafal
Al-Qur’an) nan cantik jelita.
“Jodoh itu takdir dari Allah Ta’ala, saya
dari daerah di ujung timur Indonesia dan mendapat jodoh seorang muslimah dari
negara lain yang asli Palestina dan tinggal di Jalur Gaza. Saya juga pemuda
pertama dari Indonesia yang melangsungkan pernikahan di Jalur Gaza. Saya merasa
ini karunia yang luar biasa, karena Allah benar-benar memberikan imbalan bagi
hambaNya, apalagi saya hanya seorang yang menjalankan misi kemanusiaan,” ungkap
pria asal Galela ini.
Usai misi Mavi Marmara
yang berujung pembantaian sejumlah aktivis kemanusiaan oleh Zionis Israel,
bukannya membuatnya ciut nyali, namun insiden itu makin menguatkan azzamnya
untuk mengadaikan nyawa demi membela saudara-saudara muslimnya di Palestina.
Awalnya Abdillah Onim adalah pria lajang yang
mulai berangkat ke Gaza pada tahun 2009. Ia memang memiliki keinginan menikahi
wanita Gaza. Ia pun berusaha keras
mencari pendamping hidup dibantu teman-temannya di Gaza.
“Waktu itu saya masih bujang, saya memang bertekad untuk mencari jodoh di
Gaza. Dibantu dengan teman dan pejabat yang ada di sana saya dibantu untuk
berta’aruf dengan muslimah di sana. Saya berta’aruf dengan muslimah 7 wanita
muslimah di penjuru GAZA. Tiga diantaranya dibantu oleh Syaikh Adnan Rantisi yang
beberapa waktu lalu pernah datang kesini, walaupun sepertinya belum berjodoh.
Hingga akhirnya wanita ke tujuh lah yang menerima saya. Jadi kita mencari jodoh itu tanpa pacaran.
Tidak seperti di Indonesia, mayoritas pemuda di negeri ini tidak menghiraukan
syariat Islam terutama dalam hal mencari jodoh. Jadi Alhamdulillah saya sudah
mempraktekkan mencari jodoh sesuai yang disyariatkan dalam agama Islam, yaitu
ta’aruf tanpa pacaran, hanya berlangsung selama tujuh hari lalu melaksanakan ijab
Kabul”, tuturnya pada para jamaah.
Seperti mimpi, dirinya yang berasal dari
ujung timur Indonesia, akhirnya bisa menikahi muslimah di tanah jihad Gaza,
Palestina. Nama muslimah itu adalah Rajaa, seorang hafizhah (penghafal
Al-Qur’an) nan cantik jelita.
“Jodoh itu takdir dari Allah Ta’ala, saya
dari daerah di ujung timur Indonesia dan mendapat jodoh seorang muslimah dari
negara lain yang asli Palestina dan tinggal di Jalur Gaza. Saya juga pemuda
pertama dari Indonesia yang melangsungkan pernikahan di Jalur Gaza. Saya merasa
ini karunia yang luar biasa, karena Allah benar-benar memberikan imbalan bagi
hambaNya, apalagi saya hanya seorang yang menjalankan misi kemanusiaan,” ungkap
pria asal Galela ini.