Kisah Motivasi & Inspirasi / Pisau dan Pohon
Kisah Motivasi & Inspirasi / Pisau dan Pohon
Assalamu’alaikum Wr Wb
Sahabatku
yang senantiasa berkepribadian baik, pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi
cerita tentang seorang pemuda yang mempunyai sifat buruk kepada orang sekitar
begitu juga dengan ayahnya.Namun sang pemuda tidak pernah menyadari bahwa apa
yang ia lakukan akan menimbulkan keburukan pada orang lain.
Untuk melanjutkan kisah pemuda tersebut, langsung saja kita ikuti jalan ceritanya….
Sebut saja
pemuda itu bernama Fulan. Fulan adalah seorang pemuda bertemperamental buruk,
seringkali ia membentak istrinya tiada henti. Setiap kali ada perkara yang
menurutnya tidak benar meskipun hanya sebuah masalah kecil dia akan langsung
menyalahkan sang istri dan memarahinya.
Suatu hari ayahnya mendapati keributan yang terjadi dalam rumah tangga
anaknya itu. Beliau pun memanggil dan mengajak Fulan ke suatu tempat. Ternyata mereka
tiba disebuah pohon besar di pinggir danau. Si ayah menyerahkan sebilah pisau
dan menyuruhnya melemparkan pisau tersebut ke batang pohon di hadapan mereka.
"Untuk apa aku melakukan ini?" tanya Fulan.
"Lakukan saja!" perintah ayahnya lagi.
Dengan acuh tak acuh Fulan
melaksanakan perintah itu. Dilemparkannya pisau ke arah pohon tersebut. Pisau
itu hanya membentur batang pohon dan terjatuh ke tanah.
"Ayah, jika engkau mengharapkan aku mampu melempar pisau hingga
menembus kulit pohon itu, engkau sama saja dengan bermimpi. Seandainya pun aku ahli
dalam melempar pisau, tapi tidak bisakah kau lihat betapa tebalnya kulit pohon
ini? Itu hal yang mustahil aku lakukan."
Sama sekali tak terpengaruh dengan ucapan Fulan itu, ayahnya kembali menyuruh dia
mengulangi melempar pisau. Berulangkali Fulan mencoba melempar pisau tersebut,
pada awalnya ia kembali gagal.. gagal dan gagal.. Tetapi sekali, dua kali ia
akhirnya berhasil menancapkan pisau di batang pohon yang besar tersebut
meskipun tidak begitu dalam.

Namun sang ayah masih belum puas, beliau masih meminta Fulan untuk melanjutkan aksinya. Sementara Fulan yang mulai kehilangan kesabaran akhirnya tidak tahan lagi.
"Hei, orang tua.
Aku tidak peduli apabila dirimu adalah ayahku. Tapi aku sama sekali tidak
mengerti dengan keinginanmu, apa pentingnya pisau dan pohon ini hingga aku harus menghabiskan waktuku di
tempat ini?", kata Fulan dengan nada marah.
"Dasar anak muda jaman sekarang, melakukan hal sekecil ini saja tak
becus. Berhentilah menjadi sok jagoan jika melempar pisau saja kau tak
mampu." tegur ayahnya dengan suara lantang sembari mencabut pisau yang
masih tertancap.
Fulan benar-benar
tidak bisa lagi mengontrol emosinya.
"Berikan pisau itu, akan aku buktikan betapa hebatnya aku. Tak ada hal
yang tak bisa aku lakukan!" sentaknya marah dan kemudian dengan penuh
amarah di lemparkannya kembali pisau tersebut. Kali ini tidak diragukan lagi
pisau itu menghujam batang pohon begitu dalam. "Kau lihat itu!"
serunya menatap lelaki tua di hadapannya dengan tatapan menantang. "Aku
bisa melakukannya!".
Orang tua itu hanya tersenyum, sembari berjalan mendekati pohon itu ia
berujar pelan, "Kau benar, anakku, kau bisa melakukannya.", dengan
mengeluarkan tenaga yang lumayan besar dicabutnya pisau dari pohon yang
ternyata benar-benar tertancap kuat, "Dengan luapan emosi seperti itu
apapun bisa kau hancurkan, anakku...", "Kemari dan lihatlah
ini..." panggilnya.
Fulan yang mulai
bisa mengatur emosinya kini hanya terdiam bingung sembari mendekati ayahnya.
"Apakah kau dapat melihat lubang yang ditinggalkan oleh pisau ini?
Dapatkah kau melihat dalamnya kerusakan yang diakibatkan oleh lemparan pisau
dikala engkau sedang marah? Apakah menurutmu pohon ini akan kembali seperti
sedia kala?", "Kurang lebih seperti itulah bekas yang akan kau tinggalkan
setiap kali engkau mengambil sebuah tindakan untuk melampiaskan amarahmu. Tidak akan menjadi masalah
jika engkau melampiaskannya pada masalah-masalah yang mengakibatkan amarahmu
muncul, bila untuk mencari jalan keluar dalam mengatasinya. Namun pernahkah kau
berpikir luka seperti apa yang akan kau berikan apabila kau melampiaskan setiap
amarahmu kepada seseorang? Seseorang yang mempunyai hati dan perasaan."
"'Maaf' mungkin bisa menyembuhkannya, tapi takkan pernah bisa
menghapus bekas luka yang telah ditimbulkannya", kata sang
ayah dengan penuh bijaksana.
Mulai saat itu, sang pemuda segera mungkin untuk berusaha merubah sikapnya
yang pemarah. Ia menyadari bahwa kebiasaan buruk yang kerap ia lakukan adalah
menyakiti dan merugikan orang lain. Ia bertekat untuk menjadi pribadi yang
bijaksana lagi mampu bersikap dewasa dalam menghadapi segala hal.
Sahabatku yang budiman, setelah kita menyimak bersama cerita diatas
sepertinya memang tidak terlepas dari kehidupan kita, Kita terkadang masih
sering terbawa emosi dan sulit untuk mengendalikannya. Namun perlu kita sadari
sobat, bahwa ternyata kebiasaan buruk diatas bisa saja merugikan orang lain dan
diri sendiri. Orang lain akan merasa bahwa dirinya dilukai oleh sikap kita yang
pemarah. Padahal kita juga ketahui bahwa orang yang pernah kita sakiti tidak
mungkin mampu memaafkan perbuatan kita sepenuhnya. Dan hal itu akan berakibat
buruk pada kita karena akan dimintai pertanggungjawaban esok kelak.
Sungguh sangat mengerikan jika kita dimintai pertanggungjawaban di akherat
kelak bukan?. Untuk itu mari kita bersama-sama memulai kebiasaan yang baik
dengan lebih melatih berlapang dada. Menanggapi segala sesuatu dengan tenang
serta berfikir lebih jernih. Ketika kita emosi, ujung-ujungnya pasti kita juga
akan merasa menyesal. Lebih baik kita tanggapi dengan senyuman dan penuh
kebijaksanaan
Mungkin sedikit yang dapat saya ulas pada kesempatan yang mulia kali ini.
Semoga dilain waktu dapat berjumpa kembali dalam sebuah forum pelajaran belajar
menjadi pribadi yang bijaksana. Aamiin.